Jejak Surat dari Makkah: Kisah Ulama Melayu yang Menyeberangi Lautan Demi Ilmu

Iklan

Jejak Surat dari Makkah: Kisah Ulama Melayu yang Menyeberangi Lautan Demi Ilmu

Redaksi
Minggu, Juni 29, 2025 | Minggu, Juni 29, 2025 WIB Last Updated 2025-06-29T05:52:35Z
Jakarta,detiksatu.com || Makkah, 1915. Di sebuah ruangan sederhana di Tanah Suci, seorang ulama muda asal Nusantara, Muhammad Yunus ibn Haji Daud, menulis surat dengan tinta hitam di atas kertas kuno yang sekarang disebut dengan istilah ‘manuskrip

Tulisannya beraksara Arab Jawi, mencampurkan bahasa Melayu dan Arab. Surat itu bukan sekadar pengiriman kabar, tapi menjadi jejak panjang jaringan keilmuan Islam Nusantara yang melintasi samudra.

Surat pribadi yang dikirim kepada Kemas Haji Umar di Palembang ini kini menjadi salah satu dokumen bersejarah yang menggambarkan bagaimana ulama-ulama Melayu awal abad ke-20 menimba ilmu ke pusat peradaban Islam dunia. Sekaligus dengan datangnya surat ini menjadikanya saksi bisu bahwa ketika awal abad ke-20, mobilitas jejaring ilmu para ulama Nusantara khusunya daerah Melayu sudah mulai berkembang besar.

Sebagai catatan, manuskrip surat Muhammad Yunus ibn Haji Daud (1915) kini menjadi bagian penting dari studi naskah kuno Islam Nusantara, dan disimpan dalam koleksi pribadi keluarga Kemas Haji Umar di Palembang.

Kabar dari Tanah Suci

Isi surat itu sarat makna. Bahasanya penuh dengan makna spiritual yang tinggi. Tak lupa juga mengandung etika adab dan akhlak yang luar biasa ketika zaman itu. Muhammad Yunus memulai suratnya dengan membalas kabar yang ia terima sebelumnya dari Palembang. Ia menyampaikan doa serta penguatan kepada kerabatnya yang tengah menghadapi ujian hidup.

Namun surat ini bukan sekadar basa-basi. Di dalamnya, Muhammad Yunus menceritakan kondisi para pelajar Nusantara yang sedang menuntut ilmu di Makkah. Nama-nama seperti Muhammad Sa’id dan Shalih muncul, menandakan bahwa generasi penerus keilmuan Islam dari Palembang tengah berkembang di tanah suci.

Tak hanya itu, ia juga memberitakan kedatangan tokoh-tokoh baru dari Nusantara yang baru tiba di Makkah untuk menimba ilmu. Surat ini seakan menjadi laporan kecil tentang geliat para santri perantau di Makkah, sekaligus menjadi pengikat batin antara tanah air dan tanah suci.

Di bagian akhir, Muhammad Yunus menyampaikan permohonan doa dan salam dari kerabat di Makkah kepada keluarga di Palembang. Surat itu sepenuhnya disusun dengan bahasa yang lembut, sarat etika, dan mencerminkan spiritualitas tinggi para ulama masa itu.

Jaringan Keilmuan yang Melintasi samudra

Surat ini hanyalah salah satu dari banyak bukti bagaimana eratnya jaringan ulama Melayu dengan pusat-pusat keislaman dunia. Sejak abad ke-17, Makkah menjadi magnet bagi para pelajar dari Nusantara.

Mereka menempuh perjalanan panjang, berbulan-bulan di kapal layar, demi berguru kepada ulama besar, lalu membawa pulang ilmu ke kampung halaman.

Mereka menempuh perjalanan panjang, berbulan-bulan di kapal layar, demi berguru kepada ulama besar, lalu membawa pulang ilmu ke kampung halaman.

Nama Muhammad Yunus ibn Haji Daud adalah contoh nyata dari generasi ulama perantau itu. Sementara Kemas Haji Umar di Palembang, sebagai penerima surat, merupakan tokoh terpandang yang menjadi penghubung antara masyarakat Palembang dengan komunitas pelajar di Makkah karena namanya “Kemas” itu merupakan keturunan bangsawan masyarakat Palembang.

Surat pribadi seperti ini kini menjadi saksi bisu bagaimana Islam di Nusantara berkembang bukan dalam ruang hampa, tetapi melalui proses dialog, pembelajaran, dan pertukaran gagasan lintas benua.

Bayangkan saja bagaimana bias surat ini berlabuh melintasi berbagai samudra terlebih dahulu. Dan sampai kini surat ini tersimpan dengan baik dan dapat dibaca oleh banyak kalangan. Menjadikannya dokumen yang mahal dan elegan.

Tradisi surat-menyurat ini menjadi bagian dari budaya tulis ulama Melayu yang sarat dengan nilai etika, kasih sayang, dan penguatan moral.

Surat yang Masih Berbisik Hingga Kini

Kini, di era teknologi dan komunikasi serba cepat, surat seperti ini mungkin terasa sederhana. Tapi di balik sederhananya bentuk, tersimpan ketekunan luar biasa.

Para ulama dulu rela mengarungi samudra berbulan-bulan, menghadapi risiko penyakit, badai, dan keterbatasan komunikasi, hanya untuk menimba ilmu demi pengabdian kepada agama di nusantara.

Surat dari Makkah ini mengingatkan kita bahwa warisan keilmuan Islam di Nusantara berdiri di atas semangat pengorbanan dan perjuangan panjang.

Jejak para ulama perantau seperti Muhammad Yunus ibn Haji Daud masih berbisik kepada generasi hari ini: bahwa keilmuan bukan datang secara instan, melainkan buah dari kesungguhan, ketekunan, dan cinta yang mendalam pada ilmu.[]



Sumber: Sri Astuti  S.Pd.i

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Jejak Surat dari Makkah: Kisah Ulama Melayu yang Menyeberangi Lautan Demi Ilmu

Trending Now