Bogor,detiksatu.com -- Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban menyampaikan doa dan keprihatinan mendalam kepada para korban yang terdampak bencana banjir di Aceh Tamiang Sumatra Menurutnya, negara berkewajiban memfasilitasi pemulihan agar para korban dapat kembali hidup normal tegasnya,
Ms Kaban juga menilai, bencana banjir yang terjadi bukan sekedar fenomena alam saja, tetapi juga akibat kelalaian dan kesengajaan dalam mengelola sumber daya alam. Ujarnya "'
Ketika suplai air dan daya tampung lingkungan tidak seimbang, maka akan terjadi banjir dan longsor. “Alam tidak berbohong, lumpur sampai dua meter itu bukti rusaknya keseimbangan, kata mskaban dalam diskusi, bersama wartawan di kediaman nya di Bogor pada Kamis (25/12/25)
Ia menekankan bahwa korban harus dibantu, namun pelaku kerusakan lingkungan harus diusut. Setiap bentuk perusakan pasti ada pihak yang bertanggung jawab, terutama terkait perizinan. “Jangan menyalahkan cuaca. Dampak yang terjadi adalah akibat perbuatan manusia,” tegas ms Kaban.
Maksiat itu artinya melanggar aturan Allah, jadi perusakan alam itu juga maksiat kepada Allah. Termasuk maksiat perzinahan, LGBT, mabuk, judi, itu juga mengundang murka Allah
MsKaban mengatakan, kawasan hutan harus segera diidentifikasi karena setiap jenis hutan memiliki regulasi.
Ia mempertanyakan mengapa sektor kelapa sawit kembali menjadi terdakwa dalam isu pelepasan izin. Ia meminta publik lebih jeli membaca kasus-kasus lain seperti tambang yang bermasalah.
Setiap bencana tidak pernah ada pohon sawit dan tidak pernah kena bencana di kebun sawit, tapi Hutan itu sendiri
Menurutnya, dalam proses pemeriksaan harus diperiksa secara menyeluruh agar tidak muncul fitnah.
Ia menyoroti keberadaan izin-izin HPH dan menyebut perlunya evaluasi terhadap seluruh izin yang dikeluarkan selama pemerintahan sebelumnya.
Ia mengingatkan bahwa pihak-pihak yang mengelola sumber daya alam secara serampangan memiliki kontribusi terhadap terjadinya bencana. Karena itu, pemeriksaan tidak boleh setengah-setengah.
Ia juga mengungkapkan data bahwa hutan primer Indonesia menyusut dari total 137 juta hektar kawasan hutan di zaman SBY, kini tersisa sekitar 110 juta hektar.
“Karena itulah perlunya audit dan penegakkan hukum, dan para pelaku harus mengganti rugi, jangan semuanya dibebankan kepada negara,” tegasnya.
Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) itu menambahkan, bahwa solusi untuk mengatasi bencana adalah melakukan penanaman kembali secara besar-besaran. Ia menyesalkan belum ada gerakan serius untuk reforestasi.
“Kita harus menanam karena itu sedekah, bahkan di dalam hadis dijelaskan jika dunia akan menuju kiamat sementara di tangan kita masih ada bibit maka kita harus menanam, jadi menanam itu penting sekali,” katanya.
Kaban mencontohkan, kondisi Jawa Barat saat ini jauh dari kondisi normal, dengan hutan tersisa hanya sekitar 19 persen.
Karena itu, harus diserukan pemberdayaan dan penyadaran masyarakat untuk menanam pohon, karena jika tidak maka dikhawatirkan masa yang akan datang akan terjadi bencana alam.
Sementara itu, seluruh pengelolaan wilayah hutan harus dikelola sesuai dengan kaidah keilmuan dan juga sesuai ketetapan terhadap pelaksanaan undang-undang dengan sangat memperhatikan dampak lingkungan.
Mskaban, juga menyampaikan, polri harus usut tuntas pelaku usaha hutan di Sumatera dan Aceh Tamiang.

