Pendahuluan
Berita tentang kondisi Aceh Tamiang pada awal Desember, yang memperlihatkan mobil-mobil berisi jenazah membusuk terjebak banjir, membuat saya terdiam lama. Bau busuk yang menyengat, jenazah yang belum dievakuasi, serta minimnya tenaga medis yang bisa menjangkau lokasi, merupakan gambaran nyata betapa gentingnya situasi saat bencana melumpuhkan seluruh akses. Pemberitaan itu mengingatkan saya pada kajian yang pernah saya tulis pada 2020, ketika pandemi COVID-19 mulai melanda Indonesia. Saat itu, banyak daerah juga mengalami kondisi darurat dengan layanan kesehatan yang kelimpungan menghadapi lonjakan kasus dan keterbatasan tenaga.
Melihat kembali kajian tersebut, saya merasa ada relevansi yang kuat antara pandemi dan bencana alam besar. Keduanya menimbulkan ancaman bagi keselamatan manusia, membutuhkan respons cepat, dan menguji ketahanan sistem kesehatan. Bahkan, paralelnya semakin terlihat ketika memahami bagaimana negara lain menangani bencana besar. Salah satu contoh adalah kecepatan tim SAR Rusia dalam mengevakuasi korban pada gempa Turki dan Suriah, yang menjadi rujukan penting dalam melihat bagaimana negara lain membangun respons yang tangguh, terkoordinasi, dan terdisiplin.
Kajian ini saya susun kembali untuk menjawab kebutuhan Indonesia dalam memperkuat ketahanan sistem kesehatan bukan hanya untuk pandemi, tetapi juga untuk banjir besar, tanah longsor, gempa bumi, atau krisis lainnya yang makin sering terjadi akibat perubahan iklim dan degradasi lingkungan.
Latar Belakang: Pandemi sebagai Ujian Ketahanan
Pandemi COVID-19 telah mengguncang mekanisme kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, dan psikologis masyarakat Indonesia. Perubahan drastis ini mengancam capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2015–2030. Pada awal pandemi, pemerintah di seluruh dunia menghadapi kesulitan dalam pengambilan keputusan cepat, terutama karena penyebaran penyakit berlangsung dalam skala besar dan sangat tiba-tiba.
Di Indonesia, tantangan semakin besar karena luas wilayah yang tidak sebanding dengan distribusi tenaga kesehatan. Keterbatasan logistik dan fasilitas juga membuat penanganan tidak selalu berjalan seirama. Banyak tenaga medis yang kelelahan, sistem pelaporan masih lambat, dan masyarakat belum memahami betul risiko penularan.
Namun di balik kesulitan itu, muncul kesadaran bahwa ketahanan kesehatan tidak hanya ditentukan oleh pemerintah pusat, melainkan juga oleh kemampuan daerah, komunitas, dan keluarga dalam merespons krisis.
Konsep Ketahanan Sistem Kesehatan
Ketahanan sistem kesehatan adalah kemampuan nasional dalam menghadapi keadaan darurat kesehatan masyarakat, wabah, pandemi global, serta bencana kimia, biologi, atau nuklir. Indonesia memiliki kewajiban berdasarkan International Health Regulation (IHR) 2005 untuk mengembangkan kapasitas inti dalam deteksi dini, respons cepat, mitigasi risiko, serta koordinasi lintas sektor.
Ketahanan ini mencakup:
ketangguhan tenaga kesehatan,
infrastruktur medis,
ketahanan ekonomi masyarakat,
sistem sosial,
kesiapsiagaan komunitas,
dan kesadaran lingkungan.
Pandemi menunjukkan bahwa banyak aspek ketahanan tersebut sudah berjalan, tetapi masih memerlukan penguatan signifikan agar Indonesia lebih siap saat menghadapi situasi serupa di masa depan.
Tujuan Kajian
Kajian ini disusun untuk:
1. Menganalisis kebijakan percepatan penanganan COVID-19
Dengan melihat pembentukan:
Kampung Siaga COVID-19
Relawan Desa Lawan COVID-19
Satgas Perubahan Perilaku
Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif untuk memahami efektivitas peran komunitas dalam merespons darurat kesehatan.
2. Melakukan evaluasi holistik terhadap program berbasis keluarga
Khususnya:
Ketuk Pintu, Layani dengan Hati (DKI Jakarta)
Kampung Siaga COVID-19 (DKI Jakarta)
Program ini menonjol karena mendekatkan pelayanan pada warga, termasuk deteksi dini dan pendataan kasus.
3. Menawarkan alternatif program pendamping tenaga kesehatan
Konsep ini selaras dengan pendekatan keluarga dalam program Indonesia Sehat Kementerian Kesehatan, dan dapat diterapkan pada kondisi darurat seperti banjir Aceh.
Respons Lambat dalam Bencana Aceh: Cermin Kebutuhan Sistem Resilien
Banjir besar di Aceh menunjukkan keterlambatan respons akibat minimnya akses, keterbatasan tenaga medis, serta koordinasi yang lambat. Ada mobil yang berisi jenazah masih terendam selama berhari-hari. Bau busuk menyengat, warga trauma, dan proses evakuasi terhambat.
Pada titik tertentu, kondisi ini mirip dengan masa awal pandemi: tenaga kesehatan tidak cukup, komunikasi tidak tersambung, dan kebijakan tidak tersampaikan hingga ke lapisan paling bawah.
Dalam situasi ini, pernyataan Menteri Pertahanan yang meminta Kementerian Kesehatan mengerahkan dokter magang ke lokasi bencana menunjukkan betapa besar kebutuhan tenaga kesehatan saat sistem daerah lumpuh.
Pelajaran dari Respons Cepat Rusia pada Bencana Internasional
Dalam gempa besar Turki–Suriah, tim SAR Rusia bergerak dengan kecepatan tinggi. Beberapa hal yang dapat dipelajari dari mereka ialah:
1. Mobilisasi dalam hitungan jam
Rusia mengirim pesawat khusus berisi tenaga SAR, dokter militer, dan peralatan evakuasi canggih segera setelah laporan gempa diterima.
2. Tim kecil namun sangat terlatih
Rusia mengandalkan unit kecil dengan spesialisasi tinggi mulai dari dokter trauma, ahli pencarian reruntuhan, hingga tim K-9.
3. Sistem komando tunggal
Tidak ada lapisan birokrasi berbelit. Setiap langkah langsung dikendalikan dari pusat operasi nasional.
4. Penggunaan teknologi
Mulai dari sensor pendeteksi detak jantung di bawah reruntuhan, drone termal, hingga komunikasi satelit.
Kecepatan respon ini menunjukkan bahwa negara yang memiliki sistem kesehatan dan SAR yang resiliens dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa dalam waktu singkat.
Indonesia dapat menjadikan hal ini sebagai acuan dalam memperkuat standar evakuasi cepat pada bencana banjir, gempa, atau tanah longsor.
Pembahasan Program Nasional
1. Kampung Siaga dan Relawan Desa
Keduanya terbukti efektif saat pandemi karena mengedepankan komunitas. Metode serupa dapat diterapkan untuk bencana banjir:
evakuasi warga difokuskan per RT,
identifikasi jenazah dilakukan cepat,
dapur umum digerakkan lokal,
data korban dikumpulkan warga sendiri,
dan tenaga kesehatan dibantu relawan terlatih.
2. Program Ketuk Pintu Layani dengan Hati
Pendekatan ini memberikan pembelajaran bahwa tenaga kesehatan perlu hadir secara langsung di rumah warga. Ketika banjir melanda, metode serupa dapat digunakan untuk:
pemeriksaan kesehatan berbasis tenda atau unit keliling,
deteksi dini penyakit menular setelah banjir,
pendataan korban yang belum dievakuasi,
hingga identifikasi penyintas dengan risiko tinggi.
Alternatif Model Pendamping Tenaga Kesehatan
Program pendamping tenaga kesehatan dapat melibatkan:
kader kesehatan desa,
relawan muda,
mahasiswa kesehatan,
organisasi sosial,
hingga tokoh masyarakat.
Mereka dilatih untuk tugas-tugas dasar seperti evakuasi, komunikasi risiko, manajemen jenazah saat bencana, dan pencatatan medis awal. Pendamping ini menjadi penghubung antara tenaga kesehatan profesional dan masyarakat.
Model seperti ini akan mempercepat penanganan bencana sekaligus mengurangi beban tenaga medis.
Kesimpulan
Kajian ini menyimpulkan bahwa ketahanan kesehatan harus menjadi prioritas Indonesia dalam menghadapi pandemi dan bencana besar. Pelajaran dari pandemi, banjir Aceh, dan respons cepat negara lain seperti Rusia menunjukkan bahwa negara yang memiliki sistem respons terpadu dapat meminimalkan korban dan menjaga stabilitas sosial.
Indonesia perlu:
memperkuat komunitas,
melatih pendamping tenaga kesehatan,
memperbaiki mobilisasi cepat,
dan memadukan pendekatan keluarga dalam kebijakan kesehatan.
Tanpa ketahanan yang tangguh, bencana apa punpandemi atau banjir akan selalu membawa risiko krisis kemanusiaan yang lebih luas.
Daftar Referensi.
COVID-19 dan Anak-anak di Indonesia 2020. (2020). UNICEF Indonesia.
https://www.unicef.org/indonesia/sites/unicef.org.indonesia/files/2020-05/COVID-19-dan-Anak-anak-di-Indonesia-2020_1.pdf
Disway. (n.d.). Mencekam, Aceh Tamiang dipenuhi mobil-mobil berisi mayat pemilik meninggal saat banjir, Gubernur Aceh marah.
https://harian.disway.id/read/915829/mencekam-aceh-tamiang-dipenuhi-mobil-mobil-berisi-mayat-pemilik-meninggal-saat-banjir-gubernur-aceh-marah
Evaluasi Program Ketuk Pintu Layani Dengan Hati. (n.d.). Scribd.
https://id.scribd.com/document/369263214/Evaluasi-Program-Ketuk-Pintu-Layani-Dengan-Hati
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (n.d.). Publikasi Kemenkes (Repository).
https://repository.kemkes.go.id/book/1264
Medcom. (n.d.). Rusia kirim tim SAR bantuan evakuasi korban gempa Turki dan Suriah.
https://www.medcom.id/internasional/timur-tengah-afrika/gNQv9zvb-rusia-kirim-tim-sar-bantuan-evakuasi-korban-gempa-gempa-turki-dan-suriah
MIT Technology Review. (2023, February 20). AI actually helpful in disaster response: lessons from Turkey–Syria earthquake.
https://www.technologyreview.com/2023/02/20/1068824/ai-actually-helpful-disaster-response-turkey-syria-earthquake/
RMOL. (2025, December 7). Prabowo minta Menkes kerahkan dokter magang ke lokasi bencana.
https://www.rmol.id/amp/2025/12/07/689403/prabowo-minta-menkes-kerahkan-dokter-magang-ke-lokasi-bencana
Warta Banjar. (2025, December 7). Ngeri: mayat di dalam mobil di Tamiang Aceh belum dievakuasi hingga keluarkan bau busuk.
https://wartabanjar.com/2025/12/07/ngeri-mayat-di-dalam-mobil-di-tamiang-aceh-belum-dievakuasi-hingga-keluarkan-bau-busuk/

