Saudaraku,
Adalah tepat jika ada yang berkata amalan hati atau kualitas batin yang terdapat pada diri seseorang sangatlah penting dalam meraih ridha Allah Azza wa Jalla, meski hal ini bukan berarti mengabaikan amalan ibadah yang dilakukan secara fisik (lahiriah). Karena ibadah lahiriah yang baik bersumber dari hati yang baik pula, pantas jika Ibnul Qayyim mengatakan,
ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻘﻄﻊ ﻣﻨﺎﺯﻝ ﺍﻟﺴﻴﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﻭﻫﻤﺘﻪ ، ﻻ ﺑﺒﺪﻧﻪ ، ﻭﺍﻟﺘﻘﻮﻯ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ؛ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ ﻻ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﺠﻮﺍﺭﺡ
“Sesungguhnya hamba hanya mampu melalui berbagai tahapan menuju ridha Allah dengan hati dan tekad yang kuat, bukan dengan amalan lahiriah semata. Ketakwaan yang hakiki adalah ketakwaan yang bersumber dari dalam hati, bukan ketakwaan yang hanya berpaku pada amalan lahiriah.”
(Madaarij as-Saalikiin)
Saudaraku,
Salah satu amalan hati yang patut kita adalah sifat _qana’ah_ yang berarti ridha terhadap segala bentuk pemberian Allah azza wa Jalla yang telah ditetapkan, tidak dihinggapi ketidakpuasan, tidak pula perasaan kurang atas apa yang telah diberikan. Tahu bahwa segala rezeki telah diatur dan ditetapkan oleh Allah azza wa Jalla, sehingga hasil yang akan diperoleh sebagai ‘imbal jasa’ dari usaha yang dicurahkan tidak akan melebihi apa yang telah ditakdirkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada hamba-Nya. Dia-lah yang menetapkan siapa saja di antara hamba-Nya yang memiliki kelapangan rezeki, dan siapa di antara mereka yang memiliki kondisi sebaliknya. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Rabb-mu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”
(QS Al-Israa: 30)
Saudaraku,
Dengan sifat _qana’ah_ hati seorang hamba akan dipenuhi dengan keimanan, yakin kepada Allah Azza wa Jalla serta ridha atas apa yang telah Dia tentukan, dan atas apa yang telah Dia bagi...
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كن ورعًا تكن أعبد الناس، وكن قنعًا تكن أشكر الناس
“Jadilah seorang yang wara’, niscaya engkau menjadi manusia yang paling baik dalam beribadah. Dan jadilah seorang yang qana’ah, niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur.”
(Shahih. HR. Ibnu Majah).
Seorang yang _qana’ah_ terhadap rezeki yang diterima niscaya akan bersyukur kepada Allah. Dia menganggap dirinya sebagai orang yang kaya. Sebaliknya, jika tidak berlaku _qana’ah,_ yang ada adalah perasaan merasa senantiasa kurang, menganggap sedikit pemberian Allah Azza wa Jalla, sehingga akan mengurangi keimanan atau bahkan mengundang murka Allah Azza wa Jalla...
Ahli hikmah mengatakan,
وجدت أطول الناس غمًّا الحسود، وأهنأهم عيشًا القنوع
“Saya menjumpai bahwa orang yang paling banyak berduka adalah mereka yang ditimpa penyakit dengki. Dan yang paling tenang kehidupannya adalah mereka yang dianugerahi sifat _qana’ah._”
(Ihya ‘Uluum ad-Diin)
Saudaraku,
Kekayaan hakiki itu letaknya di hati, yaitu sifat _qana’ah_ atas rezeki yang telah diberikan Allah Azza wa Jalla, bukan terletak pada kuantitas harta...
Tolok ukur kaya dan miskin itu terletak di hati. Siapa yang kaya hati, tentu akan hidup dengan nyaman, penuh kebahagiaan dan keridhaan. Sedangkan seorang yang miskin hati, meski memiliki segala apa yang ada di bumi niscaya akan tetap memandang selalu tidak pernah cukup. Demikianlah, _qana’ah_ pada hakikatnya adalah kaya hati, kenyang dengan apa yang ada di tangan, tidak tamak, dan tidak pula cemburu dengan harta orang lain. Dalam sebuah hadits disebutkan,
شَرفُ المؤمِنِ قيامُ اللَّيلِ وعزُّهُ استِغناؤُهُ عنِ النَّاسِ
“Kehormatan seorang mukmin terletak pada shalat malam dan kemuliaannya terletak pada ketidakbergantungannya pada manusia.”
(Shahih al-Isnad. HR. al-Hakim)
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa _qana'ah_ untuk meraih ridha-Nya...
Aamiin Ya Rabb.
_Wallahua'lam bishawab_

