"Untuk kasus ini seyogyanya JPU yang tidak menjalankan fungsinya dianggap bermasalah, dan perlu dapat hukuman apalagi sejak 2019 belum melakukan penangkapan kepada yang bersangkutan (Silfester)," kata Hudi kepada detiksatu.com saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (6/9/2025).
Hukuman yang dimaksud, kata Hudi, yaitu sanksi administrasi kepada pihak Kejari Jaksel seperti penurunan pangkat dan lain-lain.
"Memang kalau belum ditahan tidak ada batasan waktu, Kejagung dapat mengganti JPU dengan JPU yang lainnya," jelas Hudi.
Tak hanya itu, menurut dia, pengajuan pencekalan dari Kejagung penting dilakukan agar Silfester yang merupakan bos relawan Jokowi itu tak bisa melarikan diri ke luar negeri. Hingga saat ini, Kejagung masih belum mengajukan pencekalan terhadap Silfester kepada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Oleh karena itu, Kejagung perlu mengambil tindakan, yaitu memberi sanksi ke JPU Kejari Jaksel yang tidak menjalankan fungsinya, mengajukan pencekalan, dan menangkap Silfester sehingga nama baik Kejaksaan kembali menjadi baik akibat selama ini Kejari Jaksel tidak menjalankan fungsinya," tegas Hudi.
Sebelumnya, Kejagung menyebut telah meminta Kejari Jaksel untuk mengeksekusi Silfester Matutina yang telah divonis 1,5 tahun penjara dalam kasus pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun hingga kini, eksekusi belum juga dilakukan.
“Kami sudah menyarankan untuk melakukan eksekusi, tapi sepenuhnya ada di kewenangan jaksa eksekutor, yaitu Kejari Jakarta Selatan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, di Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Menurut Anang, meski Kejagung memberikan arahan, pelaksanaan eksekusi terpidana merupakan tanggung jawab penuh Kejaksaan Negeri. Ia menegaskan bahwa Kejagung tidak melakukan pembiaran.
“Sepenuhnya kewenangan jaksa eksekutor. Kejagung tidak mengintervensi,” ujarnya.
Silfester Matutina sebelumnya telah divonis bersalah melalui putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 287 K/Pid/2019, yang dibacakan pada 20 Mei 2019. Ia dinyatakan bersalah melanggar Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan Pasal 310 Ayat 1 KUHP terkait kasus pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla. Putusan itu dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang diketuai Andi Abu Ayyub Saleh, dengan anggota Eddy Army dan Gazalba Saleh.
Meski telah berkekuatan hukum tetap, Silfester belum pernah menjalani masa hukuman. Bahkan saat dijadwalkan hadir dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ia mangkir.
Desakan untuk segera dilakukan eksekusi kembali mencuat setelah pakar telematika Roy Suryo bersama sejumlah aktivis mengajukan permohonan resmi ke Kejari Jakarta Selatan pada 30 Juli 2025. Roy meminta jaksa segera melaksanakan putusan yang sudah lama inkrah.
Perkara ini bermula dari laporan 100 advokat terhadap Silfester pada Mei 2017. Ia dinilai mencemarkan nama baik Jusuf Kalla lewat pernyataannya di ruang publik.
Hingga kini, publik mempertanyakan alasan Kejari Jakarta Selatan belum juga melaksanakan perintah eksekusi terhadap Silfester, meski Kejagung menyatakan instruksi sudah diberikan.