Birokrasi Rasa Arisan Keluarga Geng Solo. Dan Presiden Titipan. Prabowo Dinilai Tidak Faham Ideologi Tata Negara,

Redaksi
Agustus 25, 2025 | Agustus 25, 2025 WIB Last Updated 2025-08-25T16:38:47Z

Jakarta,detiksatu.com _Konon katanya, birokrasi itu rumah besar bagi para abdi negara. Tempat di mana keputusan diambil dengan kepala dingin, penuh perhitungan, dan mengutamakan kepentingan rakyat.

 Tapi itu hanya katanya. Kenyataannya? Birokrasi di banyak kabupaten dan provinsi kita lebih mirip arisan keluarga besar lengkap dengan drama rebutan kursi, saling jegal, dan “siapa bawa kue, dia yang dapat giliran duluan.”

Cobalah tengok ke dalam kantor pemerintahan kita. Ada Kepala Daerah yang baru saja dilantik, matanya berbinar bukan karena semangat melayani rakyat, tapi karena daftar panjang “titipan” jabatan yang harus segera dibagikan. 
Di sebelahnya, Wakil Kepala Daerah tak mau kalah, ikut mengacungkan daftar versi dia sendiri. Hasilnya? 


*Birokrasi berubah jadi papan catur, di mana setiap pejabat adalah bidak, dan permainan berakhir bukan dengan skakmat, tapi dengan skak rakyat.*

Lebih ironis lagi, syarat kompetensi seringkali hanya jadi pajangan di etalase aturan. Mau kursi Kepala Dinas ? 
Bukan soal pernah belajar atau paham bidangnya, tapi siapa yang membiayai kaos saat kampanye, siapa yang rajin mengantar amplop, siapa yang “pantas diberi balas jasa.”


 Kalau pun ada ASN berprestasi, biasanya mereka dianjurkan untuk “sabar” dulu—sampai mereka belajar jurus sakti :

 mendekat ke kekuasaan.

Lucunya, setiap kali ditanya mengapa menempatkan orang yang tak kompeten, jawabannya klise: “Ini demi menjaga kekompakan.” 

Kekompakan ? Ah, istilah manis dan sangat klise untuk persekongkolan berbagi kue kekuasaan.


Sementara itu, masyarakat menunggu janji pembangunan yang tak kunjung tiba, karena anggaran habis untuk menambal kebocoran loyalitas politik.

Birokrasi semestinya netral, profesional, dan melayani publik. Tapi selama jabatan masih dianggap warisan yang bisa dibagi-bagi, bukan amanah yang harus dipertanggungjawabkan,jangan berharap pelayanan publik jadi prioritas. 
Yang jadi prioritas hanyalah memastikan “orang kita” duduk manis, meski harus membuat rakyat duduk manganga…...

Mungkin sudah saatnya kita bertanya : 


”Apakah kita memilih pemimpin untuk membangun daerah, atau untuk membangun kerajaan kecil dengan rakyat sebagai pajak tetapnya ?”*

Sampai pertanyaan ini dijawab dengan tindakan, jangan heran jika birokrasi kita terus terasa seperti arisan—ramai di awal, ribut di tengah, dan hasilnya cuma pindah-pindah tangan, tapi nilainya tetap bagitu-bagitu saja.

Hari ini pada tanggal 25 Oktober 2025 demo di DPR-RI:
Sekitar pukul 12.45 WIB, polisi menghalau pengunjuk rasa dengan menembakkan gas air mata dan semprotan air ke arah demonstran.


Sampai sekitar pukul 13.30 WIB, polisi terus berusaha menghalau massa agar menjauhi gedung DPR.

Kelompok demonstran berusaha bertahan dan melawan dengan melempar botol air plastik.

Selain menggelar unjuk rasa di depan gedung DPR, sekitar pukul 14.00 WIB, muncul massa pengunjuk rasa yang mendatangi pintu belakang DPR.



Massa sempat melemparkan batu ke arah kantor satuan pengamanan. Ada pula aksi pembakaran sepeda motor.

Dan tidak lama kemudian, polisi berusaha membubarkan massa tersebut. Gas air mata ditembakkan ke arah pendemo.

Sampai sekitar pukul 15.00 WIB, polisi terus menghalau pengunjukrasa hingga di dekat Stasiun Palmerah, Jakpus.


Personel polisi menghalau pengunjuk rasa di Jalan Letjend S Parman, depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/08).


Pantauan wartawan detiksatu.com yang ada di lapangan pada Senin (25/08) pukul 16.00 WIB, aparat Brimob menembakkan gas air mata sebanyak lebih dari lima kali dalam jangka waktu setengah jam.

Massa demonstran kemudian dipukul mundur ke arah Gelora Bung Karno (GBK). Tak sedikit yang mencari tempat perlindungan di Senayan Park.

"Pak, yang ditembak harus anggota DPR, bukan kami!" teriak salah satu pendemo.

Di kawasan Senayan Park terdapat sejumlah massa mengalami perih di mata, panik, hingga batuk-batuk akibat gas yang dilontarkan personel Brimob.

Massa dari berbagai elemen masyarakat termasuk pelajar, terus mencoba merangsek ke Jalan Gatot Subroto untuk menuju ke depan Gedung DPR pada Senin sore.

Petugas langsung menembakkan gas air mata untum membubarkan massa aksi saat mereka berupaya menerobos barisan petugas keamanan.

Situasi memanas itu diperparah dengan adanya massa pelajar yang disebut memprovokasi petugas dengan melempari menggunakan batu

Selain itu, sejumlah pelajar yang masih menggunakan seragam tersebut beberapa kali mencoba menerobos dengan melalui jalan tol dalam kota.

Merek bergerombol membawa bendera parpol dan melintas di jalan tol dalam kota, sehingga petugas kembali menembakkan gas air mata ke arah mereka.

Laporan-laporan media menyebutkan aksi ini digelar oleh sebuah kelompok yang menyebut dirinya sebagai Gerakan Mahasiswa bersama Rakyat.

Para pendemo mempertanyakan gaji dan tunjangan anggota DPR yang melebihi Rp100 juta.

Danar, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, datang sebagai "warga negara Indonesia," ujarnya kepada wartawan detiksatu Senin (25/08), di lokasi unjuk rasa.

"Makanya saya sengaja tidak membawa embel-embel kampus. Saya di sini adalah masyarakat Indonesia," tegasnya.

Danar memandang Indonesia sedang "jatuh" dengan sederet kebijakan pemerintah yang "merugikan banyak orang," tukasnya.

Alfin, pengemudi ojek daring, datang dari Cijantung, Jakarta Selatan, bersama tiga rekannya, menuntut DPR dibubarkan.

Pasalnya, "kebijakan yang dibuat tidak mendukung rakyat," Alfin mengungkapkan.

"Kami susah cari uang, tapi DPR gajinya besar sekali," kata pria berusia 30 tahun ini kepada wartawan DETIKSATU.com Faisal Irfani, dari lokasi unjuk rasa.

Rahmini, buruh pabrik berusia 46 tahun, sengaja membolos pekerjaan untuk mengikuti demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senin (25/08).

"Saya tahu soal masyarakat Pati. Mereka mendemo pemerintah karena pajak. Saya, hari ini, ingin melakukan hal yang sama," tandasnya.

Menurutnya, kebijakan pemerintah sering kali bikin masyarakat susah.


Unjuk rasa di depan gedung DPR sudah disuarakan oleh warganet sejak pekan lalu.

Suara-suara ini muncul ke permukaan setelah muncul pemberitaan seputar gaji dan tunjangan anggota DPR yang dilaporkan lebih Rp100 juta per bulan.

Terungkapnya nilai gaji dan tunjangan anggota DPR ini memicu kemarahan di media sosial.

Dalam situasi seperti itulah muncul tuntutan pembubaran DPR.

Dia kemudian melanjutkan bahwa DPR menampung semua aspirasi dan masukan dari masyarakat demi memperbaiki kinerja DPR.

"Kami minta masukan dari masyarakat untuk membantu memperbaiki kinerja dari DPR untuk bisa sama-sama kita perbaiki dalam membangun bangsa dan negara," ujarnya kemudian.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima meminta aparat tidak bertindak represif dalam mengendalikan massa demonstran di sekitar Gedung DPR.


Wallahu a’lam Bissawaab……
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Birokrasi Rasa Arisan Keluarga Geng Solo. Dan Presiden Titipan. Prabowo Dinilai Tidak Faham Ideologi Tata Negara,

Trending Now