Inilah Hitam Putih Dedi Mulyadi Gubernur Jawa Barat

Redaksi
Selasa, Juli 22, 2025 | Selasa, Juli 22, 2025 WIB Last Updated 2025-07-22T11:20:53Z
Jakarta,detiksatu.com || Dedi Mulyadi adalah salah satu tokoh politik daerah yang kini berhasil menembus panggung nasional. Gaya komunikasinya khas blak-blakan dan menyentuh hati banyak masyarakat.

Gubernur Jawa Barat itu kini banyak jadi perbincangan publik. Banyak pendukungnya banyak pula pengecamnya. Ia pernah dua periode menjadi Bupati Purwakarta


Lelaki kelahiran Subang, 11 April 1971 ini banyak dikritik karena seringnya tampil di media sosial. Aksi-aksi kemanusiaannya ditampilkan dan disebarluaskan di Youtube, Instagram, dan lain-lain.

Dedi lahir di lingkungan petani di Subang. Ia tumbuh dalam suasana kerja keras: membantu orang tua di sawah, mencangkul, menanam padi, dan menggembala ternak. Kedekatan sehari-hari dengan lahan pertanian dan ritme kampung, membuatnya pengalaman hidup berbagi dan gotong royong serta membentuk gaya komunikasinya yang egaliter.

Kepemimpinan Dedi di Purwakarta dikenal kontroversial. Ia terlalu cinta adat Sunda sehingga kadang-kadang menempatkan budaya Sunda di atas agama. Ketika ia menjadi Bupati Purwakarta, wilayah itu dihiasi patung tokoh pewayangan (Pandawa, Bima, Gatotkaca), ikon legenda lokal, hingga kain poleng hitam-putih membalut batang pohon -simbol yang ia anggap memadukan identitas lokal dan lintas tradisi Nusantara.

Dedi pernah menyatakan bahwa patung adalah elemen estetika dan revitalisasi kreativitas seni lokal serta bukan objek pemujaan. Langkah ini untuk membranding Purwakarta sebagai kabupaten berkarakter budaya.

Yang menarik Dedi merumuskan berbagai Peraturan Bupati yang bernuansa pembinaan sosial: seperti jam malam bagi remaja/pacaran, larangan bertamu lewat jam tertentu, pembatasan rokok bagi pelajar (hingga ancaman penutupan toko yang menjual kepada anak), penguatan etika ruang publik, dan dukungan pada praktik kemandirian desa.

Setelah kalah dalam pertarungan pemilihan gubernur dan wakil gubernur (2018), ia melaju ke Senayan menjadi anggota DPR RI 2019-2024. Di Senayan, ia dikenal aktif blusukan, konten bantu warga, renovasi rumah tidak layak huni, atau advokasi spontan direkam dan diunggah di kanal Kang Dedi Mulyadi di YouTube, yang berkembang besar dan sebagian pendapatannya ia klaim digunakan kembali untuk membantu masyarakat.

Tahun 2023 Dedi keluar dari Partai Golkar dan bergabung dengan Gerindra, dengan alasan kedekatan personal, pengalaman ditolong, dan keselarasan perjuangan. Dalam Pilgub Jabar 2024, mantan Ketua HMI Purwakarta ini diusung koalisi luas lintas partai, hingga akhirnya ia memenangkan pertarungan.

Dedi menikah dengan Anne Ratna Mustika (mantan Mojang Purwakarta) yang kemudian menggantikannya sebagai Bupati Purwakarta (2018–2023). Rumah tangga pasangan politisi ini menjadi sorotan luas ketika Anne menggugat cerai pada 2022. Proses hukum berlanjut hingga putusan berkekuatan tetap; Mahkamah Agung menolak kasasi, dan perceraian mereka dinyatakan sah secara hukum pada 2023. Media menyoroti sejumlah alasan yang dikemukakan Anne: nafkah, komunikasi rumah tangga, dan aspek psikologis. Pasangan ini memiliki tiga anak.

Kepemimpinan Dedi banyak disorot masyarakat. Ia mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan Utama Sosok Dedi Mulyadi:

Kedekatan dengan Rakyat Kecil. Ia sengaja mengurangi jarak protokoler; sering hadir di sawah, pasar, gang sempit, dan rumah-rumah warga. Gaya komunikasi bahasa Sunda egaliter (sia, aing, maneh) dipandang sebagian warga sebagai keotentikan.

Branding Budaya sebagai Instrumen Pembangunan. Di saat banyak daerah mengejar pembangunan fisik generik, Dedi memilih identitas lokal sebagai pembeda: patung, salam Sunda, pakaian adat, program budaya di sekolah.


Inovasi Kebijakan Pendidikan–Karakter. Sekolah lima hari, jam masuk pagi, penghapusan PR, dan integrasi budaya ke kurikulum lokal adalah eksperimen sosial yang memicu diskusi nasional tentang keseimbangan akademik dan karakter.
Utilisasi Media Sosial untuk Aksi Sosial.

 Kanal digitalnya bukan sekadar pencitraan; ia mengklaim pendapatan konten digunakan membantu warga (renovasi rumah, bantuan kesehatan, dll),

 memodelkan crowd-driven leadership.
Jejaring Politik Fleksibel. Mampu berpindah dari Golkar ke Gerindra tanpa kehilangan basis publik; mendapat dukungan lintas partai saat Pilgub 2024.

Kelemahan dan Kritik yang Kerap Muncul:

Kebijakan Top-Down & Normatif. Aturan jam malam, atau penyeragaman jam sekolah dianggap sebagian warga terlalu instruktif dan tidak selalu berbasis kajian pedagogis menyeluruh.


Simbolisme vs Prioritas Teknis. Kritik menyebut fokus pada patung dan estetika ruang publik dikhawatirkan menutupi kebutuhan infrastruktur dasar lain; meski pendukungnya menolak dikotomi tersebut.
Blak-blakan & Potensi Salah Tafsir.

 Retorika spontan, humor budaya, dan pemaknaan simbol (misal metafora “menikahi Nyi Roro Kidul”) berujung pada polemik di masyarakat Jawa Barat yang mayoritas Muslim.


Sorotan Kehidupan Pribadi. Konflik rumah tangga yang terekspos media (gugatan cerai, urusan nafkah) dianggap sebagian publik mencoreng citranya sebagai pemimpin keluarga teladan.


Isu Overlapping Wewenang. Aksi sosial personal saat menjabat legislator dinilai sebagian LSM sebagai melampaui atau tumpang tindih kewenangan formal. Ia pernah dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).


Polarisasi Identitas. Penguatan simbol budaya lokal yang keterlaluan, sehingga menimbulkan gesekan dengan nilai-nilai Islam yang telah membumi dalam masyarakat Sunda.

Kontroversi-Kontroversi Besar

Sejak awal memimpin Purawakarta, Dedi membangun puluhan patung tokoh wayang, legenda Sunda, bahkan figur sejarah nasional di ruang publik. Sebagian masyarakat menyukainya sebagai spot wisata, sebagian kelompok ormas menudingnya membuka pintu kesyirikan. Beberapa patung pernah dirusak atau dibakar oleh pihak tak dikenal. Dedi bersikukuh bahwa patung itu untuk estetika, kebahagiaan warga, dan pendidikan budaya -bukan untuk disembah. Ia pernah menerima penghargaan seni karena kepedulian budaya.

Upaya Dedi mempopulerkan salam khas Sunda “Sampurasun” memantik reaksi keras ketika Habib Rizieq Syihab (FPI) memelesetkannya menjadi “Campur Racun” dalam ceramah. Habib melihat Dedi ingin mengganti “Assalamualaikum” dengan “Sampurasun.” Tapi hal itu kemudian dibantah oleh Dedi, bahwa ia tidak ingin ‘menggantikannya tapi menyandingkannya’. Kasus ini mempertinggi suhu konflik hubungan Dedi-FPI dan memicu gelombang solidaritas budayawan Sunda.

Dedi dalam ceramah-ceramahnya kelihatan benci kepada Habib (bangsa Arab). Namun ia menolak kalau disebut ‘anti Islam’. Ia tidak suka bangsa Indonesia merendahkan diri dan memuja-muja bangsa lain.

Ketika menjadi bupati, Dedi menempatkan kereta kencana pusaka di Pendopo Kabupaten dan mengaraknya dalam event tahunan. Banyak umat Islam yang menuding Dedi telah berbuat musyrik, apalagi mempercayai dan ‘menikah’ dengan Nyi Roro Kidul.

Dedi menjelaskan, Nyi Roro Kidul disimbolkan sebagai kekuasaan dan keindahan lautan. Menikah dengan Nyi Roro Kidul, kata Dedi, punya maksud bahwa manusia harus melindungi, merawat dan mencintai laut beserta kekayaan yang ada di dalamnya.

Yang menarik, Dedi pernah membuat aturan yang membatasi aktivitas remaja larut malam, bertamu setelah jam tertentu, atau sanksi adat bagi pelanggarnya. Peraturan Daerah yang dibuat Dedi itu mendapat dukungan banyak masyarakat. Peraturan itu dikritik aktivis-aktivis kebebasan sipil.

Memasuki masa jabatan gubernur, Dedi membawa paket kebijakan yang mereplikasi eksperimen Purwakarta ke level provinsi: penyeragaman hari sekolah (Senin–Jumat), jam masuk lebih pagi (adaptif 06.30+), pembatasan aktivitas malam pelajar, serta dorongan integrasi budaya lokal dalam pendidikan. Ia juga cepat membuat gebrakan disiplin birokrasi (misal tindakan terhadap kepala sekolah terkait aturan studi wisata) dan menyoroti tata kelola fasilitas publik. Respons publik beragam—antara apresiasi ketegasan dan kekhawatiran beban implementasi.

Terakhir, kontroversi Dedi terkait dengan penggantian RSUD Al Ihsan menjadi RSUD Welas Asih. Polemik di media sosial saat itu antara yang pro dan kontra cukup lama, berhari-hari. Untuk menengahi hal itu akhirnya Dedi ‘mengalah’. Ia menamakan RSUD Welah Asih dengan simbol kaligrafi huruf Arab ‘Ar Rahman Ar Rahim’.

Dedi memang pintar membuat berita dan kontroversi. Ratusan ribu penggemarnya di Youtube setia memantaunya. Penghasilannya di media sosial ini diduga lebih dari 100 juta per bulan. Pendapatannya dari Youtube ini banyak digunakannya langsung untuk membantu masyarakat yang miskin di Jawa Barat.

Kini Dedi tersandung masalah lagi. Beberapa hari lalu ketika anaknya mengadakan pesta perkawinan di Garut, terjadi musibah. Tiga korban meninggal akibat masyarakat berdesak-desakan untuk menikmati makanan gratis di sana.

Akankah Dedi nanti akan menjadi aktor politik nasional atau berhenti jadi aktor politik daerah? Waktu yang akan menjawabnya. Wallahu alimun hakim. []



Tim redaksi 
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Inilah Hitam Putih Dedi Mulyadi Gubernur Jawa Barat

Trending Now

Iklan

iklan