Jakarta,Di tengah isu kenaikan pajak yang memberatkan rakyat dan isu gaji guru yang masih jauh dari kata layak, publik dikejutkan dengan informasi mengenai gaji fantastis para Komisaris BUMN. Gaji ini disebut-sebut bisa mencapai ratusan miliar per tahun, bahkan mampu membuat seseorang pensiun dini di usia muda.
Pertanyaan besar muncul: dari mana datangnya uang sebanyak itu?
Gaji pokok (honorarium) komisaris BUMN ternyata hanya sebagian kecil dari total penghasilan. Pendapatan terbesar datang dari bonus, tantiem, dan bonus kinerja yang bisa melampaui gaji pokok direktur utama. Ketika perusahaan BUMN untung, bonus para komisaris ini seolah "meledak seperti jackpot."
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan prioritas. Di satu sisi, rakyat dibebani dengan pajak yang mencekik. Di sisi lain, ada segelintir pejabat yang menikmati fasilitas dan penghasilan luar biasa, tanpa harus bekerja keras.
Komisaris BUMN, yang tugasnya "hanya" mengawasi, seakan menjadi profesi paling "keramat" di negeri ini. Dengan gaji yang fantastis, mereka bisa memiliki aset mewah, sementara rakyat kecil harus berjuang keras hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ini bukan tentang iri. Ini tentang keadilan sosial.
Apakah negara kita sedang membangun kesejahteraan untuk seluruh rakyat, atau justru menciptakan kesenjangan yang semakin lebar?