Nurlette: Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, MKD DPR Melampaui Kewenangan

Redaksi
Oktober 31, 2025 | Oktober 31, 2025 WIB Last Updated 2025-10-31T16:27:18Z
Jakarta,detiksatu.com _ Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik Indonesia, Paman Nurlette, menilai sikap Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menolak permohonan pengunduran diri politisi Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, sebagai anggota DPR periode 2024–2029 merupakan tindakan sewenang-wenang, dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Nurlette, Keputusan yang diambil dari hasil rapat internal MKD yang digelar secara tertutup pada Rabu (29/10/2025), setelah membahas surat dari Majelis Kehormatan Partai Gerindra Nomor 10-043/B/MK-GERINDRA/2025 tertanggal 16 Oktober 2025 mengkonfirmasikan MKD DPR RI telah melampaui kewenangan karena bukan tupoksinya.

"MKD DPR melanggar hukum, karena tidak berwenang tolak pengunduran diri Rahayu Saraswati sebagai anggota DPR. Tugas MKD terkait pengaduan pelanggaran etik anggota, bukan memutuskan masalah pengunduran diri anggota. Bahkan sebetulnya pengusulan pengunduran langsung dari Ketum atau Sekjen kepada pimpinan DPR bukan dari MK partai ke MKD DPR", ujar Paman Nurlette dalam keterangan tertulis, Jumat (31/10/2025)

Nurlette menjelaskan, tupoksi MKD dan mekanisme pemberhentian pengunduran diri anggota DPR RI telah termaktub secara eksplisit di dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana perubahannya dan Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2020 tentang Tatib.

MKD DPR RI sebagai penjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, berwenang memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak terhadap pengaduan dugaan pelanggaran berdasarkan kelengkapan alat bukti sesuai amanat norma Pasal 130 Undang-undang MD3.

"Ketentuan Pasal 122 MKD bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan pelanggaran anggota terkait tidak melaksanakan kewajiban, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan sebagai anggota DPR selama 3 bulan berturut-turut tanpa keterangan yang sah, serta ketentuan lainnya bukan mengurusi pengunduran diri anggota", katanya. 

Nurlette menambahkan, dalam Undang-undang MD3 dan Tata Tertib DPR RI mengenal Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu, dan Pemberhentian Sementara. 
Berdasarkan Pasal 239 UU MD3 dan Pasal 14 Tatib DPR menyebutkan Anggota DPR berhenti antarwaktu karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.

Menurut Pasal 240 UU MD3, pemberhentian anggota DPR terkait pengunduran diri tidak melalui pertimbangan MKD, melainkan diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden. Paling lama 7 Hari sejak diterimanya usulan pemberhentian, pimpinan DPR wajib menyampaikan usul pemberhentian anggota DPR kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian.

"Pemberhentian karena mundurkan diri dan diberhentikan dua mekanisme berbeda. Anggota berhenti karena pengunduran diri, diusulkan pimpinan parpol kepada pimpinan DPR dan tembusan ke Presiden untuk mendapat peresmian paling lama 14 hari. Sementara berhenti karena diberhentikan proses melalui MKD berdasarkan pengaduan maupun tidak", tegas Nurlette.

Lebih lanjut, Nurlette menyebut
berdasarkan Pasal 243, setelah pimpinan DPR menyampaikan nama anggota DPR yang diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti kepada KPU. Maka KPU menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu
kepada pimpinan DPR paling lama 5 hari sejak diterimanya surat
pimpinan DPR. Kemudian pimpinan DPR menyampaikan nama anggota DPR yang diberhentikan dan nama calon pengganti kepada Presiden.

"Setelah menerima nama anggota DPR yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari pimpinan DPR, maka Presiden meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan Presiden. Kemudian dilanjutkan pengucapan sumpah/janji dan prosesi memangku jabatan", pungkas Nurlette.

Ia juga menegaskan MKD mempunyai kewenangan lain dalam memutuskan pelanggaran yang tidak memerlukan pengaduan berupa ketidakhadiran anggota dalam rapat DPR yang menjadi kewajibannya, tertangkap tangan melakukan tindak pidana, atau terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap.

"MKD DPR juga berwenang menindaklanjuti atau menolak pengaduan pelanggaran terhadap anggota dan atau memutuskan pelanggaran tanpa pengaduan, tetapi berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum dan etika", ujar Nurlette.

Nurlette menambahkan MKD DPR semestinya memahami tugas, fungsi dan kewenangan dengan baik sebelum melakukan tindakan hukum. Ia menilai pengambilan keputusan MKD DPR masih mempertahankan status Rahayu Saraswati sebagai anggota DPR merupakan preseden buruk Ketatanegaraan, dan telah merusak aturan hukum yang berlaku dalam internal lembaga. 

"Saya menilai keputusan MKD DPR dipengaruhi beberapa faktor yaitu ketidaktahuan, intervensi politik dan atau sengaja melanggar hukum demi kepentingan pragmatis. Jadi tindakan sewenang-wenang MKD DPR tetap tidak beralasan menurut hukum, sehingga keputusannya tidak sah dan ilegal", tutupnya.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Nurlette: Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, MKD DPR Melampaui Kewenangan

Trending Now

Iklan

iklan