Sudah Taat Perintah Allah tapi Hidup Penuh Masalah?

Redaksi
Agustus 31, 2025 | Agustus 31, 2025 WIB Last Updated 2025-08-31T11:23:15Z
Jakarta,detiksatu.com _Sudah rutin shalat, tapi hidup masih saja susah. Sudah gemar sedekah, tapi hidup masih banyak problem. Sudah melazimkan puasa, tapi hidup masih tak bahagia. Mengapa?


Kerap hal-hal seperti ini menjadi tanda tanya. Muncul pemikiran bahwa sudah berusaha taat Allah SWT tapi Dia masih saja ‘enggan’ menolong. Bahkan ada yang sesumbar mengatakan ibadah tak berguna. Karena tak ada relevansi dan impak pada kenikmatan dunia yang diharapkan insan. Benarkah demikian?

Pemikiran seperti di atas perlu ditelaah ulang. Karena terkait erat dengan pola pikir mendasar tentang makna ibadah pada Allah SWT. Anugerah akal yang dipergunakan untuk berpikir mendalam dapat menuntun insan pada kesadaran hakikat diri dan kehidupan. Bahwa setiap insan, hewan, tumbuhan dan apapun yang ada di dunia ini berkarakteristik lemah, terbatas, serba kurang dan butuh pada selain dirinya. Ini adalah karakteristik makhluk (sesuatu yang diciptakan).

Pemikiran ini mengkristalkan keyakinan insan bahwa ada kekuatan yang lebih darinya, yang mustahil lebih rendah atau sama dengan dirinya. Kekuatan tersebutlah yang menciptakan dirinya yaitu sang Khaliq (Pencipta). Alam semesta beserta segala isinya menjadi bukti tak terbantahkan keberadaan Al Khaliq yaitu Allah Yang Maha Sempurna. Allah SWT berfirman:

اِنَّ فِىۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ وَاخۡتِلَافِ الَّيۡلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الۡاَلۡبَابِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (QS. Ali Imran ayat 190).

Keyakinan ini menjadikan diri paham bahwa kehidupan hanya untuk menghamba dan berbakti pada Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah SWT:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (QS. Adz Zariyyat ayat 56).

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al An’am ayat 162).

Menghamba dengan Taat dan Iltizam pada Syariat Islam

Menghamba pada Allah haruslah ada ruh (kesadaran hubungan dengan Allah). Artinya melaksanakan ibadah dengan ikhlas (semata untuk Allah) disertai dengan keyakinan Allah melihat, mendengar dan mengawasi dirinya (ihsan). Allah SWT berfirman:

بَلٰى مَنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهٗٓ اَجْرُهٗ عِنْدَ رَبِّهٖۖ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَࣖ ۝١١٢

Tidak demikian! Orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah serta berbuat ihsan, akan mendapat pahala di sisi Tuhannya, tidak ada rasa takut yang menimpa mereka, dan mereka pun tidak bersedih (QS. Al Baqarah ayat 112).

Ya, bagi yang ikhlas dan ihsan senantiasa berusaha beribadah untuk meraih ridha dan kasih sayang Allah. Artinya qimatul amal (nilai perbuatan) dari ibadah adalah qimah ruhiyah (nilai ruhiyah). Disempurnakan dengan mengikatkan diri pada syariat Allah secara kaffah (amal saleh). Allah SWT berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. An Nahl ayat 97).

Ikhlas, ihsan dan sesuai syariat Allah SWT, akan menjadikan hamba menunaikan ibadah dengan semangat dan bahagia karena Allah. Dirinya tak sedih karena Allah akan membalas amal sebaik-baiknya menurut ilmuNya bukan dengan akal dan perasaannya yang terbatas. Dirinya tak akan takut dengan celaan manusia dan tak mengharap pujian dan balasan manusia. Masalah kehidupan dianggap sebagai ujian yang akan menghapus dosa-dosanya dan meninggikan derajat di sisiNya. Keniscayaan dirinya mendapatkan kehidupan yang baik (ketenangan) di dunia. Di akhirat pun telah Allah sediakan balasan terbaik. Karena Allah tak pernah menyia-nyiakan amal.

Justru yang ditakutkan adalah kesia-siaan amal (tertolak) jika ibadah ditujukan untuk qimah maddiyah (nilai materi). Misal menegakkan shalat dengan tujuan agar banyak rezeki; melaksanakan puasa agar tercapai keinginan/hajat; berzikir agar mudah dan lancar urusan dan sebagainya. Kesia-siaan amal jika ibadah ditujukan untuk pujian dan pengagungan manusia (riya dan sum’ah).

Pun kesia-siaan amal jika ibadah ditujukan untuk capaian kebahagiaan pribadi yang bersifat duniawi. Di dunia bisa jadi mendapatkan itu semua. Tapi kepastian menjadi penyesalan karena Allah SWT tak memberikan balasan ibadah (pahala) di akhirat. Padahal kenikmatan duniawi hanya sedikit. Allah SWT berfirman:

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۝١٦

Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, sia-sialah apa yang telah mereka usahakan (di dunia), dan batallah apa yang dahulu selalu mereka kerjakan (QS. Hud ayat 16).

Yang harus dipahami menghamba dan berbakti pada Allah mencakup hablumminallah (ibadah ritual, seperti shalat, puasa, zikir, haji dan sebagainya), hablun bin nafs (makanan, minuman, pakaian dan akhlak), juga hablumminannas (pendidikan, ekonomi, pergaulan, sosial, budaya, dan sebagainya). Di sinilah pentingnya thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu) untuk memahami syariat Islam. Wallahu a’lam bish-shawab.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Sudah Taat Perintah Allah tapi Hidup Penuh Masalah?

Trending Now