Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi Diluar Sidang apakah Bukti Polri Taat Aturan?

Redaksi
Desember 18, 2025 | Desember 18, 2025 WIB Last Updated 2025-12-18T03:33:08Z
Jakarta,Isu keaslian ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), bukan sekedar persoalan dokumen akademik. Hal ini telah menjadi simbol tarik-menarik antara hukum, politik, dan opini publik. 

Sepanjang 2025, polemik ini memunculkan pertanyaan besar, bagaimana figur publik menghadapi tuduhan yang menyangkut kredibilitas pribadi, dan bagaimana aparat hukum menanggapinya secara obyektif?

Kasus ini bermula dari laporan dugaan pencemaran nama baik terkait tuduhan ijazah palsu yang diajukan oleh Jokowi ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025. Jokowi memilih jalur hukum sebagai upaya menyelesaikan polemik yang telah meluas di media sosial dan forum publik. Dalam beberapa kesempatan, ia menyatakan kesiapannya membuka ijazah asli di pengadilan, agar semua pihak bisa melihat langsung dan “terang benderang”. Pernyataan ini bukan hanya janji politik, tapi bentuk komitmen terhadap transparansi dan kepercayaan publik. 

Namun, peristiwa gelar perkara khusus di Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Senin, 15 Desember 2025, menimbulkan dinamika baru. Pada agenda tersebut, penyidik membuka dan menunjukkan ijazah "asli" Jokowi langsung kepada delapan pihak tersangka, termasuk kuasa hukum mereka. Proses ini berlangsung di luar persidangan pengadilan, berbeda dari pesan Jokowi yang meminta agar ijazah dibuka di forum persidangan.

Mengapa penyidik tidak menunggu pesan Jokowi? Jawabannya terletak pada fungsi hukum dan prosedur yang berbeda antara penyidikan dan persidangan. Gelar perkara adalah bagian dari tahapan penyidikan. Penyidik memiliki kewenangan untuk memvalidasi dan memperlihatkan bukti kepada semua pihak terkait, agar proses berjalan transparan dan semua tersangka dapat mengetahui isi berkas secara langsung. Tindakan ini tidak menggantikan pembuktian di pengadilan, tetapi memperkuat proses penyidikan.

Langkah ini juga dapat dimaknai sebagai upaya menunjukkan netralitas penyidik. Dengan memperlihatkan bukti di gelar perkara, polisi menyampaikan pesan jelas, mereka tidak berpihak pada Jokowi maupun penuduh seperti Roy Suryo. Ini menjadi jawaban atas tuduhan sebagian pihak yang menilai aparat hukum “mendukung” atau “menentang” figur publik tertentu.

Bahwa ini bukan bentuk pembangkangan terhadap Jokowi, melainkan prioritas prosedur hukum formal. Dalam hukum acara pidana, penyidik bertugas mengumpulkan dan memverifikasi bukti sebelum diserahkan ke pengadilan. Menunjukkan ijazah dalam gelar perkara adalah langkah administratif dan evaluatif, bukan pengabaian pesan seorang figur publik.

Yang menarik, peristiwa ini membuka diskusi luas, publik menyadari adanya perbedaan antara transparansi prosedural penyidik dengan transparansi politik tokoh publik.

Menunjukkan bukti di luar persidangan bukanlah pengingkari janji Jokowi, melainkan bagian dari proses hukum yang sah. Ini juga menegaskan bahwa proses hukum harus bebas dari tekanan politik dan opini publik yang terpolarisasi.

Pembukaan ijazah Jokowi di Polda Metro Jaya pada 15 Desember 2025 adalah simbol ketegasan hukum dan netralitas aparat. Tindakan ini menunjukkan bahwa proses hukum berjalan obyektif dan independen, meskipun berbeda dari strategi politik Jokowi yang ingin membukanya di persidangan. Opini publik pun terbagi, sebagian mengapresiasi langkah penyidik, sebagian menilai ini sebagai ironi terhadap pesan figur publik.

Yang jelas, polemik ini menjadi pelajaran penting bahwa proses hukum memiliki jalur dan mekanisme sendiri, yang kadang berbeda dari pesan politik atau harapan tokoh publik, namun tetap bertujuan menjaga transparansi, kredibilitas, dan keadilan bagi semua pihak.

Oleh: Agusto Sulistio - Pegiat Sosmed

Rabu, 17 Desember 2025, 17:45 Wib.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi Diluar Sidang apakah Bukti Polri Taat Aturan?

Trending Now