Faisal Sallatalohy Doktor Hukum, Tapi Gagal Paham Rangkap Jabatan Dan Buta Informasi"*

Iklan

Faisal Sallatalohy Doktor Hukum, Tapi Gagal Paham Rangkap Jabatan Dan Buta Informasi"*

Redaksi
Senin, Juli 07, 2025 | Senin, Juli 07, 2025 WIB Last Updated 2025-07-07T07:55:37Z
sumber :Sutriono Mohamadi,

*Praktisi Hukum Maluku*

Jakarta,Membaca salah satu tulisan abal-abal Faisal Sallatalohy, yang menyatakan posisi Nono Sampono sebagai anggota DPD RI, dan selaku Presiden Direktur Agung Sedayu Group merupakan rangkap jabatan sehingga harus PAW. Tulisan tersebut, mengkonfirmasikan bukan hanya buta informasi dan kurang referensi yuridis, tetapi juga dangkal analisis sebagai seorang Doktor Hukum di universitas Trisakti.

Perlu diketahui bahwa baru-baru ini, Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia secara resmi telah menerima pengaduan Anwar Razak dari organisasi "Legislative Watch Committee" (KOPEL). Hal ini, terkait dugaan rangkap jabatan, kolusi dan nepotisme serta permasalahan sertifikasi laut, yang melibatkan anggota DPD RI dari Maluku Nono Sampono. 

Sebab, Senator Nono Sampono kini diketahui selain aktif sebagai anggota DPD RI, juga memiliki jabatan lain di perusahaan swasta sebagai Presiden Direktur Agung Sedayu Group, sehingga dituduh terlibat dalam polemik pagar laut Tangerang.

Variabel dan indikator yang digunakan oleh "Legislative Watch Committee" untuk merumuskan laporan pengaduannya ke BK DPD RI, karena mengacu pada pemaknaan dua jabatan yang dimiliki oleh Nono Sampono saat ini, yaitu selain menjadi pejabat Negara juga memiliki posisi strategis di swasta. Selain itu, ada tuduhan keji seakan-akan ia melakukan kolusi dan nepotisme dan persekongkolan jahat sertifikasi laut.

Hal inilah, yang dipahami sama oleh Faisal Sallatalohy seakan-akan posisi Nono Sampono saat ini pelanggaran kode etik. Karena itu, saya berpendapat Faisal Sallatalohy, gagal paham, tidak paham dan pahamnya gagal, padahal dia memiliki gelar akademik seorang Doktor Hukum. Bagaimana mungkin memahami sebuah persoalan secara objektif, rasional dan ilmiah, sementara dia adalah seorang eks HTI organisasi terlarang yang sudah dibubarkan pemerintah pada 2017 lalu. 

Faisal Sallatalohy, mengalami sesat fikir dalam memahami rumusan Norma yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2019 tentang perubahan ketiga atas 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Tata Tertib DPD RI. Dengan demikian, cara Faisal Sallatalohy mengkonstruksi argumentasi hukum pada tulisan fitnah tersebut sangat tidak sahih dan rapuh.

Faisal Sallatalohy eks HTI dan Doktor Hukum mempunyai Interpretasi hukum yang amat salah dalam pemaknaan frasa "larangan rangkap jabatan" di UU MD3, Tata Tertib DPD RI dan Putusan MK, sehingga tumpul menganalisis polemik pagar laut dalam kaitannya dengan Norma Pasal yang diuraikan di tulisan fitnahnya. Oleh karena itu, harus belajar lagi memperluas bacaan dan konsumsi literatur hukum bukan perbanyak baca buku HTI.  

Buktinya, setelah di pelajari dan dianalisis secara yuridis tulisan Faisal Sallatalohy tidak beralasan menurut hukum dan dapat menyesatkan publik. Begitulah cara eks HTI mempengaruhi opini publik, hal ini disebabkan kebencian dan dendam kesumat dalam diri telah mencermarkan akal sehat berfikir. Dia kurang membaca literatur hukum, sehingga tidak paham makna frasa larangan rangkap jabatan seperti diatur di peraturan perundang-undangan.

Pandangan kacau dan tumpul analisis Faisal Sallatalohy, yang menilai Nono Sampono, melakukan rangkap jabatan merupakan bentuk Logical Fallacy (Sesat Fikir). Sebab hal itu, tidak terbukti di pengadilan maupun laporan di BK DPD RI, karena sudah terbantahkan melalui keterangan resmi pihak Bareskrim Polri, yang menjelaskan nama Sugianto Kusuma atau Aguan, apalagi Nono Sampono tidak pernah disebutkan oleh para saksi selama pemeriksaan kasus dugaan pemalsuan dokumen di area pagar laut Tangerang. 

Sayangnya Faisal Sallatalohy analisis hukumnya tumpul dan buta informasi, sehingga mendaur ulang berita-berita lama sebagai bahan propoganda publik. Sekali lagi, saya tegaskan begitulah cara eks HTI mempengaruhi opini masyarakat.

Faisal Sallatalohy harus paham, menurut Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pihaknya telah akan mengambil keterangan atau memeriksa saksi berdasarkan alasan tertentu. Misalnya, jika pihak yang bakal dimintai keterangan itu sebelumnya telah disebut dalam pemeriksaan oleh pihak terperiksa. Tetapi dari semua keterangan para saksi tidak menyebutkan dan tidak ada bukti terkait keterlibatan pihak ASG maupun Nono Sampono selaku Direktur PT Cahaya Inti Sentosa dalam kasus pagar laut.

Sebagai seorang Intelektual memiliki gelar doktor hukum, sebelum melontarkan pandangan atau menulis seharusnya pelajari dan pahami dulu permasalahan yang ada secara objektif, rasional dan ilmiah, bukan sebaliknya diperdaya menjadi pion politik oleh Ahmad khozinudin untuk menjadi tumbal kepentingan kelompok berideologi ekstrim, sehingga berfikir negatif dengan tujuan mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan harkat dan martabat seseorang atas nama kebebasan menyampaikan pendapat. 

Faisal Sallatalohy harus paham, pada dasarnya larangan rangkap jabatan oleh anggota DPD RI telah diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana perubahannya tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 dan Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tata Tertib.

Menurut ketentuan rumusan Norma Pasal 302, sebagaimana termaktub secara eksplisit dalam Undang-undang MD3 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD menyebutkan bahwa, "(1) Anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya, b. hakim pada badan peradilan, atau c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. 

Selanjutnya Ayat (2) menyebutkan "Anggota DPD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas DPD serta hak sebagai anggota DPD. Dan Ayat (3) menegaskan "Anggota DPD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme"

Kemudian terkait larangan rangkap jabatan anggota DPD RI oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa perseorangan warga Negara Indonesia yang mencalonkan diri sebagai anggota DPD tidak boleh merangkap sebagai pengurus partai politik. Hal ini tertuang dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018, yang menguji materiil Norma Pasal 182 huruf I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 

Ketentuan lain mengatur larangan rangkap jabatan anggota DPD RI, juga telah dirumuskan dalam norma Pasal 283 Tata tertib DPD RI Nomor 2 tahun 2024, yang mengatur hal yang sama terkait larangan anggota DPD seperti diatur dalam UU MD3 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Pada Pasal 283 Ayat (1) mengatur bahwa Anggota dilarang merangkap jabatan sebagai: a. Pejabat negara lainnya, b. Hakim pada badan peradilan; dan c. Pegawai negeri sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN atau APBD.

Sementara Ayat (2) menegaskan Anggota dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPD serta hak sebagai Anggota. Dan (3) Anggota dilarang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta dilarang menerima gratifikasi.

Selanjutnya Ayat (4) menjelaskan Anggota yang menerima gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan Ayat (5) Penerimaan oleh Anggota karena pemikiran dan tenaganya, antara lain berupa honor undangan diskusi atau seminar, tidak termasuk gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana perubahannya tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menguji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Dan Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tata Tertib, maka larangan rangkap jabatan selain yang diatur dalam peraturan-peraturan diatas, anggota DPD RI diperbolehkan untuk rangkap jabatan selain yang telah ditentukan. Sedangkan tuduhan melakukan kolusi dan nepotisme serta persengkongkolan jahat sertifikasi laut tidak bisa di buktikan secara hukum.

Artinya, senator Nono Sampono diperbolehkan untuk rangkap jabatan sebagai Presiden Direktur Agung Sedayu Group atau Direktur PT Cahaya Inti Sentosa selain sebagai anggota DPD RI. Karena jabatan Presiden Direktur bukan sebagai pejabat Negara, pengurus partai Politik atau jabatan-jabatan yang di larang sebagaimana sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana perubahannya Tentang MPR, DPR, DPD. dan DPRD, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 dan Tata Tertib DPD RI, melainkan jabatan tersebut merupakan jabatan swasta yang tidak dilarang.

Apalagi secara Defacto Nono Sampono, menjalankan peran sebagai Presiden Direktur Agung Sedayu Group yang merupakan perusahaan swasta murni selama 14 tahun (cepat atau lambat) yang selama itu secara tetap dan terdaftar membayar pajak penghasilan kepada Negara sudah tembus 50 Triliun lebih dan melaporkannya melalui LHKPN kepada KPK.

Dengan demikian, tuduhan Faisal Sallatalohy menyatakan Nono Sampono, rangkap jabatan dan tuduhan keterlibatan dalam polemik pagar laut sebagaimana dipahami adalah bentuk sesat fikir dan membahayakan akal sehat publik. Sebab, jabatan-jabatan yang dilarang untuk dirangkap selain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan diperbolehkan untuk di duduki selaku anggota DPD RI dan Nono Sampono tidak terbukti terlibat dalam permasalahan pagar laut.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Faisal Sallatalohy Doktor Hukum, Tapi Gagal Paham Rangkap Jabatan Dan Buta Informasi"*

Trending Now