AGAMA DAN BUDAYA HUBULA

Redaksi
September 07, 2025 | September 07, 2025 WIB Last Updated 2025-09-07T13:27:56Z
Oleh: Ismail Asso*


Hari Selasa (2/9/25) di Suny Hotel Abepura Kota Jayapura diadakan Seminar oleh PD-Instute. Saya salah satu pembicara diundang membahas buku, Ibu Yulia Sugandi judul:"Manusia Hugula, Makna Martabat Kolektif Suku Hubula di Lembah Palim, Papua".

Sebagai bagian integral dari obyek pembahasan thema isi buku, saya memberikan apresiasi dan ucapan terimakasih serta rasa penghargaan tinggi kepada Penulis Buku, Ibu Yulia Sugandi, dan Panitia Penyelenggara, Papua Democratic Institute (PD-Institute) yang berkenan mengundang sebagai pembicara dalam seminar.

Mengingat penelitian Adat Budaya Orang Hubula, pasca Kongres ke II Presedium Dewan Papua (PDP) di GOR, Jayapura Papua, menurun malah tidak pernah ada lagi. 

Pemerintah memberlakukan Otonomi Khusus Papua Tahun 2001. Ada semacam rasa kekhawatiran spionase asing sehingga pintu masuk peneliti Budaya luar (asing) ke Papua ditutup rapat.

Dalam kekosongan selama 25 tahun Otsus Papua, tidak ada peneliti antropologi dari luar dan dalam negeri. Dalam situasi seperti itu, Ibu Yulia Sugandi, hadir melakukan penelitian budaya Hubula.

Apresiasi muncul luar biasa tinggi, dibuktikan banyaknya peserta umum dan mahasiswa ambil bagian membahas buku Orang Hubula di Sunny Hotel, Abepura, Kota Jayapura, Papua.

Sebelum Otsus, antropolog luar dan dalam (Indonesia) banyak melakukan penelitian budaya Hugula (Lembah) Palima misalnya Koenjraningrat (1994): Membangun Masyarakat Majemuk. Astrid Susanto-Sunaryo, Penyunting (1996), Kebudayaan Jayawijaya, kumpulan tulisan, Myron Bromley (1993), Sedikit Mengenai Religi Balim Selatan dll. 

Pasca Otsus Papua, Pemerintah Pusat menutup rapat pintu kunjungan antropolog luar apalagi Media Massa dan Wisatawan Asing, berdampak penelitian Budaya Hugula Palima yang kaya dan unik seperti diakui oleh Ibu Prof Astrid Susanto: 

"Meneliti Kebudayaan Suku Dani Lembah Balim Jayawijaya Papua penuh mysteri (rahasia), bagai menggali Sumur, semakin dalam semakin Jernih dan Penuh, Tanpa Habis".

Agama dan Budaya Hugula

Panitia Penyelenggara, PD-Institut, mengundang Pembicara berdasar perwakilan (refresentasi) Wilayah aliansi persebaran Adat-Budaya penduduk Lembah Hugula Palima. 

Ada pembicara Wilayah Adat Lembah Tengah Wouma: Itlay-Ikinia, Lahowan-Matuan, Wuka-Hubi, Itlay-Haluk, Itlay-Hisage dll.

Wilayah Adat Lembah Utara, Pater Doga dari Gereja Katolik Roma, meliputi Wilayah Adat Tulem (Tengah): Doga-Kurisi, Logo-Mabel, Siep-Kossy, Hubi-Ikinia dll.

Wilayah Adat bagian Tenggara Barat panitia mengundang seorang aktifis Perempuan Hubula, Ibu Hubi, beliau ini mewakili seluruh perempuan Hugula (Lembah) Palima meliputi: Hubi-Kossy, Kossy-Hilapok, Meage-Elopere dan Wilayah Lembah bagian sebelah Barat.

Dari Selatan Lembah Palima, Wilayah Adat Walesi: (Assoliepele, Yelipele-Elokpere, Lani-Wetapo, Lani - Matuan, dan Wilayah Adat Assolokobal: (Asso-Lokobal, Asso-Wetapo, Asso-Wetipo, Kuan -Wetapo, Meage-Wetapo, Mulac-Wetipo, Asso-Matuan, Wuka-Wetapo, Lani-Lokobal dll).

Karena banyaknya pembicara ditambah sound sistem yang kurang baik, diskusi yang idealnya sangat bagus karena dihadiri banyak peserta dari kalangan umum dan mahasiswa ditambah lagi banyak pertanyaan peserta yang sangat bagus, terasa jadi kurang maksimal mengekspolarasi berbagai persoalan Budaya Hubula Palima.

Tulisan ini ingin sebagai tambahan elaborasi catatan dari seminar buku, Ibu Yulia Sugandi judul: Orang Hubula, Makna Martabat Kolektif Suku Hubula Lembah Palim, Papua.

Sebelum membahas isi buku, panitia mengajak nonton video singkat Film dokumenter. Disitu ditampilkan sosok Petugas Agama (dari Eropa) bersama beberapa Orang Lembah Balim mengadakan ritual pesta Adat Budaya.

Nampak cerita dalam film dokumenter itu Petugas Agama (PA) itu tengah berupaya memasukkan unsur nilai asing yang dia bawa (agama) ke dalam Adat Budaya Manusia Hugula. Misalnya Ye (batu) dan Su (noken), kedua alat transaksi secara barter dalam traknsaksi budaya Orang Hugula, diplesetkan jadi nama Yesus. 

Akulturasi dan inkulturasi Budaya Hugula (Lembah) Palima oleh Agama Katolik telah lama dimulai sejak hadir di Lembah Palima. Dalam berbagai praktek Ibadah dan simbol Adat Budaya Lembah diadopsi oleh Gereja Katolik sebagai bagian dari ritual ibadah didalam kegiatan kerohanian.

Berbeda dengan Agama Islam dan Kristen Protestan yang melarang bahkan agama yang disebut terakhir membumihanguskan seluruh tatanan warisan leluhur Adat Budaya Orang Hugula Palima, Papua Pegunungan. 

Gereja Protestan menganjurkan bahkan memaksa Orang Hugula, penganut - umatnya, membuang dan membumihanguskan seluruh benda keramat warisan leluhur diganti dengan sistem kepercayaan (agama) yang mereka bawa-ajarkan.

Demikian agama Islam, tidak secara terbuka tapi ajaran paling inti sebagai dasar keyakinan mengajarkan bahwa dosa paling besar seorang penganut islam adalah musyrik (mempersekutukan Tuhan. Penganut agama ini wajib percaya Allah SWT, sebagi satu-satunya Tuhan. ("Inna Syirka Ladhulmum 'Adhiim"). Artinya: "Menyekutukan Allah adalah dosa paling besar". QS, Luqman: 12).

Budaya Hugula dalam segela bentuk pesta dan transaksi ekonomi, daur ulang kehidupan Orang Hubula, babi sentral dalam berbagai situasi. Islam mulai dianut Orang Hugula secara tidak langsung menghilangkan salah aspek penting Budaya. Karena babi haram (dilarang) agama Islam secara mutlak akan menghilangkan kalau bukan menghancurkan adat budaya Lembah Palima.

Dalam kunjungan terkahir, Myron Bromley, seorang Pendeta juga ahli bahasa dan Budaya di Distrik Assotipo (Asso-Wetipo), Hitigima tempat pertama dimana beliau sebagai Pendeta tinggal sebagai Missionaris Kristen Protestan menyampaikan permohonan maaf dan meminta penganut Kristen Protestan, Kristen Katolik dan Islam, menjaga hubungan keharmonisan keluarga.

Mengapa Myron Bromley meminta maaf? Karena sebagai seorang ahli budaya yang puluhan tahun hidup bersama masyarakat Hugula, sangat paham, bahwa penganut agama Katolik Hepuba, penganut Kristen Protestan Hitigima dan Penganut Islam Walesi adalah satu keturunan keluarga. Bahkan lebih jauh seluruh Lembah Palima masih satu keluarga besar sebagai satu kesatuan adat Budaya. 

Permohonan maaf karena dia sadar, perbedaan agama berpotensi konflik soal keyakinan, tanah lokasi tempat Ibadah dan seterusnya. Dia -dan kelompok semua pembawa agama -merasa telah bersalah pergi meninggalkan konflik ditengah satu keluarga atas perbedaan agama yang mereka bawa tanamkan dalam satu kesatuan Adat Budaya Hugula Bagian Selatan. Inti pesan terakhir Myron Bromley adalah menjaga kerukunan keluarga berbeda agama Aliansi Besar Suku Assolokobal.

Kebijaksaan Missionaris Barat

Terakhir sebelum kembali ke negara asal beberapa missionaris Barat yang telah lama membawa missi penyebaran agama di Lembah (Hugula) Palima, memberikan pesan semacam rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Jayawijaya. Agar semua benda sacral warisan leluhur manusia Hugula (Lembah) Palim, dikumpulkan dari masing-masing Honai Adat di Museumkan. 

Dengan ungkapan ini: Terimakasih kami telah memiliki benda-benda ini dan kami cinta benda ini telah memilikinya, karena cinta kami ingin menyimpan disini (didalam museum), di Wesagaput.

Dalam kenyataannya benda yang diserahkan pada Pemerintah bukan asli tapi imitasi, bahkan tidak semua, yang diserhkan ke pemerintah bukan benda asli tapi benda serupa yang bukan asli untuk memenuhi tuntutan Gereja dan Pemerintah. 

Benda-benda sacral itu sampai hari ini masih disimpan diberbagai Honai Adat. Honai Adat ada dua jenis yakni Honai Besar yang disitu tempat umum clan suku bahkan bisa beberapa moety menyimpan benda-benda sacral dalam satu Honai Besar. 

Isi dalam Honai Klen ini terutama Tugi Mugu, Ap Warek (awal terjadinya perang suku), sebagai simbol dan patokan peperangan di seluruh Honai Adat Hugula kadang disimbolkan dengan bahasa kiasan Suami-Isteri (Agonj-Age).

Selain Hareken (batu hitam), didalam Honai kokma (Honai Umum/besar), adalah tempat penyelenggaraan berbagai pesta besar klen suku, Pesta inisiasi anak laki-laki, bahkan halaman (Silimo) diadakan pesta perkawinan dan Wam Mawe (pesta babi setahun sekali), kini pesta ini jarang seiring berkurangnya babi akibat flu babi.

Honai ada tiga jenis, pertama jenis biasa hanya tempat tidur berukuran sesuai jumlah pria yang bertempat tinggal disitu, honai jenis ini fungsinya hanya tempat tidur biasa khusus pria wanita, anak perempuan, dan anak laki-laki yang belum diinisiasi bisa masuk.

Kedua; Honai Besar dinamai Honai Tugi Aila atau Tugi Mugu Aila, juga berfungsi tempat tidur khusus pria, wanita dan anak-anak laki-laki yang belum diinisiasi tidak boleh masuk. Didalam Tugi Aila tersimpan benda-benda sacral.

 Ketiga; Honai kecil, Honai paling sacral (rahasia), dan Honai kecil ini tersembunyi daripandangan umum, tidak boleh nampak bahkan tabu (pantangan), bagi wanita dan anak lelaki yang belum diinisiasi (Ap Waya OwanHagarelek), melihat apalagi memasuki pekarangan Honai Paling Sacral dan rahasia ini. 

Honai jenis ini tidak dimiliki semua klen hanya satu moety dan hanya dimiliki beberapa keturunan pemilik benda sacral dan boleh dimasuki satu Moety saja, kecuali atas restu pemilik Ap Tugi Metek, dalam satu klen bisa diizinkan masuk. Benda yang tersimpan didalamnya adalah benda yang dibawa pertama kali ketika manusia muncul keluar dari Goa. 

Honai kecil ini tersimpan benda sacral yang ada hubungannya dengan totemisme yaitu Objek, hewan, atau tumbuhan tertentu yang dianggap suci dan memiliki hubungan khusus dengan sekelompok orang (seperti klan atau suku) atau individu.

Benda yang tersimpan didalam Honai keramat kecil dan rahasia moety ini ada hubungannya dengan potongan tubuh manusia asal bernama Naruekul (Narue Kut), burung putih sejenis burung Kasuari (Yakop), sebagai symbol. 

Narukut adalah manusia pertama keluar bergiliran muncul dari dalam Goa tapi berbeda kulit (berkulit putih) yang dibunuh dan potongan-potongan tubuhnya dibagi seluruh moety (marga) membawa pergi tersebar seluruh arah lokasi kelak jadi tempat pemukiman hingga hari ini di selurug Lembah dan Papua Pegunungan.

Pemilik Honai kecil (sacral), bisa dianggap manusia asli, pemilik tanah, pemilik sungai, pemilik gunung, pemilik asli tanah Lembah Palim, Orang Hugula Asli. Orang Asli Hugula, yang ketika pertama keluar muncul dari Goa Mysteri termasuk salah yang kebagian jatah potongan dari tubub Naruekut yang dibunuh.

Ketika mereka jalan tersebar disitu mereka istirahat dan bikin api, tempat pertama persinggahan itulah dianggap tempat keramat (sacral) sebagai milik moety (marga), keturunan itu hingga dewasa ini. 

Pemilik Honai Kecil sebagai pemilik cerita asli ada hubungannya dengan totemisme. Maka bicara soal Tanah hak kepemilikan paling dasar dan pertama adalah moety (marga), keturunan dari yang punya cerita rahasia perjalanan singgahi atau melewati istirahat bikin api itulah pemilik tempat atau lokasi keramat tanah. 

Lokasi tempat sacral, berupa pohon, sungai, batu atau goa sebagai tempat persinggahan pertama diyakini sebagai tempat sacral (suci) milik keturunan hingga hari ini Orang Hugula masih meyakini demikian. 

Ungkapan Opase-Aput, selain anak dan Bapak atau ayah dan anak ada hubungannya dengan sistem perlindungan muncul orang kuat dan besar berani membela hak-hak kepemilikan mysteri (cerita rahasia) manusia awal dalam kekerabatan manusia Hugula. 

Dalam egalitarianisme kehidupan normal yang nampak dalam budaya Orang Hugula sesungguhnya terselip rahasia stratifikasi sistem Tua-Muda atau Aput-Opase. Pelindung dan dilindungi, orang kuat sebagai pelindung dan yang lemah sebagai pemilik yang dilindungi.

Dalam cerita mytologi Lembah Bagian Selatan, meyakini bahwa mereka muncul pertama disekitar Wesapot, keluar dari Goa, sebagai tempat asal usul kejadian manusia pertama. 

Wesa artinya tabu atau bisa berarti: Haram, sacral, tabu, rahasia, dilarang, tersembunyi, rahasia, suci. Apot artinya pungung, ujung, dibelakang rahasia dari ada. Jadi Wesapot bisa berarti pungung/dibelakang/dibalik rahasia. Karena dipercaya asal usul manusia muncul pertama dari lobang goa sekitar daerah ini dinamai tempat ini demikian.

Diyakini asal usul kejadian semua manusia berasal dari sini dan keluar dari Goa disekitar tempat ini (Wesapot), lalu menyebar keberbagai arah dan lokasi diseluruh Lembah (Hugula) Palim dan Papua secara keseluruhan diyakini demikian hingga hari ini.

Selain lokasi ini beberapa klen Orang Hugula mempercayai lokasi lain disekitar tempat tinggalnya, misalnya Agus Alue Alua menyebut lokasi manusia pertama muncul keluar dari Goa di Sekitar Kurulu. Dan manusia terakhir berbeda (kulit putih) keluar bernama Naruekul dalam versi Orang Hubula Utara dinamai Nakmaturi. Ada beberapa versi menyebut lokasi di Seima, Maima dll.

Perbedaan versi penyebutan nama dan tempat tidak menghilangkan essensi homogenitas cerita mythologi kepercayaan sama dan praktek adat budaya diseluruh Hugula. Heterogenitas lokasi dan nama manusia awal yang dibunuh lebih pada logat dan saking rahasianya lokasi tempat itu oleh pemilik cerita mytologi sehingga disembunyikan tempat aslinya ditunjuk tempat lain yang bukan sesungguhnya sebagaimana karakteristik budaya Lembah Palim secara umum yang tidak bisa diberitahukan kepada pihak lain selain satu moety (satu keturunan marga).

Benda-Benda Keramat

Diatas sudah dijelaskan bahwa ada dua Honai yakni Honai Besar atau Honai Umum milik Klen, bentuk bangunannya juga berukuran besar karena didalamnya tersimpan berbagai benda sacral (keramat) milik beberapara Moety dalam satu klen misalnya Klen atau marga Asso. Meskipun tak selalu tapi pada umumnya Honai Besar adalah milik bersama beberapa Moety dari Satu Klen Besar Asso. Demikian Honai Besar milik klen Lokobal dan atau Wetipo.

Kadangkala anggota Honai Keramat Besar didalamnya ada berbeda marga dan benda keramat masing-masing marga tersimpan dalam satu Honai besar milik bersama. Ini disebabkan pada masa perang, keluarga menyelamatkan diri (mengungsi) membawa serta benda keramat miliknya dan bertemu dengan marga lain atau diselamatkan oleh marga lain dalam keadaan bahaya dibunuh musuh perang dan bersepakat mengikat diri menjadi satu keluarga besar dan menyimpan benda keramat milik pribadi didalam satu Honai Besar secara Kolektif tanpa bercampur didalam masing -masing lemari (Kakok).

Adapaun benda-benda keramat (sacral) yang disimpan secara bersama didalam Honai besar oleh klen besar berupa dan terutama Ap Warek. Ap Warek adalah koleksi arwah berupa anak panah (tok), tombak (sege), sebagai simbol tanda bukti tombak atau anak panah sebagai pengingat bagi klen anggota Honai.

Tugi Mugu adalah korban pertama penyebab munculnya perang suku pertama disimpan di Honai Besar, dan Tugi Mugu sebagai pengingat dilakukannya pembalasan bahkan arwahnya sewaktu-waktu dipanggil hadir menolong klen, namanya disebut, arwahnya dipanggil hadir bersama klen ikut serta berperang. Honai besar juga tersimpan bukti berupa tanda korban yang pernah dibunuh oleh klen pada peperangan suku.

Karena itu Honai Besar juga biasa atau bisa disebut dengan Tugi Aila (Arti: Rumah atau Honai Perang). Karena didalam kelompok satu Honai pernah secara bersama berperang dan menyimpan semua bukti korban didalam Honai Besar disebut Tugi Aila atau Mugu Aila.

Mugu arti secara bahasa terbaring Aila (rumah atau tempat tinggal), Mugu Aila berarti; Rumah tempat terbaring korban pertama Klen sebagai penyebab utama perang Suku bermula dan tempat koleksi bukti korban musuh berupa tombak dan anak panah semua tersimpan didalam Honai Besar.

Ada pandangan para peniliti memperkirakan bahwa agama dan perang bagi Orang Hibula serupa. Atau dengan kata lain bagi orang Hubula Perang Suku adalah semacam Agama mengandung sistem kepercayaan. Perang bagi Orang Hubula sama dan serupa dengan Agama. Perang semacam agama bagi Orang Hugula. Pandangan ini tak sepenuhnya salah.

Mungkin karena itulah secara bijaksana para ahli antropologi yang notabene mereka juga sebagai para Missionaris mengajurkan agar pemerintah mengumpulkan benda sacral milik Suku Hibula berupa Hareken, Tugiken, Ap Warek itu semua dikumpulkan untuk dimuseumkan dengan ungkapan bijak: 

"Terimakasih kami telah memiliki benda-benda ini dan kami mencintai karena cinta kami ingin menitipkan ini disini (didalam Museum di Wesagaput"). 

Adapun benda sacral milik Moety dan Klen turun-temurun Orang Hubula didalam Honai Kanekela (Honai Besar) Mugu Aila dan disitu tersimpan seluruh benda-benda Keramat warisan leluhur manusia Hugula (Lembah) Palima berupa Hareken {Har-Eken: Batu Hitam}, Tugiken {Tugi-Eken: Simbol atau Tanda Awal Perang}, Suken {Su-Eken: Isi Kantong/Noken}.

Miisionaris yang juga ahli bahasa dan budaya Myron Bromley memberikan pandangan bahwa perang suku bagi suku Hugula sama atau serupa dengan agama bagi orang beragama. Dengan pertimbanhan itu beliau memberikan rekomendasi ke Pemerintah membuat Meseum di Wesagaput (sebelah Bandara Kota Wamena), agar seluruh benda sacral milik suku Hugula, terutama Wenj-Oak (tanda korban musuh perang suku) agar dimuseumkan -disimpan disitu. 

Ini berarti agama hadir di Hubula ingin menghapus Budaya perang suku dengan cara semua Ap Warek (Tanda- berupa anak-panah- simbol atau sebagai tanda Korban Musuh Yang pernah dibunuh) dimuseumkan di Wesagaput sebagai tontotan wisatawan.

Lalu muncul pertanyaan seorang Kepala Suku, jika kami dilarang perang suku oleh pemerintah dan oleh Gereja, kalau begitu kami ini siapa? 

Pemerintah dengan progresifitas program pembangunan agama (tiga agama besar; Islam Kristen dan Katolik) berperan aktive menghapus seluruh tatanan Adat Budaya Orang Hugula dengan memuseumkan di Wesagaput. 

Meskipun agama yang disebut terakhir ini dalam berbagai ritual ibadah agama meminjam simbol-simbol budaya dipakai dalam ritual ibadah mereka tetapi essensi pesan hakekatnya mengubah kepercayaan Orang Hubula terhadap keyakinan dan kepercayaan asli dengan kepercayaan baru dan palsu bukan Asli Milik Orang Hubula.

Anomali Budaya 

Menurut KBBI, anomali berarti ketidaknormalan, keanehan, atau penyimpangan dari yang sudah ada atau dari kondisi normal. 

Upaya tak senonoh berbagai pihak hadir memasukkan nilai dari luar (nilai agama) kedalam Adat Budaya Lembah Palima (Palim, nama Sungai Besar Lembah, Ima, dari dua kata I [air] Ma [tempat] berarti tempat sekitar Sungai Palim, penyebutan Palima bermakna orang yang bertempat tinggal disekitar Sungai Palim) sepenuhnya baik tapi mendandung anomali, tak senonoh, jorok, kurang sopan, karena merusak tatanan Adat Budaya Asli.

Akulturasi dan inkulturasi demikian sejatinya memperkosa Adat Budaya manusia Lembah Palima. Semua pihak asing manapun mencoba memasukkan unsur-unsur agama didalam adat budaya asing manapun dari dunia manapun sepenuhnya anomali karena terkesan tak senonoh. 

Revitalisasi Budaya

Adat Budaya Asli Lembah Palim menghadapi gempuran hebat dari berbagai arah dan tujuan turut menghancurkan budaya asli Orang Hugula. Sebagai bagian dari masyarakat global tak terkecuali Orang Hubula dari pola kehidupan primitive zaman batu generasi hari ini memasuki zaman modern era tekhnologi informasi canggih masa kini. 

Perlu disampaikan bahwa semua peradaban dunia terus berkembang, terus berubah, yang abadi perubahan itu sendiri, didunia ini tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri yang terus-menurus berubah seiring waktu. Demikian demikian dengan Adat Budaya Orang Hubula dan sistem kepercayaan tentu terus akan berubah seiring waktu dan generasi baru dalam pola pendidikan yang tak ramah lingkungan.

Jangankan kepercayaan pada mytologi Orang Higula Palima, kepercayaan agama terhadap Tuhan saja didunia Barat saat ini lebih banyak muncul gejala atheisme. Atheis dari kata A (tidak), Theis (Tuhan), jadi tidak percaya Tuhan.

Kecenderungan orang sekarang lebih percaya pada materialisme, kebendaan, percaya ilmu pengetahuan dan mengabaikan kehidupan sesudah mati. Hal ini sama dan mirip dengan keyakinan Orang Hugula yang juga tidak percaya hidup sesudah mati. Orang Hugula disatu sisi sangat mistis dan disisi lain sang
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • AGAMA DAN BUDAYA HUBULA

Trending Now

Iklan

iklan