Sebuah tindakan kepedulian yang sederhana justru berubah menjadi perk4r4 besar yang mem4t4hkan hati banyak orang yang mengenal beliau sebagai sosok pendidik yang jujur, lembut, dan penuh kepedulian.
Sebelum proses hukum benar² berjalan secara jernih, Pak Guru Mansur bahkan sempat dik3r0y0k oleh orang tua siswa, yang disebut-sebut merupakan seorang PE-EN-ES. K3k3r4s4n ini bukan hanya m3luk4i fisik beliau, tetapi juga m3rob3k rasa keadilan.
Tidak ada seorang pun, terlebih seorang guru yang pantas dipvkvl dan dih4k1m1 sebelum kebenaran terungkap sepenuhnya.
K4sus ini menunjukkan betapa rentannya seorang pendidik menghadapi s4L4h paham.
Betapa cepatnya masyarakat membentuk opini dari p0t0ng4n informasi.
Betapa mudahnya seorang guru yang berniat baik justru terjebak dalam putaran tuduhan yang m3ng3rik4n.
Dimana keadilan yang sebenar-benarnya untuk Pak Guru Mansur.
Keadilan yang tidak lahir dari am4r4h sesaat.
Keadilan yang tidak dipengaruhi tekanan sosial orang berada.
Keadilan yang melihat fakta secara utuh, bukan setengah-setengah.
Seorang guru tidak boleh dip3nj4r4 karena tindakannya memeriksa kondisi murid.
Seorang guru tidak boleh dih4kimi sebelum diberikan kesempatan membela diri.
Seorang guru tidak boleh menjadi k0rb4n dari s4L4h tafsir dan k3k3r4s4n.
Semoga ap4r4t penegak hukum melihat k4sus ini dengan nurani yang jernih.
Semoga setiap langkah hukum dilakukan dengan keberimbangan.
Dan semoga kebenaran akhirnya muncul terang membersihkan nama seorang guru yang hanya ingin memastikan kesehatan muridnya.
Untuk Pak Guru Mansur dan keluarganya, semoga diberikan kekuatan dan ketabahan.
Untuk masyarakat, semoga kita belajar berhati-hati sebelum menghakimi.
Untuk dunia pendidikan, semoga tidak ada lagi guru yang diperlakukan seperti ini.
#Save_Pak_Guru_Mansur
