Aninda Risa Destiana: Lurah Sungai Besar Banjarbaru, Dulu Pernah Jadi Penyiar Hingga Pedagang Kaki Lima

Redaksi
Senin, Juli 28, 2025 | Juli 28, 2025 WIB Last Updated 2025-07-27T21:58:56Z

 

 DETIKSATU.COM – Menjadi pemimpin bukan hanya tentang jabatan atau seragam. Bagi Anindya Risa Destiana, Lurah Sungai Besar di Kota Banjarbaru, memimpin adalah bentuk pengabdian yang dilandasi ketulusan hati. Ini sebuah proses panjang yang ditempuhnya sejak muda, dan tidak pernah instan.

Di usia 35 tahun, Anindya telah menapaki banyak peran: penyiar televisi, pedagang kaki lima, ibu rumah tangga, hingga akhirnya dipercaya sebagai lurah perempuan teladan nasional. Semua pengalaman itu membentuknya menjadi pemimpin yang peka, tangguh, dan dekat dengan masyarakat. "Jadi Lurah itu bukan hal instan. Semuanya dipersiapkan, dan memang berasal dari hati nurani untuk melayani masyarakat,” ucap Anindya, Jumat (25/7).

Lulus dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada 2012, Anindya memulai kariernya di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Tak lama kemudian, ia dipercaya menjadi ajudan Hj Fathul Jannah, istri Wali Kota Banjarmasin saat itu. Di sela-sela tugasnya sebagai ajudan, Anindya tetap menyalurkan hobinya bekerja sebagai presenter di salah satu TV swasta. “Kalau jadwal kegiatan Ibu siang, saya siaran pagi, jam tujuh sampai delapan. Dunia public speaking memang sudah saya tekuni sejak kuliah,” katanya.


Selama menempuh pendidikan di IPDN, Anindya aktif di unit kegiatan mahasiswa bidang broadcasting, dan kerap menjadi master of ceremony dalam berbagai acara, baik formal maupun nonformal. Kecintaannya pada komunikasi publik telah menjadi bekal penting saat kelak ia harus memimpin di tengah masyarakat.

Selama dua tahun mengembara pascalulus dari sekolah kedinasan, Anindya menikah dan ikut suami pindah tugas ke Tanah Bumbu.

Di situ ia memulai semuanya dari nol. Anindya kala itu ditugaskan di bagian Keuangan di salah satu kantor desa di Kabupaten Tanah Bumbu.


Di sela kegiatannya sebagai staf di kantor desa, Anindya mencoba peruntungannya lagi dengan dunia bisnis yakni berjualan baju hingga pembuatan nasi tumpeng. “Waktu itu, saya belum punya banyak kenalan. Saya jualan dulu, dari ngamper, karena saya suka public speaking, saya manfaatkan kebiasaan itu lagi sambil buat konten promosi baik itu promosi wisata sampai promosi makanan dan minuman,” kenangnya. "Hingga akhirnya saya melihat peluang jangka panjang di dunia bisnis katering tumpeng ini. Alhasil sampai sekarang pun saya masih bisnis di kuliner, di samping pekerjaan utama saya menjadi seorang lurah," lanjutnya.


Selama hampir sembilan tahun tinggal di Tanah Bumbu, Anindya belajar langsung bagaimana mendekat ke masyarakat akar rumput. Baginya, pelayanan publik bukan sekadar urusan administratif, tetapi tentang hadir dan peduli saat masyarakat membutuhkan. “Pelayanan itu bukan soal duduk di balik meja. Tapi, hadir dan paham kebutuhan warga,” tuturnya.

Kepindahan sang suami ke kementerian membawa Anindya kembali ke Banjarbaru. Saat itu, ia tengah hamil anak kedua. Namun setelah menyelesaikan masa cuti selama tiga bulan, ia dipercaya oleh kepala daerah untuk menjabat sebagai Lurah Sungai Besar. Usianya baru 33 tahun saat itu.

Benar saja, jabatan yang ia emban tidak serta merta seperti membalik telapak tangan. Ini buah hasil dari pengalaman panjangnya. "Purna Paskibraka Nasional di tahun 2006, saya pernah mewakili Kalimantan Selatan dalam ajang Paralegal Justice Kemenkumham di tingkat nasional," ucapnya.

Menurutnya, tantangan sebagai pemimpin perempuan di wilayah urban tidak mudah. Ia harus memimpin staf dan tokoh masyarakat yang sebagian lebih tua dan berpengalaman. Namun, Anindya memilih untuk mendekat, bekerja bersama, dan membuktikan dengan hasil. “Awalnya ada yang meragukan. Tapi saya lebih memilih terjun langsung, membaur, dan menunjukkan lewat kerja nyata. Alhamdulillah, sekarang suasananya hangat, penuh kekompakan,” ungkapnya.

Hasilnya pun terlihat. Kelurahan Sungai Besar di bawah kepemimpinannya berhasil meraih penghargaan tingkat provinsi, dan melaju hingga tingkat nasional. Anindya juga dinobatkan sebagai Lurah Teladan, dan diundang ke Istana Negara. “Masyarakat itu sebenarnya terbuka. Asal kita mau turun, mau dengar, dan betul-betul ingin mengerti mereka,” ujar ibu dua anak ini.

Di tengah kesibukannya sebagai lurah, Anindya tetap menjalankan perannya sebagai ibu sekaligus pengusaha kecil. Bisnis nasi tumpeng yang dulu dirintis saat masa sulit, tetap dijalankan hingga kini melalui sistem katering. “Kalau ada pesanan pagi, saya bangun jam dua malam. Jam tujuh sudah selesai, langsung berangkat ke kantor,” ujarnya, lantas tersenyum.

Akhir pekan, ia dedikasikan untuk keluarga. Kecuali jika ada kegiatan kelurahan yang mendesak. “Saya selalu usahakan punya waktu untuk anak-anak dan keluarga di akhir pekan,” tegasnya.

Kisah Anindya Risa Destiana adalah potret nyata bagaimana integritas, kerja keras, dan ketulusan hati bisa membawa seseorang melewati berbagai peran dalam hidup. Dari layar televisi hingga ruang pelayanan publik, ia membuktikan bahwa menjadi pemimpin bukan tentang kekuasaan, tetapi keberanian untuk hadir, mengerti, dan melayani.

Anindya Risa Destiana

Panggilan: Anindya
TTL: Banjarmasin, 11 Desember 1990
Hobi: Travelling
Jabatan: Lurah Sungai Besar Banjarbaru
Motto hidup: Hidup bukan untuk terlihat hebat, tapi untuk membawa manfaat.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Aninda Risa Destiana: Lurah Sungai Besar Banjarbaru, Dulu Pernah Jadi Penyiar Hingga Pedagang Kaki Lima

Trending Now