Pembangunan Gedung Operasional Layanan Riset dan Mutu Pendidikan (LPPM–LPMPP) Universitas Bangka Belitung (UBB) waktu pelaksanaannya kian menipis. Namun hingga pertengahan Desember ini, progres fisik proyek tersebut baru mencapai sekitar 50 persen.
Berdasarkan pantauan di lapangan pada Minggu (14/12), aktivitas pembangunan masih terlihat berjalan lambat. Padahal, sesuai kontrak, proyek bernilai Rp 5,6 miliar itu akan berakhir pada 1 Januari 2026, menyisakan waktu 15 hari kerja.
Kondisi ini memunculkan tanda tanya di kalangan masyarakat. Proyek yang disebut-sebut sebagai salah satu program strategis UBB justru dinilai jauh dari kata ideal jika melihat capaian fisik yang ada.
Seorang warga Pangkalpinang yang berprofesi sebagai pemborong menyayangkan lambannya progres pekerjaan tersebut. Ia menilai keterlambatan itu berpotensi mencoreng nama baik UBB sebagai institusi pendidikan teknik.
“Kalau progres baru 50 persen dengan sisa waktu 15 hari, ini bukan sekadar soal denda. Ini bisa menjatuhkan wibawa UBB. Padahal UBB dikenal mencetak insinyur sipil yang andal,” ujarnya.
Proyek pembangunan gedung LPPM–LPMPP itu dikerjakan oleh PT Hutama Buana Internusa. Dengan nilai kontrak yang tidak kecil, publik berharap pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan sesuai spesifikasi.
Namun, sejumlah narasumber di lokasi mengaku pesimistis proyek tersebut dapat rampung sesuai jadwal. Mereka menilai selisih antara target dan realisasi sudah terlalu jauh untuk dikejar dalam waktu singkat.
Keraguan itu tidak hanya diarahkan kepada kontraktor, tetapi juga kepada sistem pengawasan internal kampus. UBB sebagai perguruan tinggi negeri dinilai seharusnya memiliki kontrol teknis yang ketat, terlebih proyek berada di lingkungan akademik sendiri.
“Ini bukan proyek sembarangan. Ini fasilitas riset dan mutu pendidikan. Kalau pengawasannya lemah, yang dipertaruhkan bukan hanya bangunan, tapi juga reputasi institusi,” kata salah satu narasumber.
Sorotan juga mengarah pada peran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Dalam kondisi progres yang tertinggal signifikan, langkah mitigasi dinilai seharusnya dilakukan sejak dini.
Kritik tersebut menguat karena publik masih mengingat pengalaman pahit UBB pada proyek sebelumnya. Pembangunan Gedung Auditorium bernilai puluhan miliar rupiah berujung ambruk dan hingga kini terbengkalai.
Kasus auditorium tersebut bahkan menyeret sejumlah pihak, termasuk PPK, PPTK, dan kontraktor, ke ranah hukum. Negara pun mengalami kerugian hingga puluhan miliar rupiah.
Catatan kelam itu kini kembali menghantui UBB. Sejumlah pihak menilai pola keterlambatan dan lemahnya pengawasan pada proyek LPPM–LPMPP menunjukkan gejala yang patut diwaspadai sejak dini.
Banyak pihak berharap pimpinan UBB tidak menutup mata terhadap kritik publik. Evaluasi menyeluruh dinilai penting agar kesalahan serupa tidak kembali terulang.
Ditempat terpisah media inipun mecoba menghubungi Rahmad selaku PPK pembangunan gedung LPPM-LPMPP di universitas Bangka Belitung (UBB) melalui pesan washap Minggu malam(14/12/25)tidak dijawab malah mengutus stafnya bernama Wisnu.
Terlebih, gedung LPPM–LPMPP ini memiliki peran strategis dalam mendukung riset, pengabdian masyarakat, dan peningkatan mutu pendidikan di kampus tersebut.
Publik kini menunggu langkah tegas dan transparan dari UBB. Apakah proyek ini mampu diselamatkan tepat waktu, atau justru akan menambah daftar panjang persoalan pembangunan di lingkungan kampus negeri kebanggaan Bangka Belitung itu. (Hry)

