Inilah Rahasia Rabiulawal: Syukur atas Kelahiran, Bukan Ratapan Wafatnya Rasulullah Saw

Redaksi
September 05, 2025 | September 05, 2025 WIB Last Updated 2025-09-05T06:14:51Z
Depok,detiksatu.com _Rabiulawal merupakan salah satu bulan yang mulia dan agung dalam sejarah Islam. Pada bulan inilah Nabi Muhammad Saw dilahirkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Umat Islam di berbagai belahan dunia memperingati kelahiran beliau dengan beragam kegiatan, seperti membaca sirah nabawiah, bersedekah, mengadakan pengajian, serta berbagai amal kebajikan lainnya yang mencerminkan rasa syukur dan kebahagiaan atas kelahiran Rasulullah Saw.

Namun demikian, dalam tulisan ini penulis tidak akan membahas persoalan hukum peringatan kelahiran Nabi Saw yang populer disebut Maulid Nabi Muhammad Saw. Hal ini disebabkan, pertama, karena masalah tersebut merupakan bagian dari persoalan khilafiah yang telah banyak dibicarakan dalam berbagai forum keilmuan. Kedua, terdapat persoalan yang jauh lebih besar dan mendesak yang tengah dihadapi umat Islam pada masa kini.

Oleh karena itu, tidaklah tepat apabila energi umat terus-menerus tersita dalam perdebatan yang bersifat musiman, yakni perdebatan yang muncul setiap kali memasuki bulan Rabiulawal, sementara tantangan utama umat justru menuntut perhatian yang lebih serius dan berkelanjutan.

Penulis berpendapat bahwa siapa pun yang menganggap peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw sebagai bidah sehingga terlarang untuk dilaksanakan, memiliki landasan argumentasi (dalil) yang ia yakini.

Demikian pula, siapa pun yang memandangnya sebagai bidah hasanah—yang boleh bahkan baik untuk dilaksanakan—juga memiliki argumentasi (dalil) yang mendukung pendapatnya.

Dengan demikian, persoalan ini sesungguhnya berada dalam ranah ijtihādiyyah, yang masing-masing pendapat memiliki sisi kebenaran sekaligus kemungkinan salah.

Hemat penulis, sikap yang paling bijak adalah mengambil jalan tengah: bagi yang ingin memperingati Maulid Nabi Saw, dipersilakan melaksanakannya dengan baik, penuh adab, dan sopan santun tanpa menyalahkan ataupun memaksa orang lain. Sebaliknya, bagi yang tidak ingin memperingatinya pun dipersilakan, selama tidak mengganggu mereka yang memilih untuk melaksanakannya.

Dalam tulisan ini, penulis ingin menyampaikan kesan seputar bulan Rabiulawal. Salah satu kesan yang patut dicatat adalah bahwa di antara keistimewaan umat Islam terdapat fakta bahwa tidak ada tradisi “peringatan” wafatnya Nabi Muhammad Saw.

Maklum diketahui bahwa, makna bersaksi bahwa Nabi Muhammad Saw adalah hamba dan utusan Allah adalah mengetahui, meyakini, mengimani, dan membenarkan bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf—yang dilahirkan di Makkah dan wafat di Madinah—adalah hamba Allah dan utusan-Nya untuk seluruh alam semesta, baik jin maupun manusia. Beliau adalah penutup para nabi dan rasul Allah. Dengan demikian, ulama dan umat Islam sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw dilahirkan di Makkah dan wafat di Madinah.

Namun, perbedaan pendapat para ulama dan ahli sejarah tidak hanya menyangkut hari, bulan, dan tahun kelahiran Nabi Saw, tetapi juga mengenai apakah beliau dilahirkan pada malam hari atau pagi hari. Pendapat yang paling populer menyatakan bahwa kelahiran beliau terjadi pada tanggal 12 Rabiulawal. Sementara itu, al-Mas‘ūdī berpendapat pada tanggal 8 Rabiulawal, dan Maḥmūd al-Falakī berpendapat pada tanggal 9 Rabiulawal.

Demikian pula mengenai wafatnya Nabi Saw, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah. Sebagian berpendapat beliau wafat pada hari Ahad, sebagian lainnya menyatakan Senin pagi, bahkan ada yang berpendapat Senin siang, tepatnya pada tanggal 12 atau 13 Rabiulawal tahun ke-11 Hijriah.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Nabi Saw dilahirkan pada bulan Rabiulawal. Atas dasar inilah peringatan kelahiran beliau secara umum dilaksanakan pada bulan tersebut, meskipun terdapat perbedaan penentuan tanggal di berbagai negara. Merujuk pada kalender nasional di Indonesia, peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw ditetapkan setiap tanggal 12 Rabiulawal.

Sementara itu, umat Islam di Iran, misalnya, merayakan Maulid Nabi Saw pada dua tanggal berbeda: 12 Rabiulawal yang diperingati oleh mayoritas Sunni dan sebagian Syiah, serta 17 Rabiulawal yang diperingati oleh mayoritas Syiah. Rentang waktu antara kedua tanggal tersebut dikenal sebagai Ḥafteh Waḥdat atau “Pekan Persatuan,” yaitu momentum yang dimaknai sebagai upaya memperkuat semangat persaudaraan dan persatuan antarmazhab dalam Islam.

Walaupun Nabi Muhammad Saw dilahirkan dan wafat pada bulan yang sama, yaitu Rabiulawal, umat Islam hanya memperingati kelahirannya, bukan kewafatannya.

Hal ini dapat dipahami karena kelahiran beliau merupakan anugerah agung bagi seluruh alam. Dengan kelahiran Nabi Saw, cahaya petunjuk dan risalah Islam hadir untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Adapun wafat beliau, meskipun merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam, dipandang sebagai peristiwa yang menimbulkan kesedihan mendalam bagi umat. Islam tidak menekankan pada peringatan kesedihan, melainkan pada penguatan keteladanan hidup beliau yang harus dijadikan pedoman.

Karena itu, umat Islam lebih memilih untuk mengekspresikan rasa syukur dan kebahagiaan atas kelahiran Nabi Saw, daripada larut dalam duka mengenang kewafatannya.

Selain itu, tidak adanya peringatan wafatnya Nabi Saw juga menunjukkan bahwa beliau adalah nabi dan rasul terakhir (khātam al-nabiyyīn). Tidak akan ada nabi atau rasul yang datang setelahnya.

Dengan demikian, syariat yang dibawa beliau adalah syariat terakhir yang menyempurnakan syariat-syariat nabi dan rasul sebelumnya, dan syariat Nabi Saw bersifat final. Inilah pesan penting bahwa risalah Islam berlaku universal, abadi, dan tidak akan tergantikan.

Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki menulis dalam Muḥammad al-Insān al-Kāmil-nya:

الشريعة الإسلامية هي أكمل وأشرف وأشمل رسالة للهداية، وهي الشريعة التي ختم الله بها شرائع السماء، وجعلها خالدة، وكتب لها البقاء إلى أن يرث الله الأرض؛ لذا كانت ثابتة مستمرة، قوية البناء، محكمة النظام، وافية بحاجة الأفراد والجماعات.

“Syariat Islam adalah risalah petunjuk yang paling sempurna, paling mulia, dan paling menyeluruh. Ia merupakan syariat yang dengannya Allah menutup seluruh syariat samawi, menjadikannya abadi, dan menulis takdirnya untuk tetap berlaku hingga Allah mewarisi bumi. Karena itu, syariat ini bersifat tetap dan berkesinambungan, kokoh bangunannya, teratur sistemnya, serta mampu memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok.”


Ahmad Syauqi berkata, sebagaimana dikutip oleh Syaikh Ali al-Shabuni dalam Al-Tibyān Fī ‘Ulūm al-Qur’ān:

جاء النبيون بالايات فانصرمت # وجئتنا بكتاب غير منصرم

اياته كلما طال المدى جدد # يزينهن جمال العتق والقدم

Para nabi terdahulu datang membawa mukjizat-mukjizat yang kemudian berakhir,

sedangkan engkau datang kepada kami dengan Kitab yang tidak akan pernah berakhir.

Ayat-ayatnya, semakin panjang rentang waktu berlalu, semakin tampak segar,

dihiasi oleh keindahan yang abadi dan kemuliaan yang terus bertambah dengan perjalanan zaman.

Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat abadi Nabi Muhammad Saw. Jika mukjizat para nabi sebelumnya bersifat temporal dan berakhir dengan wafatnya mereka, maka Al-Qur’an tetap hidup, segar, dan relevan sepanjang zaman.

Keabadian Al-Qur’an sebagai dasar syariat Islam memberi kesan kuat bahwa pembawanya pun, yakni Rasulullah Saw, tetap “hidup” dalam arti spiritual dan kehadirannya senantiasa membimbing umat.

الأنبياءُ أحياءٌ في قُبورِهم يُصلُّونَ. وفي روايةٍ: إنَّ الأنبياءَ لا يُترَكونَ في قُبورِهم بعدَ أربعينَ لَيلةً، ولكنَّهم يُصلُّونَ بينَ يدَيِ اللهِ حتى يُنفَخَ في الصُّورِ.

Para nabi itu hidup di dalam kubur mereka; mereka melaksanakan shalat. Dan dalam sebuah riwayat disebutkan: Sesungguhnya para nabi tidaklah dibiarkan di dalam kubur mereka setelah empat puluh malam, melainkan mereka senantiasa shalat di hadapan Allah hingga ditiup sangkakala. (HR. Al-Bazzar dari Sahabat Anas bin Malik Ra.)

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa bulan Rabiulawal memiliki kedudukan istimewa karena di bulan inilah Nabi Muhammad Saw dilahirkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Walaupun terdapat perbedaan pendapat mengenai tanggal kelahiran dan wafatnya beliau, umat Islam sepakat untuk memperingati kelahiran Nabi Saw sebagai bentuk rasa syukur, bukan kewafatannya yang membawa kesedihan.

Hal ini sekaligus menegaskan bahwa Islam lebih menekankan penguatan keteladanan dan syariat yang dibawa beliau sebagai penutup para nabi, bukan tradisi berkabung. Keabadian Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi Saw semakin menegaskan universalitas dan keberlangsungan risalah Islam sepanjang zaman, sehingga umat senantiasa memiliki pedoman hidup yang abadi dalam menjalani kehidupan. Demikian, wallāhu a’lam.[]
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Inilah Rahasia Rabiulawal: Syukur atas Kelahiran, Bukan Ratapan Wafatnya Rasulullah Saw

Trending Now