Buhut Jaya, detiksatu.com || Kapuas Tengah kontras yang menusuk hati tersaji di jantung Kabupaten Kapuas Tengah. Di satu sisi, kawasan ini dikenal sebagai urat nadi pertambangan, di mana truk-truk raksasa perusahaan batu bara mondar-mandir mengangkut kekayaan alam dengan nilai miliaran rupiah. Di sisi lain, berdiri kokoh, namun rapuh, sebuah institusi pendidikan agama Madrasah Diniyah Al Wasilah yang menjadi saksi bisu, bagaimana generasi penerus di Desa Buhut Jaya harus berjuang menuntut ilmu di tengah fasilitas yang minimalis, sementara kemakmuran finansial melintas tepat di depan mata mereka.
Rabu, (03/12/2025).
Antara Kekayaan Bumi dan Keterbatasan Kelas Madrasah Al Wasilah, dengan bangunan sederhana berbahan kayu, menyajikan pemandangan yang jujur. Foto-foto menunjukkan ruang kelas yang hangat dengan aroma kayu, namun jauh dari standar kelayakan. Santri-santri duduk bersila di lantai, menyimak pelajaran dengan khidmat di hadapan papan tulis putih yang menua.
Tidak ada AC,tidak ada bangku modern, hanya ada niat suci yang menjadi alas bagi setiap santri.
Ironisnya, beberapa kilometer dari lokasi ini, area konsesi perusahaan tambang batu bara beroperasi dengan peralatan serba canggih dan infrastruktur mumpuni. Pertanyaan besar pun mengemuka, Di mana peran tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) perusahaan- perusahaan raksasa ini yang 'tidak terlihat' di sini?
Kepala Desa Buhut Jaya Herman menyampaikan keinginan terdalam ke pihak perusahaan untuk madrasah sebagai jembatan ilmu.
"Mereka ambil emas hitam, kami cuma minta jembatan Ilmu,"harap Herman.
Kepala Desa Buhut Jaya, Herman, mengakui bahwa madrasah ini adalah satu-satunya benteng pertahanan moral di desa dan secara terbuka menyampaikan rasa kecewanya terhadap minimnya perhatian dari sektor industri.
"Di sekitar desa kami, ada banyak perusahaan besar yang mengangkut emas hitam (batu bara) setiap hari. Mereka mengambil kekayaan alam kami, tetapi untuk memperbaiki Madrasah Al Wasilah ini—jantung moral desa—mereka seolah tidak ada," tegas Herman
Kepala Desa Buhut Jaya dengan nada penuh harap ada hati nurani dari pihak perusahaan dan pemerintah daerah untuk memberikan fasilitas pendidikan yang layak bagi warga sekitar.
"Kami tidak minta banyak, kami hanya minta jembatan ilmu ini diperbaiki. Atapnya bocor, buku-buku ajar terbatas. Tolong, jangan biarkan semangat besar anak-anak kami padam karena bangunan yang rapuh, sementara keuntungan mereka terus berlipat ganda."harapnya
Pendidikan di garis depan kontras sosial
Kisah Al Wasilah adalah cerminan dari kesenjangan pembangunan di daerah penghasil sumber daya alam. Di tengah klaim kontribusi besar sektor tambang terhadap ekonomi nasional, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat lokal, khususnya di sektor pendidikan, masih terpinggirkan.
Madrasah Diniyah Al Wasilah adalah simbol dari ketangguhan pendidikan akar rumput, namun juga menjadi monumen bisu kegagalan implementasi CSR. Sudah saatnya perusahaan tambang di Kapuas Tengah membuktikan komitmen mereka, bukan hanya di atas kertas, tetapi melalui tindakan nyata yang menerangi masa depan generasi muda, melebihi bayangan gelap tumpukan batu bara.
Reporter : Fahmi
Editor : Basirun

