Politik Presiden Jokowi semakin ganas dan brutal. Mengobrak-abrik kedaulatan Parpol dan elemen oposisi dengan memanfaatkan lembaga strategis negara. Bahkan PDIP pun terkesan tersandera.
Kenyataan bobrok itu tidak lepas dari modus politik cawe-cawe alias intervensi kekuasaan. Jauh hari, Jokowi telah mengumumkan bahwa dirinya terlibat urusan Pilpres. Walhasil segala cara dilakoni.
Munculnya polemik laporan data intelijen tentang aktivitas partai politik, jelas ancaman serius bagi kebebasan dan demokrasi. Terlebih, pernyataan itu muncul jelang penetapan Capres-Cawapres.
Publik resah, Jokowi makin agresif bertindak seolah otoritas tunggal yang sangat powerfull. Apa saja yang dikehendaki wajib dan harus ditaati. Tak peduli melanggar etika, UU atau konstitusi.
Akibatnya, perilaku kekuasaan Jokowi makin otoriter dan semena-mena dalam dinamika bernegara. Rakyat tentu cemas, dibuat seolah tidak berdaya, terintimidasi oleh aneka intrik politik jahat Jokowi.
Tidak hanya itu, eksistensi dan kedaulatan politik pun dilucuti oleh ambisi Jokowi. Dipaksa berada di bawah bayang-bayang dan kenadli kekuasaan presiden. Watak kediktatoran yang sangat kental.
Ihwal pernyataan Jokowi tentang data intelijen menyasar kebebasan Parpol adalah perkara serius. Pesan tersirat tentang adanya operasi teror dan intimidasi. Partai saja diancam, apalagi rakyat.
Gambaran mabok kekuasaan yang kental interest pribadi dan semena-mena. Harus dilawan! Sebab intelijen bekerja bukan untuk melayani kepentingan pribadi Presiden, tapi rakyat dan negara.
Kesan menyeret lembaga intelijen mengintervensi kedaulatan politik rakyat adalah daya rusak terhadap tatanan bernegara dan demokrasi. Praktek busuk itu, ciri penguasa korup dan diktator.
Jokowi harus berhenti membuat keonaran…!
**
video full: youtube.com/watch?v=ss9fCS…
.

