“Ada apa dengan lembaga anti korupsi kita, mengapa penanganan kasus korupsi dana CSR BI-OJK ini nggak jalan-jalan (belum ada perkembangan, red),” tanya Ketua JAMKI Agung Wibowo Hadi saat berdiskusi dalam momentum peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025 di kawasan Jl. Sabang, Menteng, (19/12/25)
Agung menduga, salah satu hambatan utama penyidikan kasus tersebut berasal dari ketidakpatuhan sejumlah Anggota DPR yang seharusnya hadir sebagai saksi.
Ia menyoroti dua Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem, Fauzi Amro dan Charles Meikyansah, yang telah ditetapkan sebagai saksi tapi hingga kini mangkir dari panggilan penyidik KPK. Menurut catatan, dua politisi tersebut dua kali mangkir dari panggilan KPK yakni pada Maret dan April 2025 lalu.
Menurutnya, ketidakhadiran berulang tersebut dapat menghambat penyidikan perkara yang menyeret anggaran bernilai triliunan rupiah. Karena itu Agung mendesak agar KPK tidak lagi sekadar melayangkan undangan pemeriksaan, melainkan menggunakan kewenangannya untuk melakukan pemanggilan paksa.
“Ini saat yang tepat bagi KPK menunjukkan sikap tegas. Ketika saksi mangkir tanpa alasan sah, pemanggilan paksa harus diberlakukan,” ungkap Agung.
Menurutnya, kesaksian Fauzi Amro memiliki bobot penting karena terdapat informasi bahwa dua yayasan yang terafiliasi dengan alumni D3 Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu diduga menerima aliran dana CSR tersebut.
“Apalagi tersangka Satori pernah menyebut bahwa ia tidak sendirian menerima dana itu. Ia menyebut sebagian anggota Komisi XI lainnya juga turut menerima,” tambah Agung.
Kronologi Kasus Korupsi Dana CSR BI-OJK
Kasus dugaan korupsi ini berfokus pada penyalahgunaan dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) yang terjadi antara 2020 hingga 2023. KPK telah memulai penyidikan umum sejak Desember 2024 untuk mengungkap fakta-fakta terkait.
Dasar dimulainya penyidikan berasal dari hasil analisis yang komprehensif dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ditambah dengan adanya pengaduan dari masyarakat.
Dalam upaya pengumpulan bukti, penyidik KPK telah melakukan serangkaian penggeledahan di beberapa lokasi penting. Gedung Bank Indonesia di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, digeledah pada 16 Desember 2024 lalu. Kemudian Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga digeledah pada 19 Desember 2024.
Dalam kasus ini dua anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024, Satori dari Partai Nasdem dan Heri Gunawan (Hergun) dari Partai Gerindra telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 7 Agustus 2025. Namun hingga kini keduanya belum juga ditahan.
Terungkap, tersangka Hergun menggunakan tenaga ahli, sementara Satori menggerakkan orang kepercayaannya, untuk membuat proposal bantuan dana sosial lewat empat yayasan Rumah Aspirasi Hergun dan delapan yayasan Rumah Aspirasi Satori. Proposal-proposal itu masuk ke BI dan OJK, bahkan ke mitra kerja Komisi XI lainnya.
Dana puluhan miliar cair sejak 2021–2023. Tapi kegiatan sosial yang dijanjikan jangankan acara, jejak brosur pun tak ada. Uang masuk, aktivitas nihil.
Hergun disebut mengantongi Rp15,86 miliar. Dari BI lewat PSBI Rp6,26 miliar, dari OJK lewat PJK Rp7,64 miliar, plus Rp1,94 miliar dari mitra lain. Uang-uang itu kemudian dipindah ke rekening pribadi, dibukakan rekening baru oleh anak buah, lalu dicairkan lewat setor tunai guna digunakan bangun rumah makan, buka outlet minuman, beli tanah, bangunan, sampai beli mobil.
Satori diduga menerima total Rp12,52 miliar, dengan rincian Rp6,3 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra lain. Uang itu dimasukan ke deposito, beli tanah, showroom, sepeda motor, dan berbagai aset pribadi.
Terkait dua tersangka ini, KPK mengaku akan segera melakukan penahanan. “Sebentar lagi. Sebentar lagi ya terkait tersangka yang sudah diumumkan, yaitu saudara ST dan HG,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin malam (16/12/2025).
Asep mengatakan, KPK menargetkan penahanan kedua tersangka tersebut dapat dilakukan sebelum 2025 berakhir, atau bukan pada 2026. “Dalam waktu dekat. Semoga tidak menyeberang bulan atau tahun. Tunggu saja ya,” katanya.
Sebelumnya, juga dikabarkan KPK tengah menelusuri potensi penyimpangan di internal BI dan OJK sebagai pemilik anggaran. Pemeriksaan mencakup keseluruhan proses, mulai dari perencanaan, penyusunan RAB, pelaksanaan, pengawasan, hingga pertanggungjawaban dana.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan, semua penerima dana CSR harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana dua anggota DPR yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Tidak ada yang dikecualikan. Semua anggota Komisi XI DPR yang menikmati dana dari BI dan OJK harus mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya secara hukum,” ujar Tanak, Jumat (19/12/2025).[]

