Kemerdekaan Republik Indonesia Untuk Siapa, Bahkan Pendidikan Di Negeri Ini Terancam Punah ?

Redaksi
Agustus 16, 2025 | Agustus 16, 2025 WIB Last Updated 2025-08-16T13:31:01Z

Jakarta,detiksatu.com || 80 Tahun Kemerdekaan Milik Siapa?
Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan, rakyat di berbagai penjuru negeri justru hidup dalam tekanan yang semakin berat. Buruh di Kabupaten Bantaeng di-PHK secara sepihak tanpa menerima upah pokok.


Mahasiswa di berbagai kampus terancam putus kuliah karena UKT yang terus naik. Petani kehilangan lahan akibat proyek-proyek pemerintah yang mengatasnamakan pembangunan. Anak muda bekerja tanpa kepastian, terjebak dalam kontrak jangka pendek dengan upah rendah.


Realitas ini menunjukkan bahwa kemerdekaan yang diraih puluhan tahun lalu belum menjamin kehidupan yang adil dan layak bagi seluruh rakyat.

Foto: konferensi pers   Mampang Prapatan Jakarta Selatan 

Situasi ini tidak berdiri sendiri, tetapi lahir dari arah kebijakan yang semakin condong pada kepentingan modal. Negara melahirkan berbagai regulasi yang melemahkan perlindungan terhadap buruh, petani, mahasiswa, dan masyarakat adat.


Revisi RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang sedang dibahas mengarah pada komersialisasi pendidikan dan mempersempit demokrasi kampus, menjadikan pendidikan bukan lagi hak rakyat, tetapi komoditas.


Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) membuka ruang kriminalisasi terhadap gerakan rakyat dengan mekanisme penangkapan yang rawan disalahgunakan.
Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) yang seharusnya menjadi benteng petani tidak dijalankan secara serius.


Petani tetap kehilangan tanah, kesulitan memperoleh sarana produksi, dan dipaksa menjual hasil panen dengan harga rendah. Undang-Undang Cipta Kerja melonggarkan aturan PHK, menekan upah, dan menghapus sejumlah pasal yang melindungi buruh. Semua ini dilakukan atas nama kemudahan investasi, tetapi justru mengorbankan hak-hak dasar rakyat.



Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi contoh paling nyata bagaimana pembangunan dijalankan tanpa partisipasi rakyat. PSN di banyak daerah menggusur lahan pertanian, merusak lingkungan, dan meminggirkan masyarakat lokal.


Kajian lingkungan sering diabaikan, persetujuan masyarakat tidak diperoleh, dan dampak sosialnya diabaikan. Di sejumlah wilayah, PSN memicu konflik agraria yang menimbulkan korban jiwa, kriminalisasi, dan pemiskinan. Pembangunan yang mengabaikan partisipasi rakyat bukanlah pembangunan, melainkan perampasan ruang hidup.


Di lapangan, akibat dari kebijakan ini sangat nyata. Di Bantaeng, puluhan buruh kehilangan pekerjaan dan hak-hak normatif mereka. Di berbagai kampus, mahasiswa dipaksa memilih antara membayar UKT atau berhenti kuliah. Di desa-desa, petani yang mempertahankan lahannya dihadapkan pada aparat dan ancaman hukum.


Aktivis lingkungan, buruh, dan mahasiswa yang bersuara kritis menjadi sasaran intimidasi, pemantauan, hingga penangkapan. Represi terjadi tidak hanya di jalan, tetapi juga di ruang digital melalui pengawasan dan kriminalisasi atas ekspresi di media sosial.


Semua ini menunjukkan bahwa arah pembangunan nasional hari ini jauh dari cita-cita kemerdekaan. Pembangunan didefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan investasi besar, tanpa memperhatikan distribusi manfaatnya kepada rakyat. Proyek infrastruktur, kawasan industri, dan perkebunan skala besar dibangun di atas penderitaan masyarakat setempat. Jalan tol, bendungan, dan tambang dijadikan simbol kemajuan, padahal menyisakan kerusakan lingkungan, kehilangan ruang hidup, dan hilangnya kedaulatan rakyat atas tanahnya.
Dalam 80 tahun kemerdekaan, negara seharusnya mengembalikan orientasi pembangunan pada kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan pemodal. Negara harus melindungi buruh dari PHK sepihak, menjamin akses pendidikan yang terjangkau, memastikan petani memiliki tanah dan harga panen yang adil, serta menjaga lingkungan dari eksploitasi. Kemerdekaan bukanlah seremoni tahunan, melainkan kondisi hidup yang bebas dari penindasan, kemiskinan, dan ketidakadilan.


Kami yang tergabung dalam Koalisi Anti PSN menuntut:
1. Cabut UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya.
2. Hentikan dan evaluasi seluruh PSN yang merampas tanah dan merusak lingkungan.
3. Tolak Revisi RUU Sisdiknas, wujudkan pendidikan gratis dan demokratis.
4. Benahi pasal bermasalah dalam RKUHAP yang memperluas ruang kriminalisasi.
5. Tindak tegas korporasi agar memenuhi hak buruh
6. Sediakan kerja layak, upah layak, dan kualitas lingkungan hidup untuk jaminan masa depan kaum muda.
7. Hentikan represi terhadap aktivis dan masyarakat yang membela haknya.

Delapan puluh tahun lalu rakyat berjuang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan. Hari ini, rakyat menghadapi tantangan baru: kebijakan yang menindas dan mengabaikan kepentingan mereka. Perjuangan kemerdekaan belum selesai. Kami menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu, bersuara, dan melawan setiap kebijakan yang merampas hak rakyat.


Hidup Rakyat!
Koalisi Anti PSN

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kemerdekaan Republik Indonesia Untuk Siapa, Bahkan Pendidikan Di Negeri Ini Terancam Punah ?

Trending Now