Ormas Islam Jabar Satu Suara Tolak Kebijakan Diskriminatif KDM, FUUI: Hentikan Segala Bentuk Kegaduhan!

Redaksi
Agustus 04, 2025 | Agustus 04, 2025 WIB Last Updated 2025-08-03T17:34:41Z
Bandung,detiksatu.com– Gelombang kritik terhadap kepemimpinan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM), semakin menguat setelah berbagai organisasi massa Islam di Jawa Barat menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap sejumlah kebijakan yang dinilai kontroversial dan merugikan kepentingan umat Islam.

Momentum kritik ini mencapai puncaknya ketika Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat mengumumkan rencana menggelar istighosah berjamaah sebagai bentuk perlawanan spiritual terhadap kebijakan gubernur yang dianggap otoriter dan diskriminatif. Kegiatan spiritual ini direncanakan akan mengguncang Gedung Sate sebagai simbol protes terhadap berbagai keputusan yang dinilai mematikan pesantren dan sekolah swasta.

Rencana istighosah tersebut muncul sebagai hasil dari rapat koordinasi bersama Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Jawa Barat yang diselenggarakan pada Jumat, 25 Juli 2025. Pertemuan yang berlangsung di Aula Gedung Dakwah PWNU Jabar, Jalan Terusan Galunggung, Kota Bandung, ini menjadi wadah untuk merumuskan strategi perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai anti-pendidikan dan mengorbankan keadilan demi kepentingan politik.

Kritik serupa juga dilontarkan oleh Muhammadiyah Jawa Barat yang mengingatkan KDM agar tidak membuat kebijakan secara ugal-ugalan. Organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia ini secara khusus menyoroti kebijakan penambahan kuota siswa per kelas menjadi 50 orang yang berdampak signifikan terhadap sekolah dasar dan menengah yang dikelola Muhammadiyah di Jawa Barat. Pihak Muhammadiyah menekankan pentingnya konsultasi sebelum mengeluarkan kebijakan yang memiliki dampak luas.

Persatuan Islam (Persis) melalui Ketua Umumnya, Dr KH Jeje Zainuddin, juga turut menyayangkan kebijakan rombongan belajar 50 siswa dalam satu kelas.

“Kami sangat menyayangkan kebijakan yang menurut hemat kami justru tidak bijak dalam kacamata dunia pendidikan,” tegas Kiai Jeje sebagaimana dilansir Republika pada Rabu, 16 Juli 2025.

Merespons rangkaian kritik dari berbagai ormas Islam tersebut, Ketua Umum Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali M Dai, menyampaikan analisis mendalam terkait pola kepemimpinan KDM yang dinilai bermasalah.

Menurut KH Athian, kekhawatiran terhadap gaya kepemimpinan KDM sebenarnya sudah muncul sejak yang bersangkutan mencalonkan diri sebagai gubernur, mengingat rekam jejaknya saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta yang kerap menimbulkan kontroversi.

“Kekhawatiran tersebut kini terbukti, dimana sejak awal dilantik menjadi gubernur sampai saat ini, acapkali menimbulkan kegaduhan khususnya bagi umat Islam di Jawa Barat. Misalnya usulan Nyi Roro Kidul jadi ikon pariwisata di Pangandaran, pria wajib vasektomi untuk syarat dapat bansos, penghapusan anggaran untuk pesantren, mengubah nama RS Al Ihsan jadi Welas Asih dan sebagainya,” papar KH Athian di Bandung usai mengisi kajian di Masjid Al Fajr, Sabtu (02/0/2025)

Sebagai ulama yang telah puluhan tahun menetap dan menjadi warga Jawa Barat dan senantiasa berkoordinasi dan bersilaturrahim dengan para pemimpin khususnya dengan orang nomor satu di Jawa Barat, KH Athian mengaku baru kali ini mengalami kepemimpinan gubernur yang begitu banyak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Dalam analisis FUUI, terdapat beberapa faktor fundamental yang menyebabkan munculnya berbagai kontroversi ini.

Faktor pertama yang diidentifikasi adalah kecenderungan KDM untuk menjalankan pemerintahan secara one man show dalam berbagai pembuatan atau pelontaran kebijakan.

Dalam rapat dengan DPRD sebagai misal, ada fraksi yang sampai melakukan walk out sebagai bentuk protes, sekaligus menunjukkan buruknya hubungan antara eksekutif dan legislatif. Salah seorang anggota DPRD Jabar bahkan menyatakan pengalamannya sebagai anggota DPRD selama tiga priode, dimana baru kali ini ia merasakan hubungan yang tidak harmonis antara legislatif dan eksekutif.

Tidak dilibatkannya instansi terkait terlihat juga misalnya pada kebijakan anak sekolah nakal dimasukan barak militer, apakah kebijakan ini sudah dikoordinasikan bersama para pakar pendidikan termasuk pakar ilmu jiwa anak? Begitu pula perihal ruang kelas jadi 50 anak, apakah sudah melibatkan atau berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan para pakar psikolog pendidikan?,” tanyanya.

Terkait kebijakan rombongan belajar 50 anak per kelas, KH Athian menekankan seharusnya ada penelitian mendalam dan pelibatan ahli dalam bidang pendidikan, termasuk dari ormas-ormas besar seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis yang memiliki banyak lembaga pendidikan serta pengalaman luas di dunia pendidikan.

Contoh lain dari pola kepemimpinan yang tidak koordinatif ini terlihat dari kebijakan pengubahan nama RS Al Ihsan menjadi Welas Asih yang dilakukan tanpa melibatkan para tokoh masyarakat dan ulama.

“Faktor kedua yang menjadi sumber masalah adalah ketegangan dengan umat Islam mayoritas masyarakat Jawa Barat, lewat berbagai kebijakan yang seringkali kontra produktif dan menimbulkan keresahan. Begitu pula dengan berbagai postingan di akun media sosialnya yang menurut akidah Islam sudah masuk kategori musyrik,” ungkap KH Athian.

Meskipun mengakui bahwa urusan keyakinan dan ritual merupakan ranah pribadi, KH Athian mengingatkan, “KDM berhak untuk tidak memiliki keyakinan, atau memiliki keyakinan yang berbeda dengan agama Islam yang diyakini mayoritas masyarakat Jawa Barat, namun sebagai pejabat publik, KDM seharusnya dapat menempatkan diri dengan tepat dan menjaga sensitivitas terhadap keyakinan umat Islam mayoritas masyarakat yang dipimpinnya,” tegas KH Athian.

Sebagai figur seorang pemimpin, KH Athian mengkritik sikap KDM yang dinilainya tidak jujur kepada publik, khususnya terkait insiden pesta pernikahan anak KDM di Garut yang menelan korban jiwa, dimana disatu sisi setelah pesta pernikahan maut terjadi yang bersangkutan mengaku tidak tahu menahu terkait rencana pesta pernikahan yang mengundang lebih dari 5000 masyarakat, Sementara pada video sebelumnya yang bersangkutan nampak berbincang dengan putranya terkait rencana tersebut.

“Padahal sikap jujur dan bertanggung-jawab syarat terpenting bagi seorang pemimpin ,” KH Athian mengingatkan.

KH Athian mengingatkan KDM untuk segera mengakhiri segala bentuk kegaduhan dan lebih fokus pada tugasnya sebagai pemimpin di Jawa Barat. Mengingat masa jabatan yang terbatas, KH Athian mendesak KDM untuk segera memenuhi janji-janji kampanye dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Kritik yang dilontarkan berbagai ormas Islam ini mencerminkan meningkatnya ketegangan antara pemerintah provinsi dengan organisasi keagamaan yang selama ini menjadi kekuatan penting dalam masyarakat Jawa Barat. Respons dari berbagai pihak ini menunjukkan pentingnya dialog dan koordinasi dalam pembuatan kebijakan publik, terutama yang menyangkut kepentingan masyarakat luas dan nilai-nilai keagamaan yang dianut mayoritas penduduk.[]
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ormas Islam Jabar Satu Suara Tolak Kebijakan Diskriminatif KDM, FUUI: Hentikan Segala Bentuk Kegaduhan!

Trending Now