Manajemen Bencana Dan Tindakan Ekpol Kelola Negara Dengan Baik !!!

Redaksi
Desember 10, 2025 | Desember 10, 2025 WIB Last Updated 2025-12-10T06:47:32Z
Bandung, detiksatu.com -- Bila mau memperbaiki tata kelola negara menuju Indonesia Emas 2045, kt Direktur Eksekutif MasaDepan Institute Ishak Rafick, inilah momentumnya. Ada 3 Tindakan Ekpol dan Hukum yg hrs diambil Prabowo sekaitan dg Benca Banjir Bandang di 3 Provinsi ini:

1.  Menetapkannya sebagai Bencana Nasional

2.  Menangkap Bos Perusahaan2 Pelaku perusakan yg memicu bencana. Juga pejabat negara yg telah mengobral perizinan investasi yg mengalihfungsikan hutan, daerah aliran sungai dan pulau2 kecil utk aktivitas perkebunan, pertambangan, dll tanpa amdal.

3.  Mencabut semua kebijakan dan perundang2an yg telah membuka pintu perusakan lingkungan, hutan, daerah aliran sungai dan pulau2 kecil.

Yang pertama, mengapa rakyat butuh agar Presiden Prabowo menetapkan bencana Banjir Bandang yg melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) sebagai bencana nasional?  Agar negara bisa hadir dg kekuatan penuh. Ada pun bila pemerintah Prabowo menolak bantuan asing itu syah2 saja. 

Namun Presiden mesti bergerak cepat, masif dan terencana.  Dia tidak perlu bikin lembaga baru atau yg semcm itu yg menambah ribet dan berbiaya tinggi.  Cukup mobilisasi saja kementrian terkait utk menanganinya secara teknis dan terintegrasi.  Gagasan Manajemen Bencana ini telah dilansir Future Channel saat Bencana Tanah Longsor di Sukabumi (21 Nov 2022) yg penangannya lamban dan amburadul. Kini bencana dahsyat dg spektrum mencakup tiga provinsi, Prabowo mesti gerak cepat.  Punya Mentri sdh sangat banyak.  Ditambah wamen total jd 107.  Mestinya mudah. Caranya?

Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementrian Pertanian, Trasmigrasi dan Desa Tertinggal, Bulog, MBG, Kementrian Perhubungan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Perguruan Tinggi. Juga Kementrian Kesehatan, Telkom dan PLN harus dikerahkan untuk memperbaiki infrastruktur yg hancur, merenovasi pemukiman, perkampungan, pasar, fasilitas kesehatan dan ribuan rumah yg hancur atau hanyut -  termasuk irigasi, jalan, ribuan jembatan, sarana pendidikan, sistem komunikasi. 

Mesti ada pula diskon tarif  tiket ke dan dari daerah bencana.  Maskapai yg menaikkan tarif saat bencana hrs dihukum berat. Distribusi sembako biar diatur Bulog, kemendes tertinggal dan menkop.  Jangan memble ketika bencana. Buktikan bahwa mentri2 dan wamen yg kelewat banyak ini tidak mkn gaji buta. Di tempat2 yg sulit dan rawan TNI dan Polri mesti dikerahkan lebih dulu. 

Kedua, Kementrian yg selama ini terlibat dlm pemberian berbagai izin investasi penggunaan atau alih fungsi lahan, terutama di 3 Provinsi ini harus ditahan, al: Bahlil Lahadalia (ESDM), Menhut  Rajajuli Antoni dan mantan2 Menhut, Mentri Lingkungan Hidup (Andi Faishol), Mantan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, dan mantan2 mentri investasi dan ESDM, dll. Yg bersalah mesti dihukum berat.  Yg tak terlibat, tak memperkaya diri sendiri, keluarga atau rekan bisnis boleh dibebaskan lwt keputusan pengadilan.

Tak kalah pentingnya harus ditangkap juga bos2perusahaan rakus, krn kejahatan mereka thd negara, yaitu perusahaan2 perusak alam, hutan, daerah aliran sungai (DAS), Pertambangan emas, mineral, batubara, perkebunan, sawit, pinus, pabrik kertas, minyak sawit, HPH, HTI, dan yg semacam itu.  Seluruhnya ada 1.300 perusahaan lebih.  

Tentu pemerintah tak perlu menyatroni semua.  Cukup para bos induk perusahaan tsb, sekitar 30 Konglomerat besar super kuasa, yg selama ini bisa mengendalikan pemerintah (eksekutif), wakil rakyat (legislatif), dan kehakiman (yudikatif). Misalnya al: Sukanto Tanoto bos Inti Indorayon yg selicin belut, Tommy Winata, Eric Tohir, Boy Tohir, Aburizal Bakrie, Luhut Binsar Panjaitan, keluarga presiden, Indra Wijaya dss (Sinar Mas) Soerya Paloh, Edwin Soeryadjaya, Anthony Salim, Aburizal Bakrie, Sugianto Kusuma alias Aguan, dll. Mereka ini hrs diproses hukum, bila terbukti bersalah boleh dihukum berat, dihukum mati pun boleh krn telah ada korban jiwa 944 orang dan mungkin bertambah.  

Ketiga, Undang-Undang Omnibuslaw/cipta kerja No. 11/2020, yg banyak merubah ketentuan amdal dan syarat lingkungan beserta turunannya (Perpem No. 64/2021, Perpem No. 2021, perpu, perpem, kepmen pesanan harus dicabut.  Undang2 ini dan turunannya dipaksakan Jkw di tengah pandemi Covid-19 dg penjagaan ketat aparat bersenjata.  Diteken tengah malam spt merencanakan kejahatan. Izin usaha perusahaan2 perampas tanah2 rakyat ini, baik yg dpt cap PSN maupun tidak, hrs dicabut, dihukum berat sebagai kejahatan terhadap negara dan rakyat dan perusak hydroekosistem.  Sekaligus disita semua pendapatannya selama 10 tahun terakhir utk merenovasi kerusakan dan biaya hidup korban 10 tahun ke depan.  

DPR yg terlibat dlm perusakan negara ini lwt perundang2an pesanan konglo dan tak mengawasi jalannya pemerintahan juga hrs ditangkap, tak peduli dari parpol atau franksi yg manapun.  Dicabut mandatnya utk diganti dengan orang2 gerakan perubahan. Gaji dan segala fasilitas yg mereka terima 1 tahun terakhir mesti disita utk membantu korban, terutama di 3 provinsi (Aceh, Sumut, Sumbar).  Bukan tidak mungkin bencana akan berlanjut ke provinsi2 lain, krn ulah bisnis kebijakan dan kerakusan bisnis yg sama.

Kembali ke daerah bencana.  Banjir Bandang telah melanda Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar), 26 November 2025. Sampai hari ke-13 pemerintah belum menetapkan bencana hydroekositem ini sebagai bencana nasional. Prabowo yg sdg berbenah dg berbagai rencana besar (Danantara, 80 ribu Kopdes Merah Putih, MBG) terkesan rikuh dan ragu.  Penanganan lamban, rakyat menjerit di tengah bencana, banjir, lumpur, kehilangan harta, benda, rumah, sanak famili, kampung halaman, mata pencaharian, kelaparan, ketakutan, kegelapan dan terputusnya jalan2 dan ribuan jembatan.  Sistem komunikasi pun terputus dan listrik, pasokan air bersih dan distribusi bantuan (sembako, tenda, makanan, obat2an, produk kesehatan dan medis).

Orang jadi teringat penanggulangan bencana Tsunami di Aceh 26 Des 2004.  Waktu itu pemerintahan SBY belum lg berusia 100 hari.  SBY boleh dibilang lulus cumlaude dlm ujian tsunami dahsyat ini. Dia menyerahkan penanggulangan Tsunami tsb kpd Wapres Jusuf Kalla yg cerdas dan tangkas.  JK bergerak cepat.  Dia menaruh Menlu Alwi Shihab di Aceh utk mengantisipasi mslh sehari2, termasuk dlm urusan dg bantuan asing.  Prabowo tak memiliki kemewahan itu.  Wapresnya cuma seorang Gibran yg dianggap di bawah standar dari sisi pendidikan dan kemampuan verbal, dan jadi wapres lwt pelanggaran konstitusi dan konspirasi.

Prabowo, entah krn mau menunjukkan kemandiriannya atau takut hal2 lain terkuak akibat bencana hydroekosystem ini, menolak bantuan asing.  Itu syah2 saja. Yg penting bencana harus segera diatasi, krn ini adalah tugas pokok pemerintah yg diamanatkan dlm pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap tumpah darah Indonesia.  Artinya dari serangan militer (intervensi asing) dan serangan bisnis. 

Di zaman Presiden Joko Widodo juga banyak bencana.  Ada gempa Sumbar, ada peristiwa Kanjuruhan, ada gempa di Lombok, tanah longsor di Sukabumi (video manajemen bencana ini telah dilansir Future Channel saat Longsor di Sukabumi, 21 Nov '22). 

Masi ada lagi tsunami Banten, pergeseran tanah di Palu, letusan Merapi, dll.  Di samping itu bencana akibat serangan bisnis PSN membabi buta mulai Rempang, Morowali, Seruyan, Sangihe, Raja Ampat, Wadas, Kendeng, Banten dll. Bencana2 tsb hampir semua tak selesai tuntas.  Dibiarkan terbengkalai setengah jalan, tp tak ada yg berani menuntut. Ini akan jadi bom waktu bila Prabowo tak segera mencabut semuanya.  Apalagi aparat berpihak kpd bisnis konglomerat. Kapolri Sigit Listyo dan mantan Kapolri Tito Karnavian yg kini Mendagri tentu tak bisa diharap. Rakyat menuntut mereka diganti segera.

Sebenarnya bencana alam, hydroekosistem, banjir, tsunami, gempa bumi dll akibatnya sama saja dg serangan militer dan bisnis.  Sama2 memiskinkan, menghancurkan pemukiman, tanah pertanian, lapak nelayan, dan yg semcm itu.  Rakyat kecil bisa mati sengsara dlm kemiskinan. Namun kerusakan dahsyat akibat serangan bisnis tentu tak bisa dimaafkan.  Mesti ada tindakan ekonomi politik dan hukum di sini.  Kuncinya ada di Presiden Prabowo.

Nah bencana di 3 provinsi ini (Aceh, Sumut, Sumbar) dipicu oleh serangan bisnis.  Sperti disebut diatas ada 1.300 lebih perusahaan menghancurkan kemampuan 3 provinsi ini menyangga alam.  Mereka bergerak di bidang Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan, sawit, penambangan emas, pertambangan mineral dan batubara, Pembangkit Listrik, pabrik kertas, perkebunan sawit, minyak sawit, dll. Mereka telah mengalihfungsikan hutan secara brutal, melanggar hak2 rakyat dan menciptakan kemiskinan sambil memperkaya diri.  Kejahatan mereka ini yg disetujui pemerintah dan DPR mirip KOMPENI Belanda, mungkin lebih jahat lagi.

Bencana, kerusakan lingkungan, infrastruktur, pemukiman, sawah ladang, lapak bisnis, fasilitas umum, rumah ibadah, sistem irigasi, komunikasi, jalan raya, jembatan, tambak dll, kehilangan keluarga, kampung halaman, dll mmg harus segera diatasi.  Spektrumnya sangat luas.  Itu butuh biaya besar. Mungkin sampai Rp 30 - 40 Triliun.  Jelas tak boleh diambil dari APBN yg sdh minus spt utang kongkalikong KA Cepat Jakarta - Bandung WHOOZH.  

Jadi darimana?  Jelas dari perusahaan2 yg telah mengeruk keuntungan ribuan triliun itu dg meninggalkan bencana lingkungan luar biasa dan perubahan cuaca yg sulit diatasi.  

Pemerintah, menurut bang Isak, tak perlu repot menangkap para bos dari 1.300 perusahaan rakus tsb.  Cukup dikejar bos besarnya, yaitu 30 bos Grup Usaha besar (konglo superkuasa), yg selama ini bisa mengendalikan pemerintah (eksekutif), wakil rakyat (legislatif), dan kehakiman (yudikatif). Katakanlah  mulai Sukanto Tanoto (bos Inti Indorayon) sampai Aguan, Edwin Soeryadjaya, Aburizal Bakrie, Eric Tohir, Boy Tohir, Indra Wijaya dss (Sinar Mas), Antoni Salim, dll.  Lalu mentri2 yg terlibat dlm pemberian izin, spt telah disebut di atas baik sebagai pejabat negara maupun yg merangkap pengusaha, hrs diproses.

Pengusutan mungkin harus sampai kpd Jokowi, yg memaksakan Omnibuslaw/cipta kerja.  UU ini dan turunan2nya menghapus syarat2 amdal dan pelestarian alam dlm investasi.  Siapapun yg terlibat dlm kejahatan ini mesti dihukum berat. Perusahaan rakus perusak alam harus dicabut izinnya beneran.  Bukan sekedar mencabut izin lingkungan atau dianggap sbagai pelanggaran administratif dan kemudian semuanya berjalan lg spt semula seperti di Raja Ampat. Dan sebagai solidaritas kpd mereka yg kena musibah, ada baiknya anggota DPR dan ketua2 fraksi dan DPD, serta mentri2 diwajibkan tanggung renteng dg menyumbangkan gaji dan berbagai fasilitas yg diterima selama 1 tahun.  Ini disumbangkan buat biaya hidup korban sampai 10 tahun ke depan.  (Aya Sophya Bandung)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Manajemen Bencana Dan Tindakan Ekpol Kelola Negara Dengan Baik !!!

Trending Now