Tangsel, detiksatu.com || Di tengah derasnya gelombang digitalisasi ekonomi dan invasi teknologi finansial global, nama Raden Mas (RM) Margono Djojohadikusumo nyaris tenggelam di kalangan generasi muda. Padahal, menurut dekan fakultas ekonomi dan bisnis,prof.Ibnu Qizam S.E M.si Ak.Ca. Margono adalah sosok kunci yang tak tergantikan dalam perjalanan sejarah keuangan Indonesia.
“Beliau bukan cuma pendiri Bank Negara Indonesia, tapi juga arsitek awal sistem keuangan republik ini,”ungkap Dekan fakultas ekonomi dan bisnis prof.Ibnu qizam , pada (14/5/2025).
Untuk mengenang kiprah RM. Margono, akan diselenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Perintis dan Kepeloporan R.M. Margono Djojohadikusumo dalam Melatakan Fondasi Sistem Keuangan Modern untuk Pembangunan Perekonomian Indonesia,” yang dijadwalkan pada Kamis (15/5/2025) bertempat di UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.
Seminar ini bukan sekadar bentuk penghormatan hostoris, namun dibaliknya tersimpan misi besar yang diusung untuk mendorong pengakuan resmi negara terhadap Margono sebagai Pahlawan Nasional. Sebuah gagasan yang, menurut prof.Ibnu qizam, sudah sangat terlambat namun belum kadaluarsa.
“Melihat jejak RM Margono Djojohadikusumo, sangatlah tepat dan layak untuk dapat diusulkan sebagai pahlawan nasional” ujarnya.
BNI dan Perjuangan Kemerdekaan: Dari Kantor Sederhana ke Pilar Ekonomi Nasional
Tak banyak yang tahu bahwa Bank Negara Indonesia (BNI) yang kini berdiri megah, dulunya lahir dalam kondisi serba darurat di tahun 1946.
“Bayangkan, di tahun pertama kemerdekaan, kita belum punya sistem moneter sendiri. Margono memberanikan diri mendirikan BNI sebagai bank sentral de facto,” kata prof.ibnu qizam SE.M.si.Ak.Ca.
Dalam kondisi ekonomi yang carut-marut pasca kolonialisme dan revolusi fisik, Margono justru menggalang dana untuk menopang perjuangan bangsa melalui institusi perbankan.
Dengan prinsip “berdikari”, Margono menolak sistem kolonial dan menata ulang arah keuangan nasional. Ia melihat bahwa tanpa sistem keuangan yang independen, kemerdekaan hanyalah simbol kosong.
“Itulah mengapa saya sebut beliau sebagai Bapak Perbankan Nasional. Tidak berlebihan jika kita sejajarkan dengan Sjafruddin Prawiranegara atau Sumitro Djojohadikusumo,” ujar qizam
Margono tak hanya berhenti pada pendirian BNI, Ia juga mengusung visi tentang kemandirian ekonomi nasional jauh sebelum istilah itu menjadi jargon populer.
Dalam pandangannya, lembaga keuangan lokal adalah alat perjuangan, bukan semata bisnis. Ia menekankan pentingnya sistem yang tangguh, berwawasan kebangsaan, dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Kalau hari ini kita bicara soal financial inclusion, Margono sudah bicara itu sejak 70 tahun lalu, hanya dengan istilah berbeda,” terangnya .
Mengapa Layak Jadi Pahlawan Nasional?
Prof.Ibnu Qizam menjelaskan, penetapan Margono sebagai pahlawan bukan semata urusan simbolis, melainkan bentuk tanggung jawab sejarah.
“Ada keadilan sejarah yang harus ditegakkan. Kita punya tokoh ekonomi yang kontribusinya konkret, mendalam, dan berdampak panjang bagi bangsa, tapi belum mendapatkan pengakuan layak,” tegasnya
Menurutnya, pengusulan gelar Pahlawan Nasional untuk Margono juga bisa menjadi momentum refleksi kebangsaan.
“Ini bukan soal masa lalu. Ini soal bagaimana kita menempatkan nilai dan perjuangan dalam pembangunan. Generasi sekarang perlu tahu siapa yang dulu menopang negeri ini, bahkan dari sisi ekonomi,” tambahnya.
Pesan untuk Generasi Muda: Jadilah Margono-Margono Baru
Dekan fakultas ekonomi dan bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, prof Ibnu Qizam menyampaikan pesan khusus bagi generasi muda yang hari ini tumbuh dalam kemudahan teknologi.
“Margono itu pejuang sekaligus inovator. Ia tidak punya teknologi canggih seperti sekarang, tapi visinya jauh melampaui zamannya,” katanya.
Di era digitalisasi finansial, ia berharap semangat Margono bisa ditransformasikan menjadi karya nyata yang memperkuat sistem keuangan Indonesia secara inklusif dan berkeadilan.
Jangan cuma jadi pengguna aplikasi keuangan. Jadilah pencipta solusi keuangan yang berpihak pada rakyat kecil, seperti Margono dulu.”
Seminar Nasional ini adalah awal, namun dekan fakultas ekonomi dan bisnis prof Ibnu Qizam berharap bukan akhir. Ia mendorong kajian akademis yang lebih mendalam, publikasi masif, dan gerakan kolektif untuk mengangkat sosok Margono ke panggung nasional.
“Ini bukan sekadar mengenang, tapi membangkitkan semangat bangsa lewat sejarah yang selama ini nyaris terlupakan,” pungkasnya.
Di balik nama besar Djojohadikusumo, ternyata ada sejarah yang selama ini terpendam, sehingga melalui suara seorang akademisi prof.ibnu qizam harapan itu kini mulai menguat—agar Margono tidak hanya hidup dalam catatan seminar, tetapi diakui oleh republik yang ia bantu bangun dari dasar.
Papua muslim