Lebak, detiksatu.com || Penetapan mantan Ketua KPU Lebak periode 2019–2024, Ni’matullah, sebagai calon Direktur Perumdam Tirta Kalimaya menuai sorotan tajam dari kalangan aktivis. Meski disebut telah melalui mekanisme seleksi, publik diminta tidak menutup mata terhadap potensi konflik kepentingan dan aroma politis di balik pengisian jabatan strategis BUMD tersebut.
Ketua Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) Banten, Muhamad Yusuf, menilai proses seleksi direksi BUMD di Lebak terkesan hanya formalitas administratif yang miskin transparansi substansial.
“Kami tidak sedang mempersoalkan personal Ni’matullah, tapi publik berhak curiga. Mantan Ketua KPU, lalu tiba-tiba masuk ke jabatan strategis BUMD, ini rawan konflik kepentingan dan berpotensi mencederai etika demokrasi,” tegas Yusuf, Senin (29/12/2025).
Yusuf yang juga mantan Ketua BEM Universitas Indraprasta (Unindra) menyebut, narasi seleksi ketat kerap dijadikan tameng untuk menutup praktik penempatan orang-orang dekat kekuasaan di tubuh BUMD.
“Kalau memang seleksi ini murni profesional, buka ke publik seluruh nilai, rekam jejak, dan alasan penetapan. Jangan hanya bilang ‘sudah lewat proses’. Proses tanpa transparansi itu kosong,” katanya.
Ia juga menyoroti kondisi Perumdam Tirta Kalimaya yang selama ini dinilai gagal memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, sebagaimana diakui langsung oleh Bupati Lebak terkait tingginya biaya operasional dan rendahnya pendapatan.
“PDAM ini bermasalah dari hulu ke hilir. Jangan sampai penunjukan direksi baru hanya jadi proyek politik pasca-pilkada, sementara masalah pelayanan air bersih tetap dibiarkan,” ujarnya keras.
Menurut Yusuf, latar belakang Ni’matullah sebagai eks penyelenggara pemilu seharusnya membuat pemerintah daerah lebih berhati-hati agar tidak memunculkan persepsi publik bahwa jabatan BUMD dijadikan “hadiah” kekuasaan.
“BUMD bukan tempat parkir elite. Kalau kinerja PDAM ke depan tidak membaik, maka penunjukan ini patut dicurigai sebagai bagian dari transaksi politik, bukan reformasi manajemen,” tandasnya.
JAN Banten mendesak Bupati Lebak untuk tidak sekadar menerbitkan SK dan melakukan pelantikan, tetapi juga membuka ruang pengawasan publik serta menetapkan target kinerja yang jelas dan terukur.
“Kalau gagal, jangan ragu evaluasi bahkan copot. Air bersih adalah hak rakyat, bukan alat kompromi politik,” pungkas Yusuf. (Jul/Red)

