Satu Dekade Model CIBEST, IPB University Perkuat Sosialisasi ke Pesantren Melalui Program Dospulkam

Redaksi
Desember 09, 2025 | Desember 09, 2025 WIB Last Updated 2025-12-09T15:12:00Z
Bogor,detiksatu.com  – Pengelolaan zakat dalam beberapa tahun terakhir mengalami perubahan yang cukup berbeda, tidak hanya pada inovasi pengelolaan zakatnya, namun juga dalam hal pengukuran dampaknya. Salah satu bentuk inovasi terbaru dalam pengukuran zakat adalah lahirnya sebuah model CIBEST (Center for Islamic Business and Economic Studies).

Model CIBEST ini merupakan sebuah pendekatan dalam mengukur tingkat kesejahteraan yang berangkat langsung dari prinsip ekonomi Islam. Model ini dikembangkan oleh Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti di lingkungan IPB sebagai instrumen untuk melihat seberapa jauh dampak zakat secara lebih utuh, bukan hanya dari sisi pendapatan (material), tetapi juga dari sisi keberagamaan (spiritual) bagi keluarga penerima zakat.
Selama bertahun-tahun, pengelolaan zakat lebih banyak dinilai dari sisi administratif, angka penghimpunannya, jumlah dana yang terkumpul, seberapa banyak mustahik yang menerima, atau bahkan seberapa besar dana yang terserap. 


Hal ini kerap menimbulkan pertanyaan yang jarang disentuh yaitu apakah zakat benar-benar mengurangi kemiskinan secara optimal? Apakah zakat membuat mustahik tidak hanya lebih sejahtera secara ekonomi, tetapi juga lebih baik secara spiritual? Pertanyaan seperti inilah yang dapat dijawab dengan lahirnya model CIBEST, karena model ini dibangun dengan kerangka maqashid syariah yang menggabungkan ukuran kemiskinan material dan spiritual dalam satu sistem yang terstruktur.

Model CIBEST mulai diperkenalkan ke publik melalui berbagai riset dan diseminasi sekitar 2014-2016, dan sejak saat itu mengubah skenario pengelolaan zakat di Indonesia. Kajian awal menunjukkan bahwa produktif zakat mampu menurunkan kemiskinan material dan kemiskinan absolut ketika diukur dengan model ini, sehingga lembaga zakat punya alat yang lebih ilmiah untuk mengevaluasi programnya sebelum dan sesudah intervensi. Dalam model ini, keluarga penerima tidak hanya dinilai dari kecukupan penghasilan terhadap garis kemiskinan, tetapi juga dinilai dari sisi praktik keagamaan dasar seperti ibadah shalat, puasa, dan praktik ibadah lain yang dianggap sebagai indikator “kaya secara spiritual”.

Secara teknis, model CIBEST membagi kondisi rumah tangga ke dalam empat kuadran berdasarkan dua garis batas yaitu garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritual.


 Dalam model CIBEST, terdapat empat jenis kuadran yang dapat mengidentifikasi tipologi penerima manfaat. Kuadran I adalah kuadran sejahtera, yaitu keluarga yang sudah di atas garis kemiskinan material dan juga di atas standar kemiskinan spiritual. 


Kuadran II adalah kemiskinan material, ketika keluarga miskin secara ekonomi namun masih kuat secara spiritual. Kuadran III adalah kemiskinan spiritual, keluarga yang secara ekonomi cukup tetapi lemah dalam aspek spiritual. Kuadran IV adalah kemiskinan absolut, yakni keluarga yang miskin baik secara material maupun spiritual.


 Dari pembagian ini kemudian dihitung empat indeks yaitu indeks kesejahteraan, indeks kemiskinan material, indeks kemiskinan spiritual, dan indeks kemiskinan absolut.

Ketika BAZNAS meluncurkan Indeks Zakat Nasional (IZN) sebagai indikator utama kinerja pengelolaan zakat di tingkat nasional, model CIBEST ikut masuk ke dalam aspek pengukuran dampaknya. Dalam pengembangan IZN dan indeks turunannya. BAZNAS sendiri menggunakan model CIBEST secara khusus dalam berbagai kajian dampaknya, termasuk dalam Indeks Kesejahteraan BAZNAS yang memotret perubahan kondisi ribuan rumah tangga mustahik setelah menerima program zakat produktif. Hasil-hasil riset menunjukkan adanya peningkatan proporsi keluarga di kuadran sejahtera dan penurunan keluarga di kuadran kemiskinan material maupun kemiskinan absolut, sehingga memberi dasar empiris bahwa zakat yang dikelola secara produktif benar-benar berkontribusi pada pengurangan kemiskinan.

Dalam rentang kurang lebih satu dekade terakhir, model CIBEST telah diaplikasikan secara masif di dunia perzakatan Indonesia. Model ini digunakan oleh lembaga-lembaga zakat baik dalam skala nasional maupun daerah dan menjadi rujukan metodologis dampak zakat dari perspektif ekonomi Islam.


 Dalam banyak studi, CIBEST menjadi standar baku untuk memetakan sebelum dan sesudah penerimaan zakat, sehingga hasil dari dampak pengukuran yang terlihat dapat memberikan saran kebijakan berdasarkan data yang telah diperoleh. Menariknya, pemanfaatan model CIBEST tidak berhenti pada dunia zakat, melainkan juga berdampak pada dunia perwakafan. CIBEST ikut diadopsi sebagai bagian dari perhitungan Indeks Wakaf Nasional (IWN) yang mulai diperkenalkan sekitar 2020–2021 oleh Badan Wakaf Indonesia dan mitra akademiknya.

Selama satu dekade terakhir, model CIBEST paling banyak diaplikasikan untuk mengevaluasi program zakat produktif pada sektor usaha mikro. 


Kegiatan aktualnya meliputi pembiayaan modal usaha, pendampingan bisnis, pelatihan kewirausahaan, serta program khusus seperti Z-Mart, gerobak usaha, dan mitra mandiri. Pada ranah wakaf, kajian satu dekade terakhir menunjukkan bahwa meskipun penggunaan CIBEST secara eksplisit lebih dominan di zakat. 


Kegiatan aktual wakaf produktif yang tercatat antara lain pembangunan dan pengelolaan sekolah dan pesantren, klinik dan rumah sakit, program modal usaha dan pelatihan bagi masyarakat sekitar aset wakaf, serta pengembangan model indeks wakaf nasional

Model CIBEST telah berkembang dari sekadar alat ukur akademik menjadi infrastruktur penting dalam tata kelola terkhusus zakat dan wakaf di Indonesia. Model yang menjembatani antara prinsip maqashid syariah dengan kebutuhan praktis. 


Kedepannya, pengoptimalan dan penyempurnaan model seperti CIBEST sangat mungkin menjadi kunci agar zakat dan wakaf tidak hanya sekadar data nominal angka, tetapi juga memiliki dampak nyata dalam mengangkat martabat hidup umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Meskipun model CIBEST telah banyak digunakan, model ini tetap perlu disosialisasikan kepada segmen-segmen lain agar dampaknya menjadi lebih luas lagi. Salah satu segmen yang disasar adalah pondok pesantren. Sosialisasi model CIBEST ke pondok pesantren telah dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa diantaranya yaitu Pondok Pesantren Nurul Hakim, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat pada tahun 2024 dan Pondok Pesantren Al-Ghozali, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2025.

Kegiatan tersebut diketuai langsung oleh Irfan Syauqi Beik sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Kepala dan sekretaris CIBEST IPB serta Ketua Program Studi S2 Ekonomi Syariah, Laily Dwi Arsyianti, Rahmat Yanuar, dan Resfa Fitri juga turut hadir dalam sosialisasi. Kehadiran tim CIBEST di pesantren disambut hangat oleh para santri dan pengelola pesantren. Mereka menilai model ini memberikan perspektif baru dalam memahami masalah ekonomi umat, termasuk bagaimana pesantren dapat mengambil peran strategis dalam mengentaskan kemiskinan. Pengelola Pesantren Al-Ghozali, Gus Qoyyum mengapresiasi, memberikan apresiasinya terhadap program sosialisasi edukasi model CIBEST ini.

“Kami sangat mengapresiasi program dospulkam yang diinisiasi oleh IPB, program ini sangat inovatif dan merupakan bentuk kontribusi nyata perguruan tinggi kepada masyarakat,” ujarnya.

Kegiatan sosialisasi model CIBEST kepada pesantren ini difasilitasi Program Dosen Pulang Kampung (Dospulkam) yang diselenggarakan oleh IPB University. Salah satu tujuan program ini adalah mendiseminasikan segala terobosan dan inovasi yang telah disusun oleh dosen IPB. Dengan model yang semakin dikenal luas, pesantren diharapkan dapat menjadi mitra strategis dalam penerapan CIBEST bukan hanya sebagai alat ukur, tetapi juga sebagai model pembinaan dan intervensi sosial.

“Saya disini bersyukur bawa model CIBEST ini telah digunakan secara masif di dunia zakat dan wakaf dalam 1 dekade terakhir. Ini menunjukkan bahwa fungsi kampus yaitu melahirkan produk yang dapat digunakan oleh masyarakat, semua komponen, termasuk pondok pesantren agar bisa mengetahui dan memahami model CIBEST,” ungkap Irfan Syauqi Beik.

Momentum 1 dekade model CIBEST menjadi penanda penting bagi perkembangan model ini di Indonesia. Dengan semakin kuatnya sosialisasi ke pesantren, CIBEST tidak lagi hanya menjadi konsep akademik, tetapi juga alat perubahan sosial yang nyata. Hal ini membuka peluang bagi terwujudnya ekosistem kesejahteraan berbasis syariah yang lebih adil, komprehensif, dan berkelanjutan.

“CIBEST bisa menjadi pendekatan baru yang menjadi alternatif pendekatan yang konvensional. Pendekatan konvensional terlalu memfokuskan pada aspek material dan cenderung mengabaikan aspek spiritual. Padahal spiritual itu penting untuk membangun mentalitas, mentalitas itu untuk penting untuk pembangunan,” tandas Laily Dwi Arsyianti. []
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Satu Dekade Model CIBEST, IPB University Perkuat Sosialisasi ke Pesantren Melalui Program Dospulkam

Trending Now