Iran Berencana Tinggalkan GPS, Bukan Sekadar Masalah Teknologi

Redaksi
Selasa, Juli 29, 2025 | Juli 29, 2025 WIB Last Updated 2025-07-29T12:39:03Z
Jakarta,detiksatu.com || Selama beberapa tahun terakhir, perhatian banyak negara tertuju pada konflik di Ukraina dan Timur Tengah. Di wilayah-wilayah tersebut, diyakini kita sedang menyaksikan gambaran awal dari bagaimana bentuk perang di masa depan, bukan hanya dari sisi persenjataan, tapi juga dari segi teknologi dan taktik yang digunakan.


Baru-baru ini, serangan gabungan Amerika Serikat dan Israel terhadap Iran menunjukkan bukan hanya strategi baru dalam penggunaan drone dan infiltrasi, tetapi juga mengungkap kerentanan baru. Selama konflik selama 12 hari tersebut, Iran dan kapal-kapal di perairan Teluk berulang kali mengalami gangguan sinyal GPS.

Hal ini jelas mengkhawatirkan otoritas Iran yang, usai perang berakhir, mulai mencari alternatif.

“Gangguan kadang-kadang terjadi di sistem [GPS] ini oleh sistem internal, dan hal inilah yang mendorong kami untuk mempertimbangkan opsi alternatif seperti BeiDou,” kata Wakil Menteri Komunikasi Iran, Ehsan Chitsaz, kepada media Iran pertengahan Juli.


Ehsan menambahkan, pemerintah tengah mengembangkan rencana untuk mengalihkan sektor transportasi, pertanian, dan internet dari GPS ke BeiDou.

Keputusan Iran untuk mengeksplorasi adopsi sistem navigasi satelit milik China ini mungkin pada awalnya tampak sebagai manuver taktis semata. Namun dampaknya jauh lebih mendalam. Langkah ini merupakan sinyal lain dari pergeseran besar dalam tatanan global.

Selama puluhan tahun, Barat — terutama AS — mendominasi infrastruktur teknologi global, dari sistem operasi komputer, internet, hingga jaringan telekomunikasi dan satelit.


Hal ini membuat banyak negara bergantung pada infrastruktur yang tidak bisa mereka tandingi ataupun tantang. Ketergantungan ini dengan mudah berubah menjadi kerentanan. Sejak 2013, para pembocor informasi dan investigasi media telah mengungkap bagaimana berbagai teknologi Barat digunakan untuk melakukan pengawasan ilegal dan pengumpulan data dalam skala global — sesuatu yang sangat mengkhawatirkan pemerintah-pemerintah di seluruh dunia.


Kemungkinan peralihan Iran ke BeiDou menyampaikan pesan yang jelas kepada negara-negara lain yang tengah menyeimbangkan antara kenyamanan teknologi dan pertahanan strategis: era ketergantungan buta pada infrastruktur yang dikendalikan AS sudah hampir berakhir. Negara-negara tidak lagi mampu menggantungkan kemampuan militer dan kedaulatan digital vital mereka pada sistem satelit milik kekuatan besar yang tidak mereka percaya.

Sentimen ini menjadi salah satu pendorong utama di balik penciptaan sistem navigasi satelit nasional atau regional, dari Galileo milik Eropa hingga GLONASS milik Rusia — masing-masing berebut pangsa pasar navigasi global dan menawarkan jaminan kendali kedaulatan.

GPS bukan satu-satunya kerentanan yang ditemukan Iran selama serangan AS-Israel. Militer Israel berhasil membunuh sejumlah ilmuwan nuklir dan komandan senior dalam tubuh militer dan keamanan Iran. Fakta bahwa Israel bisa mengetahui lokasi persis mereka memunculkan kekhawatiran bahwa jaringan telekomunikasi Iran telah disusupi, dan orang-orang dapat dilacak melalui ponsel mereka.


Pada 17 Juni, ketika konflik masih berlangsung, otoritas Iran menyerukan rakyatnya untuk berhenti menggunakan aplikasi perpesanan WhatsApp dan menghapusnya dari ponsel, dengan alasan bahwa aplikasi tersebut mengumpulkan data pengguna untuk dikirim ke Israel. Apakah imbauan ini berkaitan langsung dengan pembunuhan para pejabat senior masih belum jelas, namun kecurigaan Iran terhadap aplikasi milik perusahaan AS, Meta, bukan tanpa dasar.

Para pakar keamanan siber memang sejak lama skeptis terhadap keamanan aplikasi ini. Baru-baru ini, media melaporkan bahwa perangkat lunak kecerdasan buatan yang digunakan Israel untuk menargetkan warga Palestina di Gaza diduga mendapat suplai data dari media sosial. Selain itu, tak lama setelah serangan terhadap Iran usai, DPR AS juga mengusulkan pelarangan penggunaan WhatsApp pada perangkat resmi pemerintah.

Bagi Iran dan negara-negara lain di dunia, pesan yang muncul sangat gamblang: platform-platform Barat tak bisa lagi dianggap sekadar sarana komunikasi biasa; mereka kini dipandang sebagai bagian dari perang intelijen digital global.

Iran sendiri telah mengembangkan sistem intranet nasional bernama National Information Network yang memberikan otoritas lebih besar kepada negara dalam mengendalikan akses internet. Ke depannya, Iran kemungkinan akan memperluas sistem ini, bahkan berupaya meniru Great Firewall milik China.

Dengan upaya memutus ketergantungan pada infrastruktur yang didominasi Barat, Iran dengan jelas menyelaraskan diri dengan poros pengaruh baru yang menantang dominasi Barat secara mendasar. Kemitraan ini melampaui sekadar hubungan transaksional karena China menawarkan alat-alat yang penting untuk kemandirian digital dan strategis sejati.

Konteks yang lebih luas dari langkah ini adalah Belt and Road Initiative (BRI) China yang ambisius. Meskipun sering disebut sebagai proyek infrastruktur dan perdagangan, BRI sejak awal selalu mencakup lebih dari sekadar jalan dan pelabuhan. Ini adalah cetak biru besar untuk membentuk tatanan global alternatif. Iran — dengan posisi strategis dan perannya sebagai pemasok energi utama — semakin menjadi mitra penting dalam visi besar ini.

Apa yang kita saksikan sekarang adalah kemunculan blok teknologi baru yang kuat — blok yang menyatukan infrastruktur digital dengan semangat pembangkangan politik terhadap Barat. Negara-negara yang lelah dengan standar ganda, sanksi sepihak, dan hegemoni digital Barat, akan semakin menemukan kenyamanan dan kekuatan dalam pengaruh Tiongkok yang terus meluas.

Perubahan yang berlangsung cepat ini menandai datangnya era baru dari “perang dingin teknologi” — konfrontasi bersuhu rendah di mana negara-negara akan memilih infrastruktur kritis mereka, mulai dari navigasi, komunikasi, aliran data hingga sistem pembayaran, bukan lagi berdasarkan keunggulan teknologi atau cakupan global, tetapi berdasarkan kesetiaan politik dan persepsi keamanan.

Ketika semakin banyak negara mengikuti jejak ini, keunggulan teknologi Barat akan mulai menyusut secara nyata, dan tatanan kekuatan internasional pun akan ikut berubah. []
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Iran Berencana Tinggalkan GPS, Bukan Sekadar Masalah Teknologi

Trending Now

Iklan

iklan