Pendahuluan: Wajah Nyata Perempuan dan Anak Indonesia
Hampir setiap kali saya melangkah keluar rumah, pemandangan yang sama selalu muncul. Seorang ibu menggendong bayi berdiri di pinggir jalan, berharap uluran tangan dari pengendara. Anak-anak yang seharusnya duduk di bangku sekolah justru terlihat berjualan di jalanan, menawarkan tisu, air mineral, atau sekadar menadahkan tangan demi mendapat sedikit uang. Inilah potret wajah sebagian perempuan dan anak Indonesia yang sampai hari ini masih kita jumpai di sudut-sudut kota besar.
Fenomena ini bukan sekadar persoalan kemiskinan. Ia mencerminkan rangkaian persoalan sosial yang saling berkaitan: ketimpangan ekonomi, lemahnya perlindungan anak, kurangnya akses pendidikan, hingga rapuhnya ketahanan keluarga. Pada anak-anak, kondisi jalanan menghadapkan mereka pada risiko berlapis kriminalitas, eksploitasi, kekerasan, hingga pola pergaulan yang tidak sehat. Dampaknya tidak hanya terasa hari ini, tetapi dapat menurunkan kualitas hidup mereka di masa depan.
Di dunia maya, wajah perempuan dan remaja Indonesia juga memperlihatkan gambaran yang kontras. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Facebook dipenuhi gaya hidup hedonistik. Remaja mengejar validasi melalui unggahan yang memamerkan barang mewah, gaya hidup glamor, atau konten sensasional. Tidak sedikit yang kemudian membangun citra diri berdasarkan popularitas semu, bukan pada kemampuan, karakter, atau prestasi.
Pada saat yang sama, pemberitaan media hampir setiap hari memuat kasus kekerasan remaja: perundungan, kekerasan seksual, tawuran, hingga kasus percobaan bunuh diri. Tekanan sosial, lingkungan keluarga yang rapuh, dan rendahnya literasi kesehatan mental membuat remaja semakin rentan. Kondisi ini menegaskan bahwa kita membutuhkan pendekatan pembinaan remaja yang lebih menyeluruh—tidak hanya mengandalkan kurikulum sekolah, tetapi juga ekosistem keluarga, organisasi pemuda, dan masyarakat.
Dalam konteks inilah, berbagai program pembinaan remaja dan keluarga yang digagas oleh pemerintah serta organisasi kepemudaan menjadi relevan. Artikel ini merangkum berbagai upaya, strategi, serta gerakan pemuda yang dapat memperkuat ketahanan generasi muda Indonesia.
1. Program Pembinaan Remaja: Menguatkan Fondasi Generasi
1.1 Program Generasi Berencana (GenRe)
Program Generasi Berencana merupakan inisiatif nasional yang dikembangkan BKKBN dan telah berjalan lebih dari satu dekade. Tujuannya membentuk remaja yang mampu merencanakan masa depan, menjaga kesehatan reproduksi, serta mempersiapkan kehidupan berkeluarga dengan matang. Program ini menekankan tiga pencegahan pokok: penyalahgunaan narkoba, seks bebas, dan penularan HIV/AIDS.
Pesan utama GenRe tetap relevan hingga hari ini:
“Hidup sehat, rencanakan masa depan, dan jadilah pemuda berdaya sebelum membangun keluarga.”
Ribuan remaja di berbagai daerah telah mengikuti program ini melalui sekolah, kampus, maupun komunitas berbasis pemuda. GenRe terbukti menjadi wadah pembinaan yang efektif dalam memberikan edukasi kesehatan reproduksi dan penguatan karakter remaja.
1.2 Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja)
PIK Remaja atau PIK-R adalah jalur utama implementasi GenRe. PIK-R menyediakan layanan konseling, edukasi kesehatan reproduksi, kegiatan pengembangan karakter, serta pendampingan sebaya. Keberadaan PIK-R memberikan ruang aman bagi remaja untuk berdiskusi tanpa rasa takut atau malu.
Berbagai penelitian menyebutkan bahwa PIK-R menjadi sarana strategis untuk meningkatkan pengetahuan remaja mengenai perencanaan kehidupan berkeluarga dan risiko kesehatan reproduksi. Panduan pembentukan PIK-R telah diatur lengkap oleh BKKBN dalam berbagai modul resmi.
1.3 Duta GenRe di Daerah
Setiap tahun dipilih para Duta GenRe di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Mereka menjadi juru bicara remaja terkait isu pembangunan keluarga, edukasi kesehatan, dan pencegahan perilaku berisiko. Melalui media sosial, kegiatan kampanye, dan program lapangan, Duta GenRe berperan sebagai agen perubahan.
Banyak di antara mereka kemudian aktif di bidang organisasi, kepemudaan, dan dunia pendidikan, sehingga keberadaan Duta GenRe memperkaya partisipasi remaja dalam isu sosial.
1.4 Keterlibatan Pemuda dalam Isu Keluarga Berencana
Gerakan pemuda peduli keluarga berencana menegaskan bahwa perencanaan keluarga bukan hanya urusan perempuan, tetapi juga tanggung jawab laki-laki. Edukasi mengenai peran calon ayah, kesehatan reproduksi laki-laki, dan tanggung jawab keluarga menjadi bagian penting dari pendekatan ini.
Pesan utama yang disampaikan:
“Membangun keluarga adalah kerja sama dua pihak. Laki-laki wajib berperan aktif.”
1.5 Kampanye Nilai Keluarga
Delapan fungsi keluarga : agama, sosial-budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan menjadi fondasi bangsa yang kuat. Pemuda dapat mempromosikan fungsi-fungsi ini melalui kegiatan kreatif, edukasi multimedia, atau aksi komunitas.
2. Self Love: Fondasi Ketahanan Diri Remaja
2.1 Pentingnya Self Love
Cinta diri atau self love sangat penting bagi remaja. Dengan cinta diri, remaja mampu menolak tekanan negatif, menjaga kesehatan mental, dan menata masa depan lebih baik. Self love bukan kesombongan, melainkan bentuk penghargaan terhadap diri sendiri.
Remaja yang memiliki self love dapat berkata:
“Saya berharga, saya layak, dan masa depan saya penting.”
2.2 Sepuluh Pilar Perlindungan Diri
Sebagai penguatan karakter, remaja didorong untuk menjalani komitmen positif sehari-hari, antara lain:
1. Menolak narkoba.
2. Menolak minuman keras.
3. Menghindari aktivitas malam berlebihan.
4. Menghindari seks bebas.
5. Tidak merokok dan tidak memakai vape.
6. Menjaga pola makan sehat.
7. Berolahraga secara rutin.
8. Menghindari lingkungan pertemanan toksik.
9. Mengisi waktu dengan kegiatan positif.
10. Menetapkan tujuan hidup yang jelas.
Daftar tersebut bukan program resmi pemerintah, tetapi pendekatan konseptual yang mendukung ketahanan mental remaja.
2.3 Tantangan 30 Hari Remaja Berdaya
Tantangan ini mendorong remaja membentuk kebiasaan kecil namun berdampak: olahraga harian, menulis cerpen, novel, puisi, esai atau opini, mengurangi penggunaan gawai, hingga memperbaiki pola tidur. Program seperti ini dapat dikembangkan oleh sekolah atau komunitas pemuda.
2.4 Kelompok Self Love Squad
Kelompok kecil sebaya dapat menjadi tempat berbagi pengalaman, tantangan, dan perkembangan diri. Pendekatan seperti ini terbukti efektif menciptakan lingkungan suportif bagi remaja.
3. Gerakan Lima Jari: Komitmen Anti Risiko
Gerakan Lima Jari menjadi pendekatan simbolik untuk menguatkan pesan hidup sehat bagi remaja:
Jempol: Say No to Drugs.
Telunjuk: Say No to Alcohol.
Jari Tengah: Say No to Free Sex.
Jari Manis: Say No to Bullying.
Kelingking: Komitmen pada pendidikan dan cita-cita.
Gerakan ini dapat dikembangkan sebagai kampanye visual di sekolah, media sosial, maupun kegiatan pemuda.
4. Panduan Teknis untuk Organisasi Pemuda
4.1 Tahapan Membentuk PIK Remaja
1. Membentuk tim inti.
2. Menyusun rencana kegiatan.
3. Mendapatkan dukungan sekolah atau kampus.
4. Mengurus rekomendasi dinas terkait.
5. Mendaftar ke BKKBN.
6. Mengikuti pelatihan dasar.
7. Melakukan peluncuran program.
4.2 Menjadi Duta GenRe
Syaratnya: berusia 15–24 tahun, memiliki kemampuan komunikasi baik, aktif di media sosial, serta belum menikah. Kegiatan kampanye kreatif menjadi daya tarik utama.
4.3 Kegiatan Kreatif Hemat Anggaran
Tantangan konten edukatif.
Talkshow sekolah.
Lomba poster.
Mural edukasi.
Flashmob kampanye.
4.4 Monitoring dan Pelaporan
Organisasi remaja dapat menggunakan mekanisme pelaporan kegiatan melalui sistem yang disediakan BKKBN.
4.5 Akses Pendanaan dan Kemitraan
Penguatan kegiatan dapat dilakukan melalui kerja sama dengan:
Dinas PPPA
Dinas Pendidikan
Dinas Kesehatan
Program CSR perusahaan
Proposal yang jelas dan berdampak akan mempermudah mendapatkan dukungan.
Daftar Pustaka
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2019). Pedoman Pengelolaan PIK Remaja dan Mahasiswa. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2023). Laporan Tahunan Program Generasi Berencana. Jakarta: BKKBN.
Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Kesejahteraan Rakyat Indonesia 2023. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. (2023). Proyeksi Penduduk Indonesia 2020–2055. Jakarta: BPS.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2024). Profil Anak Indonesia 2024. Jakarta: KemenPPPA.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. (2022). Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Jakarta: Sekretariat Negara.
BKKBN. (2021). Modul Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: BKKBN.

