Pengikut

Jika Public Distrust Berubah Menjadi Political Trust, Akankah Indonesia Menuju Chaos pada 2026?

Redaksi
Desember 31, 2025 | Desember 31, 2025 WIB Last Updated 2025-12-31T06:38:22Z
Edisi Kusus Catatan Akhir Tahun_

Assalamualaikum warahmatullahi wavarokatuh

Sejak dilantik dan menetapkan para menteri dalam Kabinet Merah Putih, Presiden Prabowo Subianto terus menghadapi gempuran, baik dari luar pemerintahan maupun dari dalam lingkar kekuasaan itu sendiri.

Awal pemerintahan ditandai oleh kontroversi besar: berdirinya pagar laut dan penggusuran warga oleh oligarki Aguan cs dengan dalih PSN (Proyek Strategis Nasional). Kasus ini berhenti secara janggal hanya pada penetapan Kepala Desa Kohod sebagai tersangka, tanpa satu pun elite ekonomi atau aktor utama tersentuh hukum. *Pola klasik: rakyat dikorbankan, elite dilindungi.*

Menjelang akhir tahun, sorotan publik kembali tertuju pada bencana ekologis di Sumatra dan Aceh. Penanganan pemerintah dinilai lamban dan minim empati. Ironisnya, sejumlah menteri justru menjadikan lokasi bencana sebagai ajang kunjungan seremonial dan pencitraan, bukan pusat tanggung jawab negara terhadap korban.

Kasus bandara IMIP Morowali, yang ditengarai sebagai pintu masuk penyelundupan TKA dan praktik tambang bermasalah, kembali menguap tanpa kejelasan. Disusul kegaduhan dugaan ijazah palsu, yang semakin memperparah krisis kepercayaan publik karena penanganan hukum terlihat tidak independen. *Kepolisian dinilai masih berada dalam bayang-bayang kekuasaan lama, khususnya di bawah Kapolri Listyo Sigit Prabowo.*

Pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi melalui produk Peraturan Kapolri menjadi bukti serius adanya krisis supremasi hukum. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo justru tampak tidak lebih berdaya dibanding Kapolri yang berani “mengangkangi” MK—lembaga penjaga konstitusi.

Rakyat, pada akhirnya, dipaksa diam di tengah akumulasi kekacauan struktural di republik ini.

Presiden Prabowo terlihat sedang terperangkap dalam skenario politik yang disiapkan oleh “Geng Solo”, di mana Public Distrust secara sistematis diarahkan untuk bermetamorfosis menjadi Political Trust palsu. Tujuannya bukan stabilitas, melainkan rekayasa kondisi politik menuju skenario reformasi jilid baru yang membuka jalan bagi Gibran menuju RI-1.

*Sahabat Ida Fillah Lillah*✒️

Rangkaian peristiwa ini mengingatkan publik pada pernyataan Dr. Connie Rahakundini Bakrie, yang mengutip informasi dari Rosan—loyalis lingkar kekuasaan—bahwa Presiden Prabowo hanya akan diberi waktu dua tahun untuk benar-benar memerintah.

Jika ini benar, maka yang sedang kita saksikan bukan sekadar kegaduhan politik, melainkan fase awal delegitimasi kekuasaan. Dan ketika kepercayaan publik dipermainkan, chaos bukan lagi kemungkinan—melainkan konsekuensi sejarah.

Sekarang hanya tinggal para rokoh bangsa, tokoh besar, akademisi, intelektual dan aktifis serta rakyat yang bisa menentukan langkah selanjutnya untuk kelangsungan nasib bangsa...masihkah akan terus bicara hanya sebatas bicara di dalam media online, bicara di depan media tapi minim gebrakan lalu menguap seperti soda, menerima perpecahan di depan mata.. menumpahkan semua kekesalan dan amarah melalui pernyataan sikap diatas kertas lalu masuk tong sampah.

Ini bukan tentang nasib rakyat saja tapi tentang nasib bangsa Indonesia yang bisa benar benar tenggelam dan hanya tinggal nama di tahun 2030, jangan mimpi untuk mencapai Indonesia emas di tahun 2045 jika Indonesia cemas masih terjadi sampai detik ini.

Berulang di katakan,
*Politik itu perang tanpa darah, saat ini sedang berlangsung, rakyat tidak sadar bahwa kekalahan sudah di depan mata*

Wassalamualaikum warrohmatullahi wabarokatuh

*Id@ NKusdianti*
_Sekjend FTA_
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Jika Public Distrust Berubah Menjadi Political Trust, Akankah Indonesia Menuju Chaos pada 2026?

Trending Now