“Anggota DPRD yang memiliki fungsi budgeting tentu tidak etis jika juga menjadi penerima manfaat anggaran. Ini membuka ruang penyalahgunaan kewenangan, baik secara langsung maupun tidak langsung,” tegas Romi dalam pernyataannya pada Sabtu (20/9/2025).
Menurutnya, Karang Taruna sebagai organisasi yang menerima hibah dari APBD tidak seharusnya dipimpin oleh pihak legislatif yang turut mengesahkan anggaran. Hal ini dianggap mencederai prinsip netralitas dan keadilan dalam tata kelola keuangan daerah.
Romi mendesak Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Bogor agar tidak bersikap pasif dan segera menindaklanjuti laporan ini secara objektif dan transparan. Ia menilai pembiaran terhadap kasus ini hanya akan meruntuhkan kredibilitas lembaga legislatif di mata publik.
“BK DPRD tidak boleh hanya menunggu tekanan publik. Mereka harus bersikap tegas, objektif, dan terbuka dalam menangani dugaan pelanggaran ini sesuai kode etik yang berlaku,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga integritas dan tanggung jawab moral pejabat publik terhadap rakyat.
“Jika DPRD sendiri tidak bisa menjaga etika jabatan, maka jangan heran jika kepercayaan publik terus menurun,” ujar Romi.
LSM Penjara berencana melayangkan laporan resmi dan akan terus mengawal proses ini, bahkan bila diperlukan mendorong keterlibatan lembaga pengawas eksternal, seperti Inspektorat hingga aparat penegak hukum.
Romi juga merujuk pada UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang secara tegas melarang anggota DPR/DPRD merangkap jabatan dalam berbagai posisi, termasuk yang terkait langsung atau tidak langsung dengan anggaran negara.
“Jelas dalam pasal tersebut, anggota DPRD tidak boleh merangkap jabatan di lembaga yang menerima anggaran dari APBN/APBD. Ini soal kepatuhan terhadap hukum dan etika publik,” pungkasnya.
Red-hata