Kupang, detiksatu.com || Perkembangan penting tercatat dalam penanganan kasus dugaan persetubuhan anak di bawah umur di Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, NTT.
Kendati Eduarbe telah mengakui perbuatannya usai ditetapkan sebagai tersangka, penyidik Polres Kupang tidak menghentikan proses. Atas petunjuk JPU dalam P-19, pemeriksaan DNA tetap dilakukan sebagai langkah krusial pembuktian hukum.
Berdasarkan pantauan tim media pada Rabu (18/6/2025) sekitar pukul 08.30 WITA, penyidik menghadirkan saksi kunci, yakni korban, bersama bayi yang dilahirkannya untuk pengambilan sampel darah guna tes DNA di Laboratorium Rumah Sakit Bhayangkara Kupang. Korban hadir didampingi orang tuanya, Penasehat Hukum (PH), anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Kupang, serta perwakilan dari UPTD PPA NTT.
Pelaksanaan tes DNA ini merupakan bagian dari langkah penyidik Polres Kupang dalam menindaklanjuti petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU), sebagaimana tercantum dalam surat resmi Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang Nomor: B-581/N.3.25/05/2025 tertanggal 26 Mei 2025. Tes ini bertujuan untuk memastikan secara ilmiah hubungan biologis antara bayi yang dilahirkan (korban) dengan terduga pelaku, Eduarbe.
Sebagai tindak lanjut, penyidik juga telah menerbitkan surat panggilan resmi dengan Nomor: S.Pgl/297/VI/RES.1.24/2025/Satreskrim/Polres Kupang/Polda NTT, yang ditujukan kepada korban selaku saksi untuk hadir dan menjalani pengambilan sampel DNA sebagai bagian dari proses penyidikan.
“Pengambilan sampel DNA dilakukan di Laboratorium Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Kupang sebagai bagian dari pemenuhan petunjuk P-19 Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang,” demikian bunyi surat panggilan yang sebelumnya disampaikan kepada korban.
Kasus ini bermula dari laporan polisi yang diterima Polres Kupang pada 11 November 2024, dengan nomor LP/B/252/XI/2024/SPKT/Polres Kupang/Polda NTT.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, Eduarbe resmi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga kuat melanggar Pasal 76D jo Pasal 81 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang perbuatan berlanjut.
Sebelumnya, kepada korban dan orang tuanya, penyidik menjelaskan bahwa meskipun tersangka telah mengakui perbuatannya, proses pembuktian ilmiah seperti tes DNA tetap dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memperkuat unsur pidana dan memastikan secara jelas hubungan biologis antara korban, bayi, dan tersangka.
Proses hukum masih terus bergulir, dan publik diimbau untuk menunggu hasil resmi dari laboratorium. Hasil tersebut akan menjadi bagian penting dari kelengkapan berkas perkara yang nantinya kembali diserahkan kepada pihak Kejaksaan.
Catatan Redaksi, Media ini akan terus mengawal proses hukum kasus ini dan menyampaikan setiap perkembangan terbaru secara akurat, berimbang, dan berdasarkan fakta.
Reporter: tim