Hal ini ditegaskan oleh Dewan Pembina Asosiasi Penyelenggara Ibadah Haji, Umrah dan Inbound Indonesia (ASPHURINDO), Kiyai Hafidz Taftazani. Ia menilai penyelenggara haji tidak selayaknya dijadikan tersangka, sebab mereka hanya berperan sebagai pembeli kuota yang memang disediakan oleh Kemenag.
“Penyelenggara tidak punya wewenang mengatur kuota. Mereka hanya membeli kuota yang sudah dilegalkan oleh Kemenag. Jadi kalau sekarang penyelenggara ditarik-tarik seolah bagian dari masalah, itu jelas tidak adil,” kata Kiyai Hafidz, Rabu (24/9/2025).
Kiyai Hafidz juga menekankan bahwa para penyelenggara tidak pernah mengetahui bahwa kuota haji yang mereka beli dari Kemenag suatu saat akan bermasalah secara hukum. Menurutnya, proses pembelian kuota dilakukan melalui jalur resmi, dengan persetujuan berbagai pihak yang berwenang.
“Selama ini penyelenggara hanya tahu bahwa kuota itu sah, karena dikeluarkan oleh Kemenag. Tidak ada yang menyangka bahwa hal itu bisa menjadi masalah hukum di kemudian hari,” jelas Pria Lulusan Ummul Quro, Arab Saudi.
Ia menambahkan, jika sekarang penyelenggara dituduh bersalah hanya karena membeli kuota, maka hal itu sama saja dengan menjerat pihak yang sebenarnya tidak punya kuasa apa pun dalam proses awal.
Lebih jauh, Kiyai Hafidz juga menjelaskan bahwa keuntungan yang diperoleh setiap penyelenggara perjalanan haji tidak sama antara satu penyelenggara dengan penyelenggara lain, tergantung fasilitas yang ditawarkan kepada jemaah.
Ada penyelenggara yang menawarkan paket standar dengan biaya relatif rendah, sementara ada juga yang menyediakan layanan premium, mulai dari hotel berbintang hingga transportasi eksklusif. Dari variasi layanan itulah muncul perbedaan margin keuntungan.
“Kalau dipukul rata, seolah-olah semua penyelenggara mendapat keuntungan besar, itu keliru. Fasilitas berbeda, biaya berbeda, tentu keuntungannya pun tidak sama,” ujarnya.
Ia menegaskan, jika aparat hukum tidak bijak dalam melihat situasi, maka ada potensi terjadinya ketidakadilan dan kedzaliman. Penyebab masalah harus dicari di akar persoalan, yakni di pihak yang mengatur dan mendistribusikan kuota haji, bukan pada penyelenggara yang hanya menjalankan sistem.
Kiyai Hafidz juga mendesak agar penegak hukum lebih fokus pada oknum internal Kemenag yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan kuota haji. Sebab, di situlah titik awal permasalahan diduga bermula.
“Kuota haji sepenuhnya diatur oleh Kemenag. Jadi kalau ada penyalahgunaan, semestinya yang diperiksa adalah pihak yang mengaturnya, bukan mereka yang hanya membeli dan melayani jemaah,” pungkas Kiyai Hafidz. Ervinna