Iklan

TRAGEDI SUNYI DARI TIMUR: Anak Pulau Kera Kecam Bupati Kupang — “Harus Mengalah! Teriakan Kami: STOP Rencana Relokasi Tanah Kami!”

Redaksi
Senin, Juni 09, 2025 | Senin, Juni 09, 2025 WIB Last Updated 2025-06-09T09:36:41Z
Pulau Kera, neodetik.com || Tangisan dan teriakan memilukan menggema dari ruang kelas sederhana di Pulau Kera. Anak-anak sekolah dasar yang biasanya sibuk belajar membaca dan berhitung, kini menyuarakan satu kalimat besar yang mengguncang hati siapa pun:

“Kami tidak mau direlokasi! Ini tanah kami! Bupati harus mengalah!”



Seruan ini muncul setelah rencana Bupati Kupang, Yosef Lede, untuk merelokasi seluruh warga Pulau Kera demi proyek konservasi laut dan pengembangan pariwisata. Yang mengejutkan adalah, suara penolakan kini bukan hanya datang dari para orang tua dan tokoh masyarakat — tetapi dari anak-anak SD yang kini berdiri paling depan mempertahankan kampung halamannya.



“Kami Akan Ikut Aksi Kalau Bupati Belum Batalkan Relokasi”

Dalam wawancara di lingkungan sekolah, beberapa siswa kelas 4 dan 5 mengungkapkan isi hati mereka dengan suara yang serak dan mata penuh air mata.

“Kalau Bupati belum batalkan relokasi, kami akan ikut aksi sama bapa dan mama,” ucap mereka kompak 8 juni 2025.



Guru-guru yang menyaksikan momen ini tak kuasa menahan air mata. Seorang guru yang enggan disebutkan namanya berkata:

“Kami tidak pernah mengajarkan anak-anak untuk melawan. Tapi mereka tahu betul apa yang sedang terjadi. Mereka takut kehilangan rumah, sekolah, dan masa kecil mereka.”




Tangisan Itu Nyata, Teriakan Itu Serius

Di luar sekolah, para orang tua berkumpul sambil memeluk anak-anak mereka. Spanduk-spanduk sederhana dibentangkan, bertuliskan:

“Bupati Jangan Rampas Masa Depan Anak Kami!”
“Tanah Ini Hidup Kami. Bukan Proyek!”

Suasana haru menyelimuti pulau. Ibu-ibu menyanyikan lagu-lagu adat sambil mendekap anak-anak mereka yang masih berpakaian seragam sekolah.

 “Kami bukan menolak pembangunan. Tapi jangan hancurkan masa depan anak-anak kami dengan mencabut mereka dari tanah leluhur,” ujar warga secara kompak.




Tangisan Anak Jadi Simbol Perlawanan

Teriakan dan tangisan anak-anak SD Pulau Kera kini menjadi simbol perlawanan sunyi. Beberapa pihak dari kalangan mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil menyatakan keprihatinan mendalam:

“Anak-anak kecil tahu arti keadilan lebih dari para pejabat.”
“Kalau anak-anak sudah ikut bersuara, berarti ada yang sangat salah dengan kebijakan ini.”



Aktivis pendidikan dan anak, Bung Vino, Ketua FMN Cabang Kupang, menyampaikan pernyataan tegas:

 “Anak-anak tidak seharusnya dibebani dengan konflik kebijakan. Pemerintah harus menghentikan rencana relokasi demi menjaga keseimbangan psikologis dan pendidikan mereka. Ini tentang kemanusiaan, bukan sekadar proyek.”



Pulau Kecil, Tapi Suaranya Menggema

Pulau Kera, yang selama ini luput dari sorotan, kini menjadi simbol keberanian anak-anak dan warga kecil yang berjuang mempertahankan tanah warisan mereka.

“Kami tidak akan pergi,” ucap seorang anak SD berusia 10 tahun sambil memeluk tas sekolahnya.
“Kalau rumah kami hilang, sekolah kami juga hilang. Di mana kami akan belajar?”



Pesan dari Timur Indonesia

Teriakan anak-anak Pulau Kera bukan hanya seruan, tapi peringatan bagi para pengambil kebijakan. Bahwa tanah bukan sekadar aset pembangunan, tapi tempat tumbuhnya akar kehidupan, keluarga, dan harapan.

“Bupati Kupang harus mengalah. Sebelum tanah itu hilang, dan sebelum generasi kecil kehilangan tempat berpijaknya.”



Reporter: Djohanes Bentah
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • TRAGEDI SUNYI DARI TIMUR: Anak Pulau Kera Kecam Bupati Kupang — “Harus Mengalah! Teriakan Kami: STOP Rencana Relokasi Tanah Kami!”

Trending Now

Iklan