Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Widyati Riyandani di Depok, Sabtu, mengatakan meskipun belum ditemukan beras oplosan, pihaknya tetap berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dan pengawasan di lapangan.
Ia menjelaskan praktik oplosan yang umum ditemukan adalah pencampuran beras medium dan premium, yang berpotensi menurunkan mutu dan tidak sesuai dengan label kemasan.
“Yang terjadi biasanya beras medium dicampur dengan premium, lalu dijual dengan harga tinggi. Secara kasat mata kadang memang sulit dibedakan, tapi masyarakat umum biasanya bisa tahu dari bentuk, rasa, dan tampilannya," ujar Widyati.
Salah satu indikator sederhananya, semakin rendah kadar air dalam beras maka semakin baik daya simpannya,” tambah Widyati.
Dari sisi keamanan pangan, lanjut dia, selama bahan yang digunakan adalah beras pangan, maka tidak menimbulkan risiko kesehatan.
Namun yang perlu diwaspadai adalah pencampuran dengan bahan non-pangan atau beras yang diberi pemutih dan zat sintetis yang dapat membahayakan.
“Kalau hanya masalah mutu, dampaknya lebih ke penurunan kualitas dan ketidaksesuaian harga. Tapi kalau sampai menggunakan bahan pemutih atau sintetis, itu sudah masuk kategori berbahaya dan tentu akan di tindak,” ucap Widyati.
Meski belum ditemukan kasus di Depok, DKP3 akan meningkatkan pengawasan dengan berkoordinasi bersama Dinas Perdagangan dan Industri (Disdagin) Kota Depok.
Widyati pun mengimbau masyarakat untuk lebih jeli dalam memilih beras sebelum membeli.
“Cara sederhana untuk membedakan, bisa dilihat secara visual. Kalau banyak butir patah, kemungkinan itu beras medium karena batas maksimalnya 25 persen. Sedangkan beras premium lebih banyak butir utuh, dengan standar maksimal butir patah 15 persen,” ujarnya.