Bagaimana Israel Mendorong Gaza ke Titik Kritis: ‘Kelaparan, Sendirian, dan Diburu’

Redaksi
Sabtu, Juli 26, 2025 | Sabtu, Juli 26, 2025 WIB Last Updated 2025-07-25T20:12:55Z
Jakarta,detiksatu.com _Melalui perang tanpa henti di Gaza, Israel telah membunuh lebih dari 59.000 warga Palestina, melukai 143.000 lainnya, dan mendorong ratusan ribu orang ke dalam kelaparan paksa akibat blokade dan sistem distribusi bantuan yang dimiliterisasi



Lebih dari 100 warga Palestina telah meninggal karena kelaparan dalam beberapa pekan terakhir—80 di antaranya anak-anak.

Gaza di Ambang Kehancuran Total

Apa pun tujuan akhirnya, menurut para analis, kebijakan Israel telah mendorong masyarakat Gaza ke titik kehancuran.

“Kebijakan Israel telah membuat Gaza tak layak huni,” ujar Derek Summerfield, psikiater asal Inggris yang menulis banyak tentang dampak perang dan kekejaman.

“Ini menghancurkan konsep masyarakat dan semua institusi yang menopangnya—dari universitas, rumah sakit, hingga masjid. Ini adalah perang sosiocidal,” lanjutnya, merujuk pada konflik yang bertujuan menghancurkan seluruh struktur dan identitas masyarakat. “Orang-orang kehilangan segalanya dan merasa mereka tak sanggup bertahan.”

Bayang-bayang kematian dan kehancuran total telah membuat warga Palestina berada di ambang keputusasaan. Sebagian mencoba melarikan diri, meski hanya sementara, dari kengerian yang mereka alami. Sebagian lagi bertahan di rumah mereka, meskipun agresi Israel terus meningkat.

Kelaparan sebagai Tujuan Kebijakan

Kelaparan massal yang telah lama diperingatkan oleh lembaga bantuan kini menjadi kenyataan. Bahkan para pekerja kemanusiaan dan jurnalis pun ikut kelaparan dan mengalami malnutrisi.

Hari Rabu lalu, lebih dari 100 lembaga bantuan mengeluarkan surat terbuka yang mendesak Israel bekerja sama dengan PBB dan mengizinkan masuknya bantuan ke Gaza.

Al Jazeera juga menyerukan perlindungan terhadap jurnalis yang terperangkap di Gaza, yang banyak di antaranya tak lagi sanggup meliput akibat kelaparan dan memburuknya kesehatan. Kantor berita AFP juga mengeluarkan seruan serupa.

“Kelaparan bukan hanya fisik, tapi juga mental,” kata Alex de Waal, direktur eksekutif World Peace Foundation dari Universitas Tufts.

“Itu mendehumanisasi dan merendahkan korbannya. Ini adalah pengalaman—dan kemudian memori—tentang mengais makanan dari tempat sampah, dan segala hal yang dilakukan untuk bertahan hidup.”

“Perlu diingat, kelaparan adalah tindakan—dan sering kali tindakan kriminal,” tambahnya. “Ini bukan seperti menjatuhkan bom. Kelaparan bisa memakan waktu 60 sampai 80 hari. Kelaparan separuh, seperti yang terjadi di Gaza, bisa lebih lama.”

“Israel telah berkali-kali diperingatkan bahwa tindakannya menyebabkan kelaparan massal. Ini tidak seharusnya mengejutkan siapa pun.

Menghancurkan Masyarakat

“Ini bukan sekadar tentang anak-anak yang kelaparan. Ini tentang menghancurkan masyarakat dan menjadikan rakyatnya korban yang putus asa dan lapar,” ujar de Waal.

“Ini juga membuat pelaku merasa korban telah kehilangan nilai kemanusiaan—sehingga kejahatan menjadi terasa dibenarkan.”

Strategi Pemusnahan

Selama perang yang telah berlangsung 21 bulan, Israel terus mengklaim bahwa serangannya bertujuan mengalahkan Hamas dan membebaskan para sandera.

Namun, menurut banyak pengamat, Israel justru sengaja mengabaikan atau bahkan memaksakan penderitaan kepada rakyat Palestina melalui blokade, penghancuran infrastruktur, dan kelaparan sistematis.

“Saya tidak yakin ini bisa disebut strategi,” kata Yossi Mekelberg, peneliti senior di Chatham House.

“Sulit membedakan mana yang memang direncanakan, mana yang bersifat taktis, oportunistik, atau hanya karena ketidakmampuan.”

Mekelberg menjelaskan berbagai kelompok yang berpengaruh dalam kebijakan Israel:

Para menteri ultranasionalis seperti Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich yang ingin mengusir seluruh rakyat Palestina dari Gaza dan Tepi Barat,
Kalangan militer yang terpecah pendapat soal kelanjutan perang,
Dan Benjamin Netanyahu, yang menurut Mekelberg hanya menggunakan perang demi kepentingan politik pribadi, sembari menjalani sidang kasus korupsi.
Warisan Kehancuran

“Konsekuensi dari tindakan Israel akan dirasakan selama beberapa generasi,” ujar para analis.

Mereka yang bertahan akan menanggung luka fisik dan trauma psikologis, dan mereka yang terusir tak akan bisa kembali.

“Israel menggunakan formula: membuat Gaza tak layak huni dan penuh kekacauan, agar penduduknya hengkang,” kata Mouin Rabbani, editor Jadaliyya.

“Setelah mereka terusir, entah karena kondisi yang tidak manusiawi atau dipindahkan ke tempat yang disebut ‘kota kemanusiaan’—yang oleh para kritikus disebut kamp konsentrasi—yang akan dibangun di perbatasan Mesir, mereka tidak akan diizinkan kembali.”

Gaza: Kelaparan, Sendirian, dan Diburu

Sejak serangan Israel dimulai pada Oktober 2023, perang ini terus mendominasi berita global. Namun, meski terjadi protes dan negosiasi gencatan senjata, tanda-tanda berakhirnya agresi belum tampak.

Akhirnya, seperti kata Derek Summerfield, rakyat Gaza hanya bisa “mengembara di Gaza; kelaparan, sendirian, dan diburu.” []
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Bagaimana Israel Mendorong Gaza ke Titik Kritis: ‘Kelaparan, Sendirian, dan Diburu’

Trending Now

Iklan

iklan