Mereka menilai kepemimpinan Bupati saat ini cenderung otoriter, tanpa koordinasi yang baik dengan kepala kampung dan BPMK. Kebijakan yang tidak transparan dan cenderung sewenang-wenang membuat masyarakat merasa tidak dihargai.
"Hargai rakyat, kepala desa yang punya dusun, wilayah penduduk! Rakyatlah yang memmandatkan jabatanmu. Sistem ini bukan arena sistem militer yang harus dengar dan tunduk pada komandan, tapi sistem birokrasi di mana pemimpin harus takut pada rakyat," tegas Ketua Asosiasi dalam orasinya, mengingatkan bahwa UU Desa dan UU Bupati harus dijalankan dengan jelas.
Ketua Asosiasi juga menyampaikan bahwa tahun ke tahun, pemimpin ke pimpinan mereka tidak pernah mengalami demo aksi seperti hari ini. "Kami menerima pemberhentian jabatan desa sesuai UU, tapi mengapa 4 desa tidak diberhentikan? Bupati dan Wakil Bupati harus patuh pada UU Desa. Kami meminta berikan ruang seluas-luasnya sesuai mekanisme desa. Negara kita ini negara demokrasi, maka kepala desa punya hak untuk menjadi bakal calon desa sesuai pilihan masyarakat kampung," tambahnya.
Ketua Asosiasi juga menegaskan bahwa ketidaktransparanan dan ketidakakuntabelan dalam pengelolaan desa dapat berdampak pada masalah horizontal dan membuat aktivitas di Jayawijaya lumpuh. "Kami tidak akan diam dan menuntut transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan desa," pungkasnya. (*)
Report Saranus kogeya
.
