Pertama: Menghidupkan kembali Islam sebagai agama dan negara, menciptakan masyarakat Islam, yang menjadikan Islam sebagai asas tunggal dalam menata kehidupannya. Ia mengajak masyarakat untuk melenyapkan undang-undang buatan manusiia (hukum negara sekuler) dan menggantikannya dengan syariat Islam.
Kedua: Membebaskan dunia Islam dari cengkeraman penjajah asing.
Dalam tempo relatif singkat Hasan al Bana berhasil mendidik generasi muda yang beriman kepada Allah, sebagai Tuhannya dan Islam sebagai agamanya dengan keimanan yang mendalam, serta siap berkorban demi memperjuangkan Islam sekalipun untuk itu ia harus mengorbankan miliknya yang paling berharga.
Beliau berhasil membangun gerakan kebudayaan Islam di Mesir dan dunia Islam melalui penerbitan majalah-majalah Islam dan menjalin hubungan dengan gerakan-gerakan Islam lain di dunia Islam, seperti: Suriah, Libanon, Palestina, Pakistan dan Indonesia. Dr Michael pernah mengatakan, ”Organisasi Ikhwanul Muslimin telah menjadi pusat pelatihan bagi para aktivis gerakan Islam di seluruh dunia Islam.”
Hanya dalam waktu beberapa tahun saja, Ikhwanul Muslimin di Mesir telah berhasil mendirikan 200 buah cabang. Diantaranya terdapat delapan organisasi yang berkiprah dalam bidang kemiliteran dan penyiapan tenaga pejuang revolusi.
Gerakan ini telah mendirikan sekolah-sekolaj Islam, rumah sakit, balai-balai pertemuan, untuk kepentingan pengabdian masyarakat guna mengimbangi gerakan Kristenisasi di Mesir.
Strategi yang ditempuh oleh Hasan al Bana dalam membentuk jamaahnya adalah:
Penanaman akidah secara mendalam
Pelayanan yang dilakukan secara lemah lembut
Aktivitas gerakan yang berkelanjutan
Metode yang dilakukannya dalam dakwah adalah dengan bil hikmah, pengajaran yang baik, dan dialog yang didasarkan pada hujjah serta sikap amanah. Pada waktu yang sama beliau juga menyiapkan diri dan jamaahnya untuk membangun kekuatan sejalan dengan perintah Allah dalam surat al Anfal ayat 60, “Dan hendaklah kalian bersiap diri dengan sekuat tenaga menghadapi mereka dengan kuda-kuda yang ditambat untuk kamu gunakan meneror musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kamu.”
Hasan al Bana dengan susah payah membangun gerakan kemiliteran untuk menghadapi penjajah Inggris di Mesir. Cita-citanya yang pertama adalah mengusir semua penjajah dari dunia Islam.
Ia pernah berkata, “Islam tidak pernah rela membiarkan umatnya hanya berkesempatan menikmati kebenaran dan kemerdekaan secara terbatas, apalagi berkaitan dengan masalah kepemimpinan dan jihad fi sabilillah, sekalipun akhirnya umat terpaksa memperjuangkannya dengan darah dan harta untuk mendapatkan kemerdekaannya. Mati lebih baik daripada hidup diperhamba dan dieksploitasi oleh penjajah.”
Oleh karena itu ia sendiri menentang tentara Salib Inggris di Mesir. Dia mengobarkan semangat para dai untuk menjadikan mereka orang-orang yang memiliki semangat dan kemuliaan dalam menjalankan tugas-tugas mulia agamanya dan tidak mau menerima perlakuan hina dari penjajah Inggris.
Syekh Hasan al Bana secara khusus memperhatikan persoalan Palestina dan gerakan Mujahidin di tempat ini yang dipimpin Amin al Huseini. Ia menyeru rakyat Mesir untuk memperhatikan masalah Palestina dengan mengirimkan para khatib-khatib di masjid-masjid untuk menyadarkan umat tentang bahaya Yahudi Zionis di Palestina, dan mengumpulkan dana untuk membiayai mujahidin di tempat ini.
Jamaah Ikhwanul Muslimin menyelenggaraan konferensi internasional untuk menjelaskan langkah dan cara menyelesaikan masalah Palestina. Anggota Ikhwan tidak hanya berjihad dengan omongan, tapi mereka juga menyerahkan nyawa dan harta.
Pada waktu meletus perang Arab Israel tahun 1948, anggota Ikhwan berada di garis terdepan. Mereka mendirikan kamp-kamp dengan dana sendiri guna memberikan pelatihan kepada milisi Islam tanpa menunggu dana dari pemerintah. Mereka berhasil menerobos Palestina tahun 1948, dua bulan lebih dulu dari datangnya tentara Pan Arab. Serbuan terhadap negeri Yahudi ini dilakukan dengan cara-cara gerilya dan menunjukkan jiwa kepahlawanan yang luar biasa, sehingga membuat tokoh Yahudi berkomentar, ”Menghadapi pejuang Ikhwanul Muslimin sama halnya dengan menghadang bahaya besar, laksana orang menyusup ke dalam hutan yang penuh dengan binatang buas.”
Bahkan Ikhwanul Muslimin berhasil menduduki kota al Quds dan membebaskannya dari cengkeraman Yahudi, kemudian mendirikan negara Islam kecil di tempat ini. Seandainya tidak ada pengkhianatan yang dilakukan oleh para pemimpin Arab Nasionalis dan raja Mesir, pasti Palestina tidak akan mengalami nasib seperti sekarang ini.
Jamaah Ikhwanul Muslimin juga telah berhasil menjadikan dirinya sebagai benteng kokoh menangkis paham komunisme di Mesir.
Jamaah ini berhasil pula menjalankan tugasnya sebagai sebuah harakah Islam yang pernah dinyatakan oleh Hasan Hudaibi, ”Sebuah nama yang tidak hanya mewakili sebuah gerakan di Mesir, tetapi merupakan sebuah fenomena lahirnya kebangkitan Islam di seluruh dunia Islam sejak dari lautan yang satu ke lautan yang lainnya. Dakwah mereka berhasil membuat penjajah, para boneka, dan kaum munafik ketakutan.”
Dampak positif munculnya gerakan Ikhwanul Muslimin antara lain:
Satu: Membangkitkan perasaan cinta kepada Islam dalam diri kaum Muslimin. Islam yang tadinya semata-mata sebagai akidah dan ibadah sebagaimana keinginan musuh-musuh Islam, berubah menjadi suatu kekuatan yang bangkit merintis jalan untuk menyelesaikan berbagai problem dan persoalan jaman.
Dua: Menjadikan Islam di Mesir sebagai suatu kekuatan yang tidak dapat dianggap remeh oleh pihak istana dan pemerintah, sehingga mereka terpaksa bersikap baik terhadap Ikhwanul Muslimin. Hal ini terbukti dengan tindakan an Nuhas, seorang menteri pada tahun 1942 yang meminta kepada Hasan al Bana untuk mengundurkan diri sebagai calon anggota parlemen. Hal serupa juga dilakukan oleh Ahmad Mahir, perdana menteri tahun 1948 kepada Ikhwanul Muslimin.
Setelah wafatnya Hasan al Bana, kepemimpinan jamaah Ikhwanul Muslimin digantikan oleh Hasan Hudaibi. Penguasa pada waktu itu mengirimkan utusannya untuk mengajak untuk bekerjasama dengan beliau dan menyatakan tidak bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan tidak baik yang menimpa Ikhwanul Muslimin dahulu. Raja sendiri telah memberikan hadiah kepada Hudaibi, sebuah piagam dengan gambar yang sangat indah. Hadiah ini oleh Hasan Hudaibi diletakkannya di kamar mandi.
Tiga: Menimbulkan perasaan takut pada pihak Inggris, Yahudi dan Amerika. Hal yang sangat ditakuti oleh panjajah, adalah berhadapan dengan gerakan dakwah yang bersikap teguh. Kaum penjajah di Mesir telah menghadapi kampanye yang dilakukan dengan semangat kebangsaan, golongan dan lain-lain, namun kampanye semacam ini tidak pernah membuat mereka ketakutan. Begitu mereka mendengar adanya gerakan yang dipelopori oleh tokoh-tokoh Islam, dengan membawa panji-panji Islam sebagai dasar gerakannya, maka mereka menjadi gelisah.
Barat dan Yahudi gelisah dengan munculnya gerakan Ikhwanul Muslimin. Koran-koran Amerika menulis tentang Hasan al Bana dan menjelaskan ancaman yang timbul dari orang ini. Koran-koran tersebut menulis, “Tokoh ini merupakan orang yang paling kuat di dunia Islam dewasa ini. Dia tidak mungkin dikalahkan kecuali dia mengalami kasus yang lebih besar terhadap dirinya.”
Seorang penulis wanita Zinos bernama Rose Carina mengatakan, “Bilamana dunia tidak menyadari bahayanya Islam dan gerakan Ikhwanul Muslimin terhadap penjajah dan kaki tangannya, maka Barat di kemudian hari akan berhadapan dengan sebuah kekuasaan Islam yang membentang dari utara Afrika sampai Palestina dan dari Turki sampai Lautan India.”
Ben Gurion pernah menyatakan pendapatnya tentang gerakan Ikhwanul Muslimin, saat berkecamuknya perang tahun 1948, “Tiada jalan untuk menjamin kelangsungan negara Israel kecuali dengan menghancurkan dua kekuatan di dunia Arab, yaitu pemimpin-pemimpin agama yang teguh dan gerakan Ikhwanul Muslimin.”
Selanjutnya ia menegaskan, “Kita tidak takut terhadap golongan sosialis, nasionalis dan aliran-aliran yang kini berkibar di negara-negara Arab, tetapi yang sangat kita takuti adalah Islam. Ia merupakan kekuatan besar yang telah lama tidur dan sekarang mulai bangkit kembali di dunia Arab. Saya takut akan lahirnya kembali Muhammad yang baru di wilayah ini.”
Berkaitan dengan hal ini, para pemimpin Inggris telah mengadakan pertemuan degan Menteri Luar Negeri Amerika dan Duta Besar Perancis pada 10 November 1948. Mereka menyatakan pentingnya menghancurkan gerakan Ikhwanul Muslimin. []
Tim redaksi