إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu diberi rahmat,” (QS. Al-Hujurat ayat 10).
Islam datang dengan satu ikatan terbaik, melampaui segala ikatan yang mampu menghubungkan manusia, bahkan ikatan darah sekalipun. Ikatan itu tidak lain adalah ikatan keimanan, ikatan di atas aqidah. Maka wajib bagi saudara seiman ini saling menolong, melindungi kehormatan, harta, terlebih nyawa.
Namun, sungguh ironis realitas negeri-negeri muslim hari ini yang terpecah-belah dan tak lagi berada dalam jalan perjuangan pembebasan Palestina. Penguasa-penguasanya mengikatkan diri pada berbagai perjanjian bahkan menormalisasi hubungan dengan Israel, sesuai dengan strategi Barat dalam melemahkannya. Berhasil, kaum muslimin yang jumlahnya melampaui dua miliar ini tak lagi mempunyai kekuatan dan tak berdaya dihadapkan pada penjajahan nyata di depan mata mereka.
Seiring dengan itu, kemarahan umat tak lagi terbendung. Tidak hanya kaum muslimin, tapi bahkan masyarakat dunia turut bersuara untuk Palestina. Salah satu peristiwa yang cukup membahagiakan adalah Global March to Gaza yang diikuti lebih dari 4000 aktivis, berasal lebih dari 80 negara (Reuters, 17/6/2025).
Global March to Gaza adalah aksi damai internasional berupa long march menuju perbatasan Gaza yang bertujuan menolak blokade Israel, mendesak dibukanya akses kemanusiaan, dan menunjukkan solidaritas dunia terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Semua mata tertuju pada Palestina, sebab hingga kini tak pernah ada solusi nyata. Lebih dari 50.000 orang terbunuh, hanya dari 7 Oktober 2023 saja, belum dari masa-masa sebelumnya. Pembantaian, pemerkosaan, dan segenap kebiadaban Israel atas Palestina tidak pernah berhenti sejak mereka mencaplok tanah Palestina.
Bagi kita, Palestina jelas adalah tanah kaum muslimin. Ditaklukkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ditandai dengan diserahkan kunci Baitul Maqdis oleh Pendeta Sofronius. Kemudian sebagaimana telah diketahui, dengan berbagai peristiwa yang terekam dalam permukaan tanahnya, Palestina direbut oleh Israel hingga mereka mendeklarasikan berdirinya negara Israel pada 1948.
Jelas bahwa apa yang dilakukan Israel adalah pemusnahan, pengusiran, dan genosida atas penduduk asli Palestina. Maka solusi seperti dua negara adalah hal yang tak masuk akal. Bagaimana mungkin pemilik rumah akan berbagi rumahnya dengan perampok dan dibenarkan oleh polisi setempat, dalam hal ini adalah PBB?
Ini adalah penjajahan–bukan perang. Sebab perang adalah berhadapannya dua negara dengan dua pasukan, lengkap beserta segenap peralatannya, siap untuk bertempur. Sementara yang terjadi di sana, Israel yang disokong dengan kekuatan adidaya dan negara-negara Barat, berhadapan dengan rakyat Palestina yang tidak memiliki kekuatan memadai, terus dikebiri wilayah dan penduduknya.
Syariat telah menegaskan kewajiban jihad (perang) pada kondisi yang demikian. Allah ﷻ berfirman: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu…” (QS. Al-Baqarah: 190-191).
Tapi hari ini kita melihat penguasa negeri-negeri muslim diam, tak mengirimkan tentaranya. Padahal militer kaum muslimin di Timur Tengah adalah termasuk yang terkuat. Serangan Iran atas Israel pun–terlepas apapun motifnya–masih juga belum mampu mengimbangi. Palestina masih terus dijajah hingga kini.
Penguasa-penguasa Arab, yang terdekat dengan Palestina justru masuk secara sukarela dalam jeratan musuh dengan menandatangani Perjanjian Abraham, menormalisasi hubungan dengan Israel bahkan menjalin berbagai kerjasama di bidang ekonomi, pertahanan, dan teknologi.
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab beliau, Syakhsiyyah Islamiyah Jilid II, menjelaskan bahwa kewajiban jihad untuk membebaskan Palestina terus meluas ke wilayah sekitarnya ketika tak mampu diatasi oleh penduduk setempat. Maka diamnya penguasa-penguasa negeri muslim di sekitar Palestina adalah dosa besar di sisi Allah ﷻ, sebab mereka telah abai dari kewajiban membela saudaranya, abai terhadap amanah kekuasaan.
Kita butuh pada satu wadah yang mampu menyatukan umat dan mengomando pasukan untuk membebaskan Palestina, menegakkan jihad sebagaimana yang Allah ﷻ perintahkan. Wadah persatuan itu kita kenal dengan negara Khilafah Islamiyah, yang dipimpin oleh seorang khalifah, perisai bagi kaum muslimin. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya imam (khalifah) itu adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya,” (HR. Bukhari no. 2957 dan Muslim no. 1841).
Eksistensi negara ini tidaklah utopis. Fakta bahwa umat berbahagia dengan serangan Iran kepada Israel adalah wujud kerinduan umat akan adanya negara yang bisa mengerahkan serangan militer kepada Zionis Israel. Sebab Israel memang tidak pernah mengenal bahasa lain selain jihad, selain perang. Berapa kali perundingan dan perjanjian, serta upaya-upaya diplomatik lainnya dilakukan, tetapi hasilnya tetap nihil
Lebih jauh dari itu, bahwa segala sesuatu yang telah disyariatkan oleh Allah ﷻ, maka tidak ada jalan lain bagi kaum muslimin selain tunduk dan patuh. Allah ﷻ berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah tersesat, sesat yang nyata,” (QS. Al-Ahzab: 36).
Oleh sebab itu, apa yang kita perlukan hari ini dalam misi pembebasan Palestina adalah tujuan yang jelas, dengan metode dan langkah terencana dengan berlandaskan keimanan. Tidak random, pun tidak emosional. Perlawanan umat pada penjajahan Palestina harus diarahkan pada solusi hakiki dengan tegaknya jihad dan khilafah.
Kebangkitan umat ini, meniscayakan pada kebutuhan terbentuknya opini umum atas urgensi keberadaan negara Islam yang menerapkan seluruh hukum-hukumnya. Sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah ﷺ dengan fokus mendirikan Daulah Islam di Madinah, baru beliau dengan kekuasaan itu mampu mengkoordinir pasukan untuk membebaskan Baitul Maqdis.
Inilah Rasulullah ﷺ sang uswah hasanah. Maka tidaklah bisa berhasil mencapai kejayaan melainkan dengan metode dan langkah-langkah sebagaimana yang telah beliau contohkan, hingga mendulang keberhasilannya mendirikan peradaban Islam.
Pada kasus ini, khilafah dibutuhkan untuk mengusir Zionis Yahudi. Tapi hakikatnya, fungsi khilafah lebih jauh daripada itu. Ia adalah institusi untuk: menerapkan Islam kaffah (komprehensif); menyatukan umat Islam; melindungi kehormatan dan darah kaum muslimin; menjalankan jihad sebagai jalan pembebasan; mewujudkan kesejahteraan hakiki; menegakkan keadilan sejati; melanjutkan kembali peradaban Islam.
Di sinilah kita hari ini berdiri. Mari bersegera mengambil peran, mewujudkan kekuatan sebenarnya dari umat ini, yakni tidak lain adalah kekuatan opini Islam.
Mari saling bergandeng tangan dalam jalan panjang upaya penyadaran umat demi tegaknya kembali peradaban Islam yang mampu membebaskan Palestina! Hadanallahu waiyyakum. Wallahua’lam bish-showaab.
Sri Ningsih, Koordinator BMIC Malang dan Pegiat Literasi.

