“Sehubungan dengan bencana alam yang menimpa Provinsi Sumatera Barat, yang mengakibatkan duka mendalam bagi warga Sumbar, maka pernikahan putra kami yang sedianya dilaksanakan 6-7 Desember 2025 kami batalkan,” ungkap Gubernur Mahyeldi seperti diunggah dalam akun instagram @dailymahyeldi dikutip Rabu (03/12/2025).
Dalam unggahannya, Gubernur Mahyeldi didampingi sang istri, Ny Hj Harneli Bahar. Mahyeldi mengungkapkan, di tengah bencana alam banjir bandang dan longsor yang terjadi di Sumbar telah merenggut banyak korban jiwa serta memaksa ribuan warga mengungsi.
“Kami merasa tidak pantas rasanya merayakan kebahagiaan ketika saudara kita sedang berjuang dan berduka,” kata politisi PKS itu.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Wali Kota Padang itu juga meminta maaf kepada kerabat dan undangan, dimana sebelumnya pihak keluarga telah menyebarkan undangan.
Mahyeldi mengajak semua pihak untuk tetap bersatu padu dan kompak dalam menangani bencana alam yang menimpa Sumatera Barat dan juga dua provinsi lainnya yakni Sumatera Utara dan Aceh.
“Kami mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk memperkuat solidaritas dan saling membantu, hingga keadaan kembali pulih,” kata Mahyeldi.
Izin Kemenhut Penyebab Banjir
Dalam kesempatan terpisah, Mahyeldi Ansharullah mengatakan izin hak atas tanah yang diberikan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kepada pihak ketiga salah satu penyebab terjadinya banjir dan longsor di Sumatera.
Sebab, kata dia, lewat izin itu penggunaan lahan di daerah-daerah, khususnya Sumatra Barat, menjadi tidak terkendali.
“Ini adalah salah satu penyebab tidak terkendalinya penggunaan lahan di daerah-daerah kita ini,” kata Mahyeldi dalam Program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (03/12/2025).
Mahyeldi mengaku sempat melayangkan protes kepada Kementerian Kehutanan. Saat itu, kata dia, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat meminta Kementerian Kehutanan untuk mempertimbangkan kerja sama tersebut.
“Ini adalah yang sempat kita protes waktu itu ke Kementerian, supaya ini dipertimbangkan,” ucap Mahyeldi.
Karena itu, Mahyeldi menilai, ke depan perlu ada rencana atau aturan yang lebih komperhensif dari Kementerian Kehutanan terkait penggunaan hak atas tanah untuk pihak ketiga.
Minimal, lanjut dia, Kementerian Kehutanan meminta izin terlebih dahulu kepada pemerintah daerah sebelum memberikan hak atas tanah.
“Karena kalau kita lihat dari segi peraturan, seperti ada kemudahan masyarakat, penggunaan hak atas tanah untuk (Kementerian Kehutanan) bekerja sama dengan pihak ketiga, tanpa seizin daripada kita di daerah,” ucap Mahyeldi.[]

