Jakarta, detiksatu.com || Ada suara dari dataran rendah, yang mengira mulutnya cermin dari kehendak langit.
Mengusir kami—anak gunung—dengan kata-kata tajam,seolah Jayapura dibangun tanpa tangan kami,seolah kota ini hanya untuk yang duduk manis dan lupa akar.
“Orang gunung bikin rusuh, usir mereka,” katanya.
Ah, suara itu nyaring,
seperti genta tua yang kehilangan irama,
memekakkan nurani tapi menggugah sejarah.
Kami, orang gunung,
tidak datang ke kota membawa badai.
Kami datang membawa luka yang tak sempat sembuh,
membawa cerita tentang kampung yang dilupakan,
tentang tanah yang diambil,
dan tentang mimpi-mimpi anak kami yang patah sebelum tumbuh.
Tapi kami tetap datang,
bukan sebagai tamu,
melainkan sebagai tuan rumah yang lama disuruh diam.
Kami bukan api yang membakar, kami bara yang diinjak-injak terlalu lama.
Jayapura_, dengarlah:
Angin dari pegunungan bukan angin asing.
Langkah kaki kami bukan jejak pendatang.
Suara kami bukan gangguan.
Kami adalah gema dari hutan-hutan yang pernah kau tebang diam-diam.
Dan jika kota ini merasa terusik oleh kami,
maka mungkin kota ini sedang lupa siapa yang pertama kali menyebutnya “rumah”.
Untuk Abisai Rollo, Wali Kota Jayapura:
Terima kasih atas pernyataan Anda.
Ia membantu kami melihat:
Siapa yang memakai jas jabatan, tapi melepas jubah kemanusiaan.
Kami tidak membenci Anda.
Kami hanya kecewa,
karena seorang anak negeri bisa mengusir saudaranya sendiri,
dengan kalimat yang bahkan tanah pun enggan menyerap.
Kami akan tetap berdiri.
Kami tak akan turun tangan dengan kekerasan,
tapi kami akan naik dengan kebenaran.
Karena suara orang gunung—meski pelan—bisa mengguncang batu cadas kebijakan.
Dan kami tidak akan diam,
sebab kami bukan bayangan,
kami adalah wajah asli Papua yang tak bisa disamarkan.
*Penutup:*
Bukan kami yang rusuh. Yang rusuh adalah nurani yang kehilangan jalan pulang.
ika kata-kata Anda adalah cermin,maka semoga suatu hari Anda berani berkaca di dalamnya
Sumber: Anak Pegunungan yang Masih Ingat Aroma Hutan dan Harga Diri_