Hal tersebut karena para korban belum menerima bantuan logistik apa pun dari pemerintah maupun pihak terkait.
Akibat terisolirnya wilayah dan lambatnya bantuan, tingkat keputusasaan di kalangan warga telah mencapai puncaknya.
Warga setempat bernama Aramiko menuturkan kalimat yang memilukan, dan menunjukkan rasa putus asa terhadap kondisi mereka di tanah Linge.
Di mana ia berujar jika sudah tak butuh bantuan makanan lagi, dan meminta kiriman kain kafan.
"Hal tersebut karena stok makanan kian menipis, dan memicu keputusasaan di tengah akses yang terputus total.
Meskipun terisolir, warga telah melakukan berbagai upaya mandiri untuk bertahan dan membuka akses.
"Mulai membangun landasan pacu darurat hingga secara swadaya menyumbangkan BBM dari kendaraan pribadi mereka untuk menghidupkan genset.
Ironisnya, di tengah upaya mandiri tersebut, warga Pantan Nangka mengaku sering melihat helikopter yang diduga membawa bantuan terbang melintasi langit mereka.
"Namun, tidak satu pun helikopter tersebut yang turun di landasan yang telah mereka siapkan.
Aramiko pun mengungkapkan kondisi miris yang dialami masyarakat, terutama kelompok rentan.
Lebih parahnya lagi pemerintah belum akui sebagai musibah nasional,
Ia berujar jika banyak orang tua yang terpaksa berjalan kaki puluhan kilometer untuk dapat susu, dan nasib ibu hamil yang nasibnya tak jelas.

