Budaya Menanam, Pendidikan, dan Kelestarian Lingkungan: Sebuah Pemikiran.

Redaksi
Desember 07, 2025 | Desember 07, 2025 WIB Last Updated 2025-12-07T02:50:29Z
Oleh : Novita sari yahya 

Saya merasa terpana ketika melihat sebuah video yang memperlihatkan Bu Titik Soeharto mempertanyakan bagaimana mungkin sebuah kayu berdiameter besar yang jelas memerlukan waktu puluhan tahun untuk tumbuh ditebang begitu saja. Penebangan liar dan aktivitas tambang ilegal kini menjadi penyebab langsung banjir bandang di berbagai daerah. Lebih menyedihkan lagi, ada orang-orang yang disebut berakal sehat bahkan pejabat tetapi justru berlogika seolah kerusakan tidak ada hubungannya dengan perusakan alam.

Karena itu, ketika membaca bahwa di Tiongkok saat ini tumbuh gerakan besar menanam pohon dan bahwa anak-anak sejak TK hingga SD diajarkan berkebun, memasak, dan mengenal lingkungan, saya merasa praktik seperti itu sangat layak diketahui dan ditiru oleh kita, terutama para orang tua di Indonesia.

Menanam sebenarnya bukan sekadar aktivitas menaruh benih ke tanah. Ia adalah cara membangun karakter, menumbuhkan kesadaran lingkungan, dan menyiapkan masa depan. Melalui kegiatan menanam, kita menumbuhkan rasa peduli dan menghargai kehidupan. Nilai yang kini sangat dibutuhkan di tengah krisis lingkungan dan sosial.

Dengan latar itu, saya melihat pendidikan menanam sebagai bagian dari budaya yang seharusnya tumbuh kembali. Ia bukan hanya untuk penghijauan, tetapi juga untuk membangun manusia yang lebih peduli, mandiri, dan sadar atas proses alam.

Praktik di Tiongkok: Pendidikan Holistik yang Menggabungkan “Life Skills”

Tiongkok mengambil langkah konkret melalui kurikulum keterampilan hidup atau life skills. Sejak 2022, siswa dari tingkat TK, SD, hingga sekolah menengah diwajibkan belajar memasak, membersihkan, serta berkebun. Langkah ini bukan hanya simbolik, tetapi kebijakan resmi yang diterapkan di seluruh wilayah.

Di kelas 1–2 SD, anak-anak diperkenalkan pada aktivitas dasar seperti mencuci sayuran dan mengenal peralatan dapur sederhana. Pada tingkat kelas 3–4, siswa mulai belajar memasak makanan mudah misalnya merebus telur atau membuat salad sederhana. Memasuki kelas 5–6, keterampilan meningkat: siswa diperkenalkan pada teknik memasak yang sedikit lebih kompleks.

Selain memasak, keterampilan berkebun juga diberikan. Anak-anak diajak menanam benih, merawat tanaman, hingga memahami bagaimana tanaman tumbuh dan dipanen. Di tingkat TK, beberapa sekolah bahkan melakukan pembelajaran “menanam mini”, seperti menanam sayur di polybag atau melihat perkecambahan kacang hijau.

Pemerintah Tiongkok menekankan tujuan dari kurikulum ini: membentuk kemandirian, tanggung jawab, dan kemampuan hidup sehari-hari sekaligus membangun hubungan sehat antara anak dan alam. Anak yang terbiasa merawat tanaman akan lebih mudah memahami siklus hidup, proses alam, serta pentingnya menghargai makanan yang mereka konsumsi.

Pendekatan seperti ini dapat menjadi model pendidikan holistik yang tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga karakter dan keterampilan praktis.

Penghijauan Besar-Besaran dan Dampaknya terhadap Lingkungan

Gerakan menanam di Tiongkok bukan sekadar kampanye hijau. Data tahun 2024 menunjukkan bahwa negara tersebut menanam hampir 4,45 juta hektare hutan baru. Angka itu meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Upaya ini melibatkan pejabat, masyarakat umum, hingga pelajar.

Termasuk di dalamnya adalah pemulihan padang rumput, rehabilitasi lahan kering, dan penanaman pohon di wilayah yang sebelumnya mengalami erosi parah. Pemimpin negara bahkan rutin mengikuti kegiatan penanaman sebagai simbol komitmen dan untuk mengajak masyarakat menjaga lingkungan.

Namun, penghijauan skala besar bukan tanpa konsekuensi. Sejumlah penelitian ilmiah menunjukkan bahwa perubahan tutupan vegetasi di Tiongkok sejak 2001 hingga 2020 berdampak pada siklus air nasional. Ada wilayah yang mengalami berkurangnya pasokan air, sementara wilayah lain seperti Dataran Tinggi Tibet justru mendapatkan tambahan air.

Hal ini terutama terjadi di kawasan semiarid serta wilayah timur yang dipengaruhi monsun. Sekitar 74 persen daratan Tiongkok mengalami perubahan pola air akibat penghijauan tersebut. Dampak ekologisnya bersifat campuran: ada yang positif, tetapi ada pula tantangan baru. Dengan demikian, upaya penghijauan harus direncanakan dengan matang.

Meski begitu, inisiatif ini tetap menunjukkan bahwa menanam pohon dalam skala besar bisa memengaruhi ekosistem secara nyata mengingatkan kita bahwa alam bekerja dalam sistem yang saling terhubung.

Pelajaran bagi Indonesia: Pentingnya Budaya Menanam dan Pendidikan Hidup

Indonesia adalah negara dengan kekayaan hayati yang luar biasa. Namun, kerusakan lingkungan akibat penebangan liar, pertambangan tak terkendali, dan alih fungsi lahan terus terjadi. Kita melihat banjir bandang, longsor, hingga kekeringan bergantian hadir di banyak wilayah.

Di tengah situasi ini, budaya menanam baik skala rumah tangga, sekolah, maupun komunitas dapat menjadi langkah penting. Menanam pohon besar memang penting, tetapi menanam tanaman pekarangan, sayuran, rempah, dan buah-buahan juga tidak kalah berarti.

Jika pendidikan menanam diintegrasikan dalam sistem pendidikan nasional seperti di Tiongkok, anak-anak akan tumbuh dengan kesadaran lingkungan lebih kuat. Mereka belajar bahwa merawat tanaman sama dengan merawat kehidupan.

Di tingkat keluarga, budaya menanam bisa membantu ketahanan pangan, mengurangi pengeluaran sayur rumah tangga, serta memperkuat interaksi antaranggota keluarga. Di tingkat masyarakat, budaya menanam dapat menciptakan ruang hijau, memperbaiki kualitas udara, dan mengurangi dampak banjir.

Mengapa Pendidikan Hidup dan Berkebun Penting?

Ada banyak manfaat nyata dari pendidikan berkebun sejak dini:

1. Membangun Tanggung Jawab dan Kemandirian
Anak belajar bahwa merawat tanaman adalah proses yang membutuhkan komitmen. Mereka memahami hubungan sebab-akibat dan belajar merawat sesuatu di luar diri mereka.

2. Mengurangi Ketergantungan pada Gadget
Aktivitas menanam mengurangi waktu berselancar di layar gawai dan meningkatkan aktivitas fisik, kreativitas, dan ketenangan.

3. Mengembangkan Pendidikan Holistik
Berkebun mengajarkan sains secara alami: fotosintesis, pertumbuhan, air, tanah, dan ekosistem tanpa harus selalu berada di ruang kelas.

4. Membangun Kesadaran Lingkungan
Anak yang dekat dengan alam akan lebih berhati-hati dalam bertindak terhadap lingkungan saat dewasa.

5. Mendukung Ketahanan Pangan Keluarga
Menanam dapat menghasilkan sayuran segar dan menghemat biaya rumah tangga.

Tantangan dan Hal yang Perlu Diperhatikan

Mengadopsi program seperti di Tiongkok membutuhkan adaptasi. Indonesia memiliki iklim tropis, curah hujan tinggi, dan kondisi geografis yang sangat beragam. Menanam pohon besar di daerah yang tidak cocok dapat mengganggu ekosistem.

Perawatan jangka panjang juga menjadi tantangan. Menanam itu mudah; yang sulit adalah memastikan tanaman tersebut bertahan dan tumbuh.

Karena itu, setiap program penghijauan harus mempertimbangkan jenis tanaman lokal, ketersediaan air, karakteristik tanah, dan kebutuhan masyarakat.

Rekomendasi Praktis untuk Memulai

1. Di Rumah
Menanam cabai, tomat, kangkung, serai, atau tanaman obat di pot atau polybag.Aktivitas sederhana tetapi berdampak.

2. Di Sekolah
Mengadakan program taman sekolah, membuat kebun sayur mini, atau menanam tanaman obat keluarga (TOGA).

3. Di Komunitas
Mendirikan kelompok “kampung hijau”, kerja bakti menanam pohon di ruang publik, atau membuat bank bibit lokal.

4. Melalui Kebijakan
Mendorong pemerintah daerah menyediakan ruang hijau, lahan tanam, atau pelatihan berkebun untuk masyarakat.

Kesimpulan

Kisah dari Tiongkok memberikan pelajaran penting bahwa pendidikan hidup seperti memasak, berkebun, merawat tanaman bisa membentuk manusia yang lebih peduli, bertanggung jawab, dan selaras dengan alam. Penghijauan massal juga mengajarkan bahwa menanam pohon bukan sekadar simbol, tetapi upaya serius yang bisa memengaruhi ekosistem secara luas.

Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan budaya menanam dan pendidikan lingkungan hidup. Dengan memulai dari langkah kecil—menanam di pekarangan, membuat taman sekolah, atau membangun komunitas hijau.Kita dapat menumbuhkan kesadaran lingkungan dan menciptakan generasi yang lebih peduli terhadap alam.

Dari sebuah bibit kecil, bisa tumbuh harapan besar bagi masa depan.

Daftar Referensi

Antaranews. (2024). China tanam hampir 4,45 juta hektare hutan pada 2024. https://www.antaranews.com/berita/4708197/china-tanam-hampir-445-juta-hektare-hutan-pada-2024

DetikInet. (2025). China gencar tanam pohon massal berdampak perubahan siklus air nasional. https://inet.detik.com/science/d-8245750/china-gencar-tanam-pohon-massal-berdampak-perubahan-siklus-air-nasional

English.news.cn. (2025). China's forest expansion and ecological restoration progress. https://english.news.cn/20250313/64ee0db28aad45169c0806f326632db6/c.html

Kamadeva. (2025, Mei 27). China wajibkan siswa belajar memasak dan berkebun. https://www.kamadeva.com/web/page/view/china-wajibkan-siswa-belajar-masak-dan-berkebun-orang-tua-indonesia-wajib-tahu-alasannya.htm

Kompas.com. (2025, Desember 4). China menanam begitu banyak pohon hingga mengubah distribusi air seluruh negeri. https://www.kompas.com/sains/read/2025/12/04/081736523/china-menanam-begitu-banyak-pohon-hingga-mengubah-distribusi-air-seluruh?page=all

Merdeka.com. (2025). Berkat tanam pohon besar-besaran, siklus air di China berubah total. https://www.merdeka.com/teknologi/berkat-tanam-pohon-besar-besaran-siklus-air-di-china-berubah-total-503910-mvk.html

People’s Daily Online. (2025, April 6). [Judul artikel sesuai halaman]. https://en.people.cn/n3/2025/0406/c90000-20298324.html

Popmama.com. (2025). Alasan China memasukkan keterampilan memasak dalam kurikulum sekolah. https://www.popmama.com/big-kid/10-12-years-old/belajar-mandiri-alasan-china-masukkan-memasak-dalam-kurikulum-sekolah-00-97q4x-bjhgsx
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Budaya Menanam, Pendidikan, dan Kelestarian Lingkungan: Sebuah Pemikiran.

Trending Now

Iklan

iklan