Anisah Nurul Izzah Rusdi: Paparan Konten Negatif, Analisis Doomscrolling dan Relevasinya dengan Al-Qur’an

Redaksi
Desember 16, 2025 | Desember 16, 2025 WIB Last Updated 2025-12-16T12:08:12Z
Jakarta,detiksatu.com -- Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara manusia mengakses informasi. Media sosial dan platform digital memungkinkan arus informasi mengalir tanpa henti dan cepat. Namun, hal ini tidak selalu berdampak positif.

Salah satu fenomena yang muncul adalah doomscrolling, yang dapat dipahami sebagai kebiasaan menggulir layar secara terus-menerus untuk mengomsumsi berbagai konten negatif seperti berita bencana, konflik kontroversi, ujaran kebencian dan krisis sosial. Kebiasaan ini sering berlangsung tanpa disadari, dipicu oleh rasa ingin tahu, tekanan sosial, algoritma media, dan FOMO (Fear Of Missing Out).

Paparan informasi negatif yang berlebihan ini terbukti menimbulkan kecemasan, menganggu kualitas tidur, melemahkan konsetrasi, serta menurunkan kejernihan berpikir. Fenomena doomscrolling ini menjadi salah satu gejala Psikologis yang paling menonjol pada era digital, terutama dikalangan remaja yang setiap harinya berhadapan dengan media sosial.

Berdasarkan laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI) pada 2024, sebanyak 89% remaja Indonesia yang berusia 15-18 tahun aktif menggunakan internet. Dan mayoritas dari mereka mengakses media sosial lebih dari empat jam setiap hari.

Dari hasil penelitian oleh Cahya dan Sekti (2024), mengungkapkan bahwa remaja memiliki resiko gangguan kecemasan dan depresi yang tinggi akibat komsumsi konten negatif secara berlebihan. Kondisi mental yang kelelahan ini sering dinamakan Brain Broke, yaitu keadaan ketika otak kehilangan daya fokus dan ketajaman dalam memahami informasi.

Fenomena ini memiliki relevasi yang kuat dengan gambaran pada Al-Qur’an, khususnya Surah Al-Baqarah ayat 171, dimana Allah SWT memberikan perumpamaan tentang orang-orang yang mendengar suara tetapi tidak memahami maknanya. Allah berfirman:

وَمَثَلُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا كَمَثَلِ الَّذِيْ يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ اِلَّا دُعَاۤءً وَّنِدَاۤءًۗ صُمٌّ ۢ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ ۝١٧١

“Perumpamaan orang-orang yang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil hewan ternak yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta sehingga mereka tidak mengerti.”

Menurut Ibnu Kasir, ayat ini menggambarkan manusia yang menerima banyak suara tetapi tidak memahaminya, seperti hewan ternak yang mendengar teriakan pengembala tanpa menangkap tujuan panggilan. Mereka mendengar,tetapi akal tidak bekerja.

Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menekankan bahwa sifat” tuli, bisu, dan buta” tidak merujuk pada kondisi fisik, tetapi pada kerusakan fungsi hati dan akal. Hati yang tertutup tidak dapat memilah informasi, sehingga apapun yang didengar tidak membentuk pemahaman.

At-Thabari, menafsirkan ayat ini melalui pendekatakan riwayat yang panjang, menekankan bahwa yang diserupakan dalam ayat ini bukan pemanggilnya, tetapi pihak yang dipanggil. Mereka seperti hewan yang mendengar suara namun tidak memahami arti dibaliknya. Beliau juga menjelaskan bahwa ayat ini menggambarkan kondisi seseorang yang hati dan akalnya tidak lagi menerima petunjuk, sehingga meskipun informasi masuk, tidak ada makna yang tersimpan.

Untuk memperjelas makna ayat, metode tahlili digunakan pada penafsiran At-Thabari beliau memulai dari analisis bahasa, seperti kata يَنْعِقُ (berteriak keras, biasanya untuk memanggil ternak), دُعَاءً (panggilan dekat), dan نِدَاءً (panggilan jauh). At-Thabari menegaskan bahwa dua jenis suara ini menggambarkan seluruh bentuk pesan dekat maupun jauh, kuat maupun lemah.

Namun, bagi pihak yang diumpamakan, semua itu tetap tidak bermakna karena mereka tidak memiliki kesiapan akal. Kata صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ dijelaskan sebagai kondisi batin yang terhalang dari kebenaran, sedangkan لَا يَعْقِلُونَ menunjukkan ketidakfungsian akal akibat tidak digunakan untuk memahami. Kajian kosa kata ini memperlihatkan betapa dalamnya makna ayat dalam menggambarkan manusia yang dipenuhi suara tetapi kehilangan pemahaman.

Sedangkan Quraish Shihab, menyoroti sisi psikologis ayat ini yaitu gambaran manusia yang memiliki panca indra tetapi gagal mengfungsikannya. Mereka diibaratkan seperti penampung suara tanpa makna: informasi yang masuk tapi tidak diolah.

Keempat mufassir sepakat bahwa QS. Al-Baqarah ayat 171 menggambarkan manusia yang menerima informasi tanpa pemahaman karena akal dan hati mereka tidak difungsikan, dengan perbedaan penekanan pada tafsir, Ibnu Katsir pada perumpamaan moral, Wahbah az-Zuhaili pada kerusakan fungsi hati dan akal, At-Thabari pada analisis riwayat dan objek perumpamaan, serta Quraish Shihab pada aspek psikologis pengolahan informasi.

Fenomena ini menunjukkan pentingnya pengendalian diri dalam penggunaan media sosial. Ayat ini mengajarkan kita bahwa akal adalah amanah yang harus dijaga dari hal-hal yang dapat merusaknya, termaksud paparan konten negatif yang tidak terkendali. Kemampuan menyaring informasi, dan kebiasaan bermedia secara bijak menjadi kebutuhan mendesak agar terhindar dari krisis kejernihan berpikir.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa doomscrolling merupakan fenomena digital yang berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan kemampuan berpikir, terutama pada remaja yang intens berinteraksi dengan media sosial.

Surah Al-Baqarah ayat 171 memberikan gambaran bahwa banyaknya informasi yang diterima tanpa melibatkan akal dan hati dapat menyebabkan hilangnya pemahaman dan kejernihan berpikir.

Oleh karena itu, pengendalian diri dalam bermedia sosial menjadi sangat penting, disertai dengan kemampuan memilah informasi secara kritis. Selain itu, kesadaran untuk mengoptimalkan fungsi akal sebagai amanah perlu terus dibangun agar arus informasi di era digital tidak melemahkan nalar, melainkan mendorong sikap berpikir yang lebih bijak dan bertanggung jawab.[]
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Anisah Nurul Izzah Rusdi: Paparan Konten Negatif, Analisis Doomscrolling dan Relevasinya dengan Al-Qur’an

Trending Now