Gerakan Literasi Menyembuhkan Luka Memutus Rantai Kekerasan dan BullyingOleh : Novita Sari Yahya

Redaksi
Oktober 31, 2025 | Oktober 31, 2025 WIB Last Updated 2025-10-31T02:04:42Z
Gerakan Literasi Menyembuhkan Luka: Memutus Rantai Kekerasan dan Bullying

Beberapa hari terakhir, publik Indonesia dikejutkan oleh kabar duka dari dunia pendidikan. Seorang mahasiswa Universitas Udayana (Unud), Timothy Anugerah Saputra, ditemukan meninggal dunia pada 15 Oktober 2025, diduga akibat bunuh diri setelah mengalami perundungan (bullying) oleh sesama mahasiswa di lingkungan kampus.

Menurut laporan Media, perundungan terhadap Timothy berawal dari ejekan di grup WhatsApp, disertai penyebaran tangkapan layar percakapan pribadi yang mempermalukannya. Setelah kematiannya pun, olok-olokan di media sosial masih berlanjut. Universitas Udayana telah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap enam mahasiswa yang terbukti terlibat dalam kasus tersebut.

Peristiwa ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan bahwa kekerasan verbal, candaan kasar, dan perundungan digital bukanlah hal sepele. Kasus serupa juga pernah terjadi di kalangan profesional muda, termasuk dokter yang mengakhiri hidup karena tekanan dan perundungan. Fakta ini menunjukkan bahwa bullying telah menjadi masalah lintas generasi, melampaui batas usia dan jenjang pendidikan.

Bullying di Era Digital

Di era media sosial, bentuk kekerasan verbal menjadi semakin tak terbatas.
Survei UNICEF (2020) terhadap 2.777 remaja Indonesia menunjukkan bahwa 45% remaja pernah menjadi korban perundungan daring (cyberbullying), baik berupa ejekan, fitnah, maupun penghinaan di platform digital.

Hasil survei UNICEF–KPAI (2023) juga mengungkap bahwa 1 dari 3 remaja Indonesia pernah mengalami perundungan, baik di sekolah maupun secara daring.
Selama Januari–Agustus 2023, KPAI mencatat 837 kasus bullying di sekolah, menjadikannya salah satu bentuk pelanggaran perlindungan anak paling dominan tahun 2023.

Penelitian dari Harvard T.H. Chan School of Public Health (2022) menunjukkan bahwa korban bullying memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi berat dan pikiran bunuh diri dibandingkan rekan sebayanya.
Bullying bukan hanya melukai korban secara psikologis, tetapi juga mengikis empati sosial dan menormalisasi kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.

Menulis sebagai Terapi Penyembuhan Luka

Selain konseling dan terapi perilaku, menulis ekspresif (expressive writing) menjadi salah satu metode sederhana dan ilmiah untuk menyembuhkan trauma akibat bullying.

Penelitian oleh James W. Pennebaker (University of Texas, 2019) membuktikan bahwa menulis tentang pengalaman emosional secara jujur dan terstruktur dapat:
1. menurunkan kadar stres,
2. meningkatkan daya tahan tubuh, dan
3. mempercepat pemulihan psikologis.

Saya sendiri merasakan kebenaran itu melalui karya saya, Romansa Cinta, yang terdiri dari 23 antologi cerpen berdasarkan kisah nyata dari pengalaman dan pengamatan sosial. Buku ini bukan hanya karya sastra, tetapi juga bentuk nyata dari literasi penyembuhan luka, dan telah memperoleh sertifikat penulis terpilih atau terbaik dalam ajang literasi nasional.

Sastra untuk Empati dan Transformasi

Bagi korban bullying, menulis adalah cara untuk menyalurkan rasa sakit tanpa takut dihakimi. Melalui tulisan, mereka dapat memulihkan makna hidup dan menumbuhkan kembali rasa percaya diri.

Sementara bagi pelaku, membaca kisah manusia yang terluka dapat menjadi cermin untuk membuka hati, meleburkan ego, dan menumbuhkan empati.
Sastra tidak mengubah perilaku lewat nasihat keras, melainkan melalui getaran emosional. Sebuah cerita dapat melembutkan hati yang beku dan di situlah letak kekuatan sastra untuk membangun rasa kemanusiaan.

> “Melalui sastra, kita bukan hanya menceritakan luka, tetapi membangun jembatan empati.

Buku Romansa Cinta membuktikan bahwa menulis bisa menyembuhkan dan kini saatnya sekolah serta kampus mengintegrasikan literasi untuk menghentikan bullying,” ujar Novita Sari Yahya, Penulis & Inisiator Gerakan Literasi Menyembuhkan Luka Memutus Rantai Kekerasan dan Bullying.

Penelitian Untuk Evaluasi.

Ke depan, kami akan melakukan penelitian lanjutan untuk mengukur sejauh mana karya sastra terutama buku Romansa Cinta mampu menggugah empati dan menurunkan perilaku agresif di kalangan pembaca muda.

Penelitian ini akan dilengkapi dengan kuesioner ilmiah bagi pembaca buku Romansa Cinta yang bersedia mengisi kuesioner. Kuesioner sebagai dasar evaluasi dan rekomendasi bagi program literasi nasional.
Selain itu, kami mendorong agar kurikulum sastra, seni, filsafat, sejarah, dan olahraga diperkuat di sekolah dan perguruan tinggi sebagai fondasi pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai empati dan kemanusiaan.

> Mari hentikan bullying, mulai dengan menulis.
Tulisan bukan sekadar kata — ia adalah jembatan antara luka dan penyembuhan.

📚 Tentang Gerakan Literasi Menyembuhkan Luka Memutus Rantai Kekerasan dan Bullying

Gerakan Literasi Menyembuhkan Luka Memutus Rantai Kekerasan dan Bullying adalah inisiatif sosial oleh Novita Sari Yahya, yang mempromosikan terapi menulis sebagai cara pencegahan kekerasan, bullying dan pemulihan trauma melalui kekuatan sastra.

📞 CP Pembelian Buku: 0895-2001-8812
📚 Penulis Buku: Romansa Cinta merupakan antologi terdiri dari 23 cerpen terpilih yang mendapatkan sertifikat penulis terpilih atau penulis terbaik.
Email : yahya_novita@yahoo.com

 Daftar Referensi

1. Media Indonesia. (2025, 18 Oktober). Kisah Timothy Anugerah, Korban Bullying di Unud dan Kronologi Kasusnya.

2. UNICEF. (2020). Bullying in Indonesia: A National Survey.

3. KPAI. (2023). Laporan Tahunan Kasus Perlindungan Anak (837 kasus bullying Januari–Agustus 2023).

4. Harvard T.H. Chan School of Public Health. (2022). Managing Student Mental Health: Report of the Task Force.

5. Pennebaker, J. W. (2019). Expressive Writing: Words That Heal. University of Texas Research Series.

6. American Psychological Association (APA). (2023). Bullying, Cyberbullying, and Mental Health.

7. World Health Organization (WHO). (2022). Adolescent Mental Health and Suicide Prevention: Global Report. Geneva: WHO.

8. Hurlock, E. B. (2018). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

9. Santrock, J. W. (2020). Life-Span Development (18th ed.). McGraw-Hill Education.

10. National Institute of Mental Health (NIMH). (2023). Coping with Bullying: Mental Health Effects and Prevention Strategies. Bethesda, MD: NIMH Publications.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Gerakan Literasi Menyembuhkan Luka Memutus Rantai Kekerasan dan BullyingOleh : Novita Sari Yahya

Trending Now

Iklan

iklan