Ketika bencana menguji keberanian
Banjir bandang yang kembali menghantam Sumatera bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Di balik air bah itu ada rangkaian persoalan yang saling berkelindan: kerusakan hutan, aktivitas tambang yang tidak terkendali, serta tata kelola lingkungan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Semua ini terjadi akibat pilihan manusia dari keputusan yang keliru, pembiaran, hingga kepentingan yang tidak berpihak pada keselamatan warga dan kelestarian alam.
Situasi tersebut memunculkan pertanyaan yang semakin sering terdengar: Di mana posisi para pejabat Minang yang memegang jabatan penting di Sumatera Barat?
Jabatan seharusnya tidak hanya menjadi simbol kehormatan. Ia adalah ujian integritas. Apakah seseorang hanya menjadi penonton dalam arus kerusakan, atau berdiri sebagai gentleman sejati yang berani mengambil risiko demi memperbaiki keadaan?
Kerusakan hutan dan praktik tambang bermasalah bukan soal teknis semata, tetapi menyentuh ranah moral: tentang keberanian memilih nilai di atas kenyamanan.
Warisan gentleman dari Ranah Minang
Sejarah Ranah Minang menyimpan banyak figur yang menunjukkan keberanian luar biasa. Mereka bukan sekadar pemikir atau pemimpin, tetapi orang-orang yang siap menghadapi risiko terbesar untuk mempertahankan keyakinan yang mereka pegang.
Tan Malaka bergerak dari satu tempat ke tempat lain demi memperjuangkan pemikiran dan kemerdekaan yang ia yakini. Mohammad Natsir pernah memilih hidup di tengah rimba bersama keluarganya pada masa genting perjuangan. Syafruddin Prawiranegara menjalani masa gerilya dan menanggung risiko besar demi mempertahankan prinsip.
Sutan Sjahrir harus menghadapi beratnya status tahanan politik, dan Buya Hamka merasakan pengasingan serta tekanan hanya karena mempertahankan sikapnya.
Sejarah PRRI juga mencatat bagaimana banyak anak muda Minang harus kehilangan masa depan, keluarga, dan bahkan nyawa dalam pusaran konflik yang rumit.
Tokoh seperti dr. Sagaf Yahya yang di penjarakan Jepang 3 tahun merupakan anak Jahja Datoek Kajo menjadi bukti bahwa pengorbanan dan keberanian tidak hanya milik nama besar, tetapi juga bagian dari perjalanan hidup masyarakat Minang sehari-hari.
Semua kisah itu menunjukkan satu hal:
gentleman Minang adalah watak, bukan gelar. Watak yang terbentuk dari keberanian menghadapi risiko, bukan dari kenyamanan.
Mengukur keberanian pria Minang masa kini
Kini, ketika banjir bandang kembali merusak rumah dan merenggut nyawa, ketika hutan kehilangan kekuatannya untuk menahan air, dan ketika aktivitas tambang bermasalah terus dilakukan, pertanyaan itu kembali muncul: di mana sikap tegas para pejabat Minang masa kini?
Apakah mereka memilih diam demi menjaga posisi?
Ataukah mereka bersedia mengambil risiko demi perubahan yang lebih besar?
Pada masa kini, keberanian tidak selalu berarti turun ke hutan atau bergerilya. Namun prinsipnya tetap sama: siap kehilangan sesuatu demi mempertahankan sesuatu yang lebih penting.
Diam dalam situasi seperti ini bukanlah sikap netral. Diam bisa berarti membiarkan kerusakan terus terjadi. Diam berarti menutup mata atas tanggung jawab yang seharusnya dipikul.
Menjadi gentleman hari ini bukan tentang ucapan lantang.
Gentleman adalah mereka yang berani menindak perusak lingkungan meski pelakunya dekat.
Yang berani menolak tekanan meski ancaman jabatan membayangi.
Yang berani berkata tidak pada praktik yang menyimpang meski godaan materi begitu besar.
Nilai “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” mengingatkan bahwa kehormatan lebih tinggi dari kepentingan pribadi.
Ketika keberanian ditaklukkan oleh kenyamanan
Zaman berubah. Ancaman tidak selalu datang dari bahaya fisik. Kini, kenyamananlah yang lebih sering membungkam. Jabatan, fasilitas, relasi bisnis, dan kemudahan bagi keluarga sering kali membuat seseorang sulit bersikap tegas.
Banyak yang bungkam bukan karena takut, tetapi karena nyaman. Di sinilah ujian keberanian yang paling halus muncul.
Ungkapan “pakai saja rok” sering muncul sebagai sindiran untuk mereka yang dianggap tidak berani mengambil sikap. Bukan soal gender, tetapi sindiran moral: Jka tidak berani mengambil keputusan penting, jangan berpura-pura sebagai pemimpin.
Pertanyaannya: apakah pejabat Sumatera Barat hari ini sanggup menjawab tantangan itu?
Bukan maskulinitas tetapi moralitas
Ungkapan tersebut bukanlah penghinaan terhadap jenis kelamin mana pun. Ia menyoroti nilai moral: Orang yang tidak berani mengambil sikap demi kebenaran telah mengabaikan nilai keberanian itu sendiri.
Minangkabau memiliki tradisi panjang tentang keberanian dan tanggung jawab. Dari pemikir, pejuang kemerdekaan, hingga para pemimpin lokal, semuanya menunjukkan ketegasan dalam menghadapi tekanan.
Karena itu, gentleman sejati tidak diukur dari kerasnya suara, tetapi dari kuatnya sikap.
Bencana dan masa depan integritas
Banjir bandang yang terjadi hari ini seharusnya menjadi titik balik. Berbagai laporan publik menunjukkan perlunya meninjau ulang tata kelola hutan, perizinan, dan aktivitas ekonomi yang berdampak pada lingkungan.
Sumatera Barat memerlukan pemimpin yang::
berani menyelidiki dugaan kerusakan hutan dan praktik tambang bermasalah,
berani membuka apa yang sebenarnya terjadi,
berani menindak meski pelakunya orang dekat.
Risikonya jelas: kehilangan jabatan, kenyamanan, atau dukungan politik. Namun generasi sebelumnya telah mempertaruhkan hal yang jauh lebih besar: nyawa, kebebasan, dan masa depan mereka.
Jika semua itu pernah mereka korbankan,
apa arti sebuah jabatan dibandingkan pengorbanan itu?
Penutup: menghadapi cermin keberanian
Sejarah tidak mencatat mereka yang memilih diam.
Ia mencatat mereka yang berdiri meski sendirian.
Hari ini, Sumatera Barat sedang menatap cermin besar.
Cermin itu bertanya:
Apakah Anda gentleman sejati seperti para pendahulu Anda?
Atau Anda memilih diam demi kenyamanan?
Jika keberanian sulit ditemukan, sindiran “pakai saja rok” akan menjadi penanda pahit bahwa nilai keberanian sedang memudar.
Namun jika ada yang berani berdiri, menindak, dan memperbaiki tata kelola lingkungan, sejarah akan mencatat bahwa darah Minang belum kehilangan nyalinya.
Daftar Referensi.
Greenpeace ‘Bocorkan’ 3 Nama Menteri & Korporasi Yang Bertanggung Jawab Dalam Tragedi Banjir Sumatera — DEMOCRAZY.ID (https://democrazy.id/greenpeace-bocorkan-3-nama-menteri-korporasi-yang-bertanggung-jawab-dalam-tragedi-banjir-sumatera/)
Di Daerah Gerilya Bersama Syafruddin Prawiranegara — MataBangsa / BerdikariBook.red (https://berdikaribook.red/products/484345/di-daerah-gerilya-bersama-syafruddin-prawiranegara-__-matabangsa)
Ironi Sutan Sjahrir, Pendiri Bangsa yang Wafat dalam Status Tahanan Politik — Kompas.com (https://nasional.kompas.com/read/2021/04/19/20440301/ironi-sutan-sjahrir-pendiri-bangsa-yang-wafat-dalam-status-tahanan-politik)
Jejak Singkat Perjalanan Perjuangan Kemerdekaan Tan Malaka Hingga Pemikirannya — Tempo.co (https://www.tempo.co/politik/jejak-singkat-perjalanan-perjuangan-kemerdekaan-tan-malaka-hingga-pemikirannya-53140)
Kenapa Buya Hamka Dipenjara — Kompas.com (https://www.kompas.com/stori/read/2023/08/22/170000479/kenapa-buya-hamka-dipenjara)
Ketika Keluarga Mohammad Natsir Hidup dalam Rimba Hutan pada Masa PRRI — Goodnewsfromindonesia.id (https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/11/04/ketika-keluarga-mohammad-natsir-hidup-dalam-rimba-hutan-pada-masa-prri)
PKI Membonceng Penumpasan PRRI, Orang Minang Dibantai — Prokabar.com (https://prokabar.com/%E2%80%8Bpki-membonceng-penumpasan-prri-orang-minang-dibantai/)
Tahun-Tahun Kesunyian Minangkabau — Tengara.id (https://tengara.id/esai/tahun-tahun-kesunyian-minangkabau/)

