Keynote speech disampaikan oleh Ustazah Dr. Hj. Aan Rohanah, Lc., M.Ag., yang nmenekankan urgensi keluarga sebagai benteng utama generasi di tengah derasnya arus teknologi, tekanan ekonomi, dan krisis spiritual. Ia menilai perubahan global yang cepat telah menggeser fungsi keluarga dan melemahkan ikatan batin antaranggota keluarga.
“Teknologi telah menguasai ruang keluarga, sehingga keluarga banyak disibukkan oleh gadget dan komunikasi virtual,” ujar Aan Rohanah. Ia juga menegaskan bahwa “keluarga adalah benteng terakhir bagi generasi saat ini; tidak ada harapan lain kecuali kembali kepada keluarga.” Menurutnya, krisis spiritualitas menjadi ancaman serius karena “identitas moral anak terkikis oleh budaya digital yang bebas nilai.”
Aan Rohanah menambahkan bahwa ketahanan keluarga bukan sekadar isu rumah tangga, melainkan agenda peradaban global. “Keluarga adalah madrasah pertama dan pusat peradaban; kerusakan moral anak bukan kesalahan anak, tetapi kelalaian orang tua,” katanya. Ia mendorong adanya kebijakan publik pro-keluarga, penguatan parenting, serta kolaborasi lintas negara dan budaya.
Salah satu narasumber adalah Ketua Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA Indonesia) Dra. Rita Soebagyo, M.Si., Ia memaparkan keterkaitan antara krisis nilai, disorientasi keluarga, dan meningkatnya perilaku menyimpang, termasuk penyimpangan seksual. Menurutnya, fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga secara global.
“Krisis nilai pada dasarnya adalah melemahnya otoritas norma moral dan agama sehingga nilai tidak lagi menjadi pedoman perilaku,” kata Rita. Ia menilai digitalisasi dan globalisasi yang cepat telah mengubah paradigma sosial dan memicu kebingungan orientasi nilai, terutama pada anak dan remaja. “Ketika keluarga kehilangan otoritas moralnya, anak mencari nilai dari peer group dan media digital,” ujarnya.
Rita juga menyoroti dampak disorientasi keluarga terhadap meningkatnya perilaku berisiko. “Penurunan pernikahan dini tidak otomatis menurunkan perilaku seks bebas; faktanya, seks bebas justru meningkat,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa lemahnya pengawasan keluarga dan normalisasi nilai permisif di media menjadi faktor penguat penyimpangan.
Selain Rita, hadir juga narasumber lainnya yaitu Dr Alizi bin Alias (Dosen UniKL Royal College of Medicine Perak Malaysia) yang membahas tentang “Tantangan Kesehatan Mental dalam Keluarga” dan Asst. Prof. Dr. Sukree Langputeh (Manager of Andaman Anatolian Technology College Thailand) yang membahas tentang “Krisis Spiritualitas dan Sekulerisasi Kehidupan Keluarga”.
Melalui seminar ini, PBKM berharap terbangun kesadaran bersama bahwa ketahanan keluarga merupakan isu global yang membutuhkan pendekatan lintas budaya, penguatan nilai moral dan agama, serta dukungan kebijakan negara. Para pembicara sepakat bahwa masa depan peradaban manusia sangat ditentukan oleh sejauh mana keluarga mampu menjalankan fungsinya sebagai fondasi pembentukan iman, akhlak, dan karakter generasi.

