Zaman itu adalah masa Kekhilafahan Abbasiyah. Lebih dari 500 tahun, kekhilafahan itu pernah menjadi pemerintahan dunia yang besar dan kuat dalam sejarah peradaban Islam. Para ilmuwan Muslim masa itu pun telah menghasilkan berbagai penemuan dan inovasi yang tidak hanya memengaruhi dunia Islam, namun juga memperkaya pengetahuan global. Namun, peran Islam dalam perkembangan sains dan teknologi sering kali terabaikan atau bahkan sengaja didistorsi dalam narasi sejarah dunia global.
Islam dan Ilmu Pengetahuan
Islam memberikan perhatian sangat besar terhadap ilmu pengetahuan. Al-Qur’an dan As-Sunnah mendorong kaum Muslimin untuk senantiasa berpikir, meneliti, dan mengamati alam sekitar. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Islam mengajarkan kepada kita tentang pentingnya observasi dan refleksi terhadap fenomena alam sekitar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, No. 2699)
Dua dalil syar’i di atas menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mendorong pencarian ilmu pengetahuan semata, namun juga menjadikannya sebagai bagian dari ibadah. Dalam sejarah peradaban Islam, para ilmuwan Muslim juga menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk memahami kebesaran Allah.
Kontribusi Ilmuwan Muslim dalam Sains dan Teknologi
Sejarah mencatat bahwa banyak ilmuwan Muslim telah berkontribusi besar dalam membangun fondasi keilmuan sains dan teknologi modern. Misalnya, Al-Khawarizmi, seorang matematikawan dari Persia, dikenal juga sebagai “bapak aljabar” berkat karyanya yang berjudul “Al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wal-Muqabala”. Di dalam karyanya tersebut beliau memperkenalkan konsep aljabar yang menjadi dasar bagi perkembangan ilmu matematika modern saat ini.
Di bidang aeronautika, Abbas Ibnu Firnas dari Andalusia (sekarang Spanyol), beliau dikenal sebagai orang pertama yang melakukan serangkaian uji coba penerbangan, bahkan jauh sebelum Wright bersaudara yang dikenal dunia saat ini sebagai penemu pesawat terbang.
Sejarawan Philip Khuri Hitti menulis dalam buku History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying”. Sebagai penghormatan kepada Ibnu Firnas, salah satu lapangan terbang di Baghdad (Irak) diberi nama Ibn Firnas Airport, dibuat Replika Ibn Firnas di Museum of Australia, dan NASA memberi nama salah satu kawah di bulan dengan nama Crater of Ibn Firnas.
Ibnu Firnas bukanlah ilmuwan Muslim yang terakhir dalam dunia penerbangan. Ada juga Hezarfen Ahmed Celebi, pada masa Kekhilafahan Utsmaniyah, beliau juga berhasil melakukan uji coba penerbangan dengan menyeberangi selat Bosporus di Istanbul.
Upaya serius para ilmuwan Muslim untuk meraih teknologi aeronautika ini sejalan dengan tantangan Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam al-Qur’an surah Ar Rahman ayat 33, “Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah)”.
Teknologi penerbangan dan semua turunannya, termasuk teknologi roket yang membawa manusia hingga ke ruang angkasa sangat perlu dikembangkan oleh kaum Muslimin, terlebih jika nantinya akan menjadi faktor penentu peradaban Islam dalam aktivitas jihad fii sabilillah.
Kemunduran dan Tantangan Dunia Islam
Kejayaan peradaban Islam saat itu mengalami kemunduran. Adapun beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kemunduran tersebut dan tantangan bagi kaum Muslimin saat ini antara lain:
Stagnasi dalam berpikir.
Kurangnya inovasi dan sikap kritis terhadap ilmu pengetahuan, serta kecenderungan untuk menghafal daripada memahami.
Invasi dan kolonialisme.
Banyak pusat keilmuan Islam yang dihancurkan, seperti penghancuran Baghdad oleh Mongol pada tahun 1258, serta penjajahan yang menghambat perkembangan ilmiah di dunia Muslim.
Sekularisasi pendidikan.
Terpisahnya pendidikan agama (Islam) dan sains menyebabkan ketimpangan dalam pengembangan ilmu.
Ketergantungan pada teknologi asing.
Negara-negara Muslim saat ini lebih banyak menjadi konsumen teknologi dibandingkan produsen.
Kurangnya investasi dalam riset.
Minimnya dana untuk penelitian menyebabkan keterlambatan inovasi di berbagai bidang.
Menghidupkan Kembali Kejayaan Islam dalam Sains dan Teknologi
Agar dunia Islam dapat kembali menjadi pusat sains dan teknologi, beberapa langkah berikut ini perlu untuk dilakukan:
Integrasi pendidikan Islam dan sains.
Pendidikan Islam harus menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dalam membangun peradaban, dengan mengajarkan sains tanpa mendikotomikan ajaran Islam.
Investasi dalam riset dan pengembangan.
Negara-negara Muslim perlu meningkatkan anggaran untuk penelitian ilmiah dan mendorong kolaborasi antaruniversitas Islam.
Kolaborasi dengan komunitas global.
Kerja sama dengan ilmuwan dan institusi internasional dapat mempercepat kemajuan teknologi di dunia Islam serta mengurangi ketergantungan pada teknologi dari negara lain di luar dunia Islam.
Pemanfaatan teknologi digital.
Revolusi digital saat ini memberikan peluang besar bagi umat Islam untuk mengembangkannya.
Membangun ekosistem inovasi.
Pemerintah dan lembaga Islam harus mendukung inkubator teknologi dan startup berbasis sains yang dapat menciptakan solusi bagi permasalahan umat.
Penutup
Peradaban Islam memiliki peranan penting dalam kemajuan sains dan teknologi saat ini, dengan banyaknya kontribusi ilmuwan Muslim terhadap ilmu pengetahuan global. Dengan mengambil pelajaran dari sejarah dan terus mengembangkan teknologi modern, umat Islam tentu dapat kembali menjadi pelopor dalam kemajuan sains dan teknologi. Peradaban Islam bukan hanya tentang kejayaan masa lalu, namun juga potensi besar bagi masa depan jika ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diarahkan dengan baik sesuai ajaran Islam.
Ibnu Khaldun berkata, “Zaman yang berat menempa generasi yang hebat, asalkan sabar dan tekun belajar. Generasi yang hebat itu kelak menciptakan zaman yang mudah. Namun, kemudahan itu harus dijaga dengan dakwah dan kewaspadaan, agar tidak terlena dalam kemewahan. Jika tidak, zaman yang mudah akan melahirkan generasi yang lemah, dan generasi lemah berpotensi mengembalikan ke zaman yang berat”.
Oleh karena itu, jika saat ini kaum Muslimin sedang berada dalam zaman yang berat, maka tentunya mereka harus bersabar, tekun belajar, bekerja keras, dan berjuang dengan penuh kesungguhan agar peradaban Islam dapat kembali. Islam pun dapat diterapkan secara praktis di dalam kehidupan dan menerangi seluruh penjuru dunia dengan cahaya keberkahannya. Wallahu a’lam bishawab.[]