Pengikut

Tokoh Masyarakat dan Ulama Citeureup Tolak Penggunaan Nama “Pangeran Sake” di Komplek Ruko Komersial

Desember 31, 2025 | Desember 31, 2025 WIB Last Updated 2025-12-31T09:28:11Z
Citeureup, Kabupaten Bogor-detiksatu.com || Penolakan keras disuarakan tokoh masyarakat dan tokoh ulama Citeureup terhadap penggunaan nama “Pangeran Sake” sebagai identitas salah satu komplek ruko di wilayah Citeureup. Mereka menilai penggunaan nama tersebut tidak etis, mencederai nilai sejarah, serta berpotensi menodai kehormatan tokoh leluhur yang dihormati masyarakat.
Pangeran Sake dikenal sebagai tokoh kasepuhan dan figur bersejarah yang memiliki nilai spiritual, moral, dan budaya tinggi di Citeureup. Penggunaan namanya untuk kepentingan komersial dinilai tidak melalui musyawarah adat maupun persetujuan para tokoh pewaris nilai budaya, sehingga menimbulkan kegelisahan sosial.

Sejumlah ulama menegaskan bahwa tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk komersialisasi simbol tokoh agama dan budaya, yang bertentangan dengan norma kesopanan, adab, dan kearifan lokal. “Nama leluhur bukan sekadar label. Ada martabat, sejarah, dan amanah moral yang harus dijaga,” ujar salah satu tokoh ulama Citeureup.

Tokoh masyarakat juga menyoroti potensi konflik sosial yang dapat muncul apabila persoalan ini dibiarkan. Mereka khawatir penggunaan nama tersebut tanpa legitimasi adat akan memicu perpecahan, polemik berkepanjangan, serta merusak harmoni masyarakat Citeureup yang selama ini menjunjung tinggi nilai musyawarah dan penghormatan terhadap kasepuhan.

Dari sudut pandang hukum, penggunaan nama tokoh bersejarah dan simbol budaya daerah juga dinilai perlu mengacu pada peraturan daerah tentang pelestarian budaya lokal, serta prinsip etika sosial sebagaimana diatur dalam norma kemasyarakatan. Tokoh masyarakat mendesak pemerintah kecamatan hingga kabupaten untuk tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah mediasi serta penertiban.

Para tokoh menyampaikan tuntutan tegas agar nama “Pangeran Sake” dicabut dari penamaan komplek ruko, serta meminta pengelola usaha menunjukkan itikad baik dengan menghormati nilai budaya dan aspirasi warga Citeureup.
“Ini bukan soal menolak pembangunan atau usaha, tapi soal menjaga marwah sejarah dan kehormatan tokoh leluhur. Citeureup punya nilai, dan nilai itu tidak boleh diperjualbelikan,” tegas R. Eddi KS salah satu tokoh masyarakat.

Hingga berita ini diturunkan, dari pihak Tokoh masyarakat dan Ulama maupun pemerintah setempat terkait tuntutan tersebut akan ada tindakan penutupan sementara dengan menggunakan terpal atau bahan lainnya pada nama Pangeran Sake tersebut. Namun tekanan publik terus menguat, menandakan bahwa isu ini telah menjadi persoalan serius yang menyentuh identitas dan harga diri masyarakat Citeureup. Pungkasnya. Red-tim
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Tokoh Masyarakat dan Ulama Citeureup Tolak Penggunaan Nama “Pangeran Sake” di Komplek Ruko Komersial

Trending Now