Salah satu kisah itu datang dari Desa Salareh Aia Timur (Selaras Air) Timur, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sebuah kisah yang tak hanya menggores duka, tetapi juga menghadirkan cahaya yang jarang muncul dalam musibah sebesar ini.
Fatan, bayi laki-laki yang berusia dua bulan empat hari yang menjadi satu-satunya anggota keluarga yang ditemukan hidup setelah galodo (banjir bandang) menghancurkan rumah mereka.
Banjir yang Menghapus Rumah
Petang itu, hujan turun tampa tanda berhenti. Warga di Desa Salareh Aia Timur tidak asing dengan hujan deras, tetapi ada yang berbeda pada malam itu, suara yang menggeram, angin yang lebih berat dan air kecil yang berubah menjadi deras. Sebelum ada yang sempat bersiap untuk menyelamatkan diri, banjir sudah langsung datang menerjang desa.
Rumah-rumah di tepi sungai, tepi aliran sungai runtuh dalam hitungan detik. Teriakan dari warga bercampur dengan dentungan kayu patah dan gemuruh air. Ketika pagi tiba, desa itu seperti halaman buku yang di robek, tidak utuh dan tidak ada yang tersisa. di antara reruntuhan itulah tim evakuasi menemukan sesuatu yang tak mereka duga.
Ditemukan di Cela yang Tak Disangka
Seorang warga melihat gerakan kecil di antara kayu yang saling bertindihan. Ketika mereka mendekat, suara itu mendekat dan semakin jelas. Bayi itu basah dari dada ke kaki. Pakaian tipisnya menempel pada kulit dan tangan yang menggenggam udara seperti mencari sesuatu yang hilang. Kepalanya yang terlindung oleh pecahan atap dan papan yang entah bagaimana saling menyokong satu sama lain, yang membentuk ruang kecil cukup untuk mempertahankan hidup.
Tidak ada yang tau bagaimana bayi kecil itu bisa bertahan Tidak ada yang tau siapa yang terakhir memegangnya. Dan tidak ada yang tau detik keberapa dia terpidah dengan keluarganya. yang mereka tau hanyalah satu yaitu dia selamat dan bisa bertahan hidup sampai detik ini.
Pesan syukur dari seorang bayi kecil
Sebuah berita tidak hanya mencatat apa saja yang terjadi, tetapi juga apa yang tersisa. Dan di antara semua berita tentang banjir di sumatera barat, kisah Fatan menimbulkan perasaan syukur.
Di tengah berita tentang kehilangan, muncul satu nyawa kecil yang mengingatkan kita bahwa Allah tak pernah menutup seluruh pintu sekaligus. Bahwa di antara puing-puing kehidupan, selalu ada ruang kecil tempat rahmat yang turun tampa terduga.
Para ulama sering mengtakan bahwa syukur itu bukan hanya berupa ucapan, tetapi tentang kesadaran. Syukur bukan hanya mengucapkan “Alhamdulillah”, tetapi bagaiman cara memandang bahwa kita masih di berikan kesempatan untuk hidup di dunia dan masih di berikan kesempatan untuk bisa beribadah kepada Allah.
Keselamatan Fathan mengajarkan bahwa kesempatan untuk hidup adalah panggilan untuk bersyukur dan memperbaiki diri. Jika seorang bayi yang tidak berdaya bisa bertahan hidup dari arus yang sebesar itu, bagaimana mungkin kita yang sudah dewasa tidak bisa bertahan dari ujian hidup yang jauh lebih kecil?
Kisah Fathan bukan hanya tentang bayi yang selamat. Tetapi ini adalah pesan yang tidak di sampaikan melalui ceramah panjang atau kultum. Itu adalah pesan yang hadir dari pengalaman manusia.
Banjir ini mengajarkan kita atas tiga hal besar:
Amanah untuk menjaga alam. kerusakan alam bukan lah tentang teori saja, ia nyata ketika hujan sedikit saja sudah membawa bencana. Rasa syukur harus membawa kita untuk memperbaiki hubungan dengan bumi, bukan sekedar menyalahkan takdir.
Kekuatan solidaritas. tim penyelamat menembus malam, relawan membawa perahu rusak, dan warga saling memberi tempat tinggal. Itu adalah dawah dalam wujud kemanusiaan.
Kesadaran bahwa hidup adalah titipan. keselamatan fatan menunjukkan betapa rapuhnya hidup, namun juga betapa berharganya. Bagaimana orang yang selamat dari banjir, rasa syukur bukan pilihan, ia adalah kebutuhan untuk menata kembali hidup yang sersisa.
Akhir yang Belum Usai
Saat ini Fathan sedang berada dalam perawatan keluarga besarnya. Ia belum memahami kehilangan yang mengelilinginya. Ia belum mengerti bahwa namanya selalu di sebut oleh ratusan orang yang tidak pernah ia temui.
Tetapi dari kisah ini kita belajar bahwa ketabahan dalam bersyukur dan mengingatkan manusia bahwa hidup adalah anugerah yang setiap saat bisa di ambil. Banjir mungkin sudah merenggut banyak hal seperti rumah, harta dan bahkan keluarga. Namun di tengan itu semua allah masih menyisakan secerca harapan untuk kita.[]

