Tercatat lima dari tujuh ketua Rukun Warga (RW) di Citeureup, bersama puluhan Ketua Rukun Tetangga (RT) memprotes dan menolak proses pemilihan yang dinilai melanggar Peraturan Bupati Bogor (Perbup) No. 66 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Desa, Pasal 146 butir (3).
Dalam pasal 146 butir (3) itu diatur:
Panitia Pemilihan Kepala Desa antarwaktu mengumumkan hasil penelitian persyaratan administrasi bakal calon kepala desa antarwaktu kepada masyarakat, untuk mendapat masukan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah berakhirnya jangka waktu penelitian.
Ternyata panitia tidak mengumumkan hasil penelitian persyaratan administrasi tersebut kepada masyarakat. Dengan demikian, panitia telah melanggar Perbup No. 66/2020 dan mencederai hak masyarakat.
Selain itu, panitia Pilkades antarwaktu Citeureup dipandang tidak adil dan tidak netral. Akibatnya, dari sembilan bakal calon kepala desa, tiga orang yang diluluskan dalam seleksi adalah saudara sekandung: kakak-adik.
Ketiga orang itu adalah mantan kepala desa Citeureup, Gugun Wiguna (46 tahun), yang meraih skor 390; M. Febri Rhamadan (30 tahun), skor 390; dan Evi Rahayu (42 tahun), skor 360.
Wajarlah bila salah seorang Ketua RW, sebut saja Ujang namanya mengatakan, “Untuk apa dilakukan Pilkades antarwaktu, kalau calonnya kakak-adik begitu. Hompimpa saja di antara mereka.”
Tidak tanggung-tanggung, para Ketua RW dan RT mengirim petisi resmi menolak hasil seleksi calon kades, lengkap dengan tanda tangan dan stempel basah dari masing-masing RT dan RW, pada Minggu (21/9/2025). Tetapi panitia mengabaikannya.
Kini warga dan pemuka masyarakat resah. Sejumlah Ketua RW dikabarkan mendatangi Pemda Kabupaten Bogor untuk menyampaikan penolakannya dan rakyat bersiap menolak Pilkades.